Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berita Tempo Plus

Tragedi Dua Istri

Seorang pria yang doyan kawin membunuh dua istrinya. Terungkap dari kecurigaan tetangga.

30 Januari 2006 | 00.00 WIB

Tragedi Dua Istri
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Rasa kehilangan sempat mengusik hati S. Purba selama berhari-hari. Hampir tiga bulan lamanya perempuan setengah baya ini tidak berjumpa lagi dengan Sariyem Boru Tarigan, tetangganya. Setiap kali melongok ke rumahnya, Sariyem tidak ditemukan. Padahal, ”Dia sudah seperti anak saya. Kok pergi tanpa pamit,” katanya. Rasa kangen inilah akhirnya yang membongkar sebuah pembunuhan.

Purba tinggal di Desa Sari Minang, Kandis, Siak, Riau. Selama ini dia memang akrab dengan Sariyem, 38 tahun, yang rumahnya bersebelahan. Si tetangga yang ”hilang” sebelumnya hidup bersama suaminya, Ruslaini, yang jadi pengusaha barang bekas. Pasangan ini juga memiliki sejumlah karyawan yang mengurusi bisnisnya.

Kabar yang sempat didengar Purba, Sariyem dibawa ke kampung suaminya di Cirebon, Jawa Barat, sejak Oktober lalu. Anehnya, beberapa warga yang berasal dari Cirebon juga tak pernah bertemu dengannya. Suaminya, Ruslaini atau biasa dipanggil Ruslan, malah bercerita lain lagi. Katanya, istrinya pulang ke kampungnya sendiri di Kisaran, Sumatera Utara.

Segala kecurigaan baru terjawab setelah Nikjo, karyawan Ruslan, membuka mulut. Tingkah pemuda 22 tahun ini memang agak aneh. Dia selalu menunduk bila bertemu dengan warga kampung. Setelah dibujuk warga kampung, Nikjo mengungkapkan: Sariyem telah dibunuh oleh suaminya sendiri pada 29 Oktober lalu.

Sang pemuda mengaku menyaksikan dengan mata kepala sendiri penguburannya. Dia juga diminta membantu mengangkatnya. Sejak itulah Nikjo selalu gelisah dan susah tidur. ”Aku tertekan. Wajah Ibu Sariyem selalu terbayang. Dia baik sekali pada saya,” katanya.

Nikjo juga khawatir Ruslan akan membunuhnya pula untuk menghilangkan jejak. Karena itulah bersama para warga, ia akhirnya melaporkan kasus ini ke polisi, tiga pekan lalu. Sepekan kemudian, polisi menjemput Ruslaini. ”Dia telah mengakui perbuatannya,” kata Ajun Komisaris Polisi Zulkarnaen, Kepala Kepolisian Sektor Kandis.

Ternyata Ruslan pria yang gemar kawin. ”Dia membunuh karena ingin kawin lagi,” kata Zulkarnaen. Bahkan dia mengaku pernah membunuh istrinya yang lain.

Lelaki 38 tahun itu mengisahkan, istri pertamanya, Sri, hanya bertahan hidup bersamanya lima tahun. ”Kami sering bertengkar,” katanya. Mereka akhirnya bercerai pada 1994. Sri tidak tewas, karena Ruslan tak berniat membunuhnya. Dari Sri, Ruslan memperoleh satu putra yang kini berusia 14 tahun. Sekarang ia tinggal bersama ibunya di Cirebon.

Setelah bercerai, pria jebolan salah satu SMP di Cirebon ini merantau ke Riau menjadi buruh perkebunan di Siak. Dua tahun kemudian dia berkenalan dengan Endang, janda tiga anak. Keduanya menikah pada 1996. ”Dia wanita yang cerewet,” kata Ruslan. Dia berniat memadunya, tapi Endang tak setuju. Si istri juga tidak mau dicerai. Sikap ini membuat Ruslan kesal. ”Apalagi dia sering pergi sama laki-laki lain,” katanya.

Pada suatu malam di akhir 1997, Ruslan berpapasan dengan Endang di Sebanga, Siak, di jalur lintas timur Pekanbaru-Medan. ”Kami bertengkar,” katanya. Dengan sepotong kayu sebesar lengan, dia membunuh istrinya. Bahkan Ruslan merusak wajah Endang. Esoknya warga menemukan jenazah wanita itu dan menguburkannya. Setelah kejadian ini, Ruslan langsung minggat ke Kandis.

Setahun luntang-lantung di Kandis, Ruslan kemudian berkenalan dengan Sariyem, pemilik warung makan di tepi jalan di jalur lintas timur Pekanbaru-Medan. Janda tiga anak ini tak kuasa menolak pinangan pria berkumis tipis itu. ”Kami akhirnya menikah,” kata Ruslan.

Semula mereka menempati warung itu. Tapi pada 1998 terjadi peristiwa yang memilukan. Dua anak Sariyem tewas lantaran sebuah bus menyeruduk warungnya. Sejak itulah mereka pindah ke Dusun Sari Minang. Pasangan ini menempati lahan 2.500 meter milik keluarga Puteuh. Tak tahan melihat suaminya pengangguran, Sariyem pun memodalinya untuk membuka usaha barang bekas.

Bisnisnya berkembang. ”Dia menjadi pengusaha barang bekas yang sukses,” kata Tandi, pedagang asongan di Desa Kandis. Dia mampu membeli rumah, kebun sawit, dan tiga mobil pick-up. Bahkan mereka membuka Rumah Makan Mekar Sari.

Setelah makmur, Ruslan mulai melirik wanita lain. Puteuh, 35 tahun, pemilik lahan yang ditempatinya, jadi incarannya. Mula-mula janda empat anak ini dijadikan karyawan. Belakangan, Puteuh yang belakangan tidur di gudang Ruslan, dirayunya. Wanita berkulit bersih ini tak kuasa menolak ajakan kawin Ruslan. Diam-diam mereka menikah di Libo Udik, Kandis, pada Agustus 2005. ”Malam di rumah Kakak (Sariyem), siang bersama saya,” kata Puteuh.

Belakangan, hubungan Ruslan dan Puteuh tercium Sariyem. Ruslan beralasan kawin lantaran ingin punya anak lagi, karena Sariyem tak kunjung hamil. Menurut beberapa tetangga Ruslan, Sariyem setuju saja dimadu, asalkan wanita yang dikawininya bukan Puteuh. ”Syaratnya harus dengan perawan, bukan dengan janda,” kata Purba.

Rupanya Ruslan sudah mabuk kepayang. Dia tak menghiraukan larangan Sariyem. Sang suami malah berniat menyingkirkan istrinya. Niatnya sudah bulat, kubur untuk Sariyem pun digalinya tiga hari sebelum si istri dihabisi.

Pada hari pembantaian, Ruslan berbuat sebaik mungkin kepada istrinya. Tujuannya tak lain untuk menghalau kecurigaan. ”Malamnya, menjelang pukul sepuluh, mereka saya lihat berduaan makan di warung kerang rebus,” kata Purba.

Sepulang dari warung kerang, Ruslan mengajak istrinya bercinta. Seusai menyalurkan birahinya, lelaki 38 tahun ini sempat memandangi tubuh istrinya yang tergolek di ranjang. Malam itu, listrik sempat padam. Ruslan keluar kamar.

Dia kembali membawa lampu semprong yang sudah menyala. Sariyem masih tidur menelungkup. Dijambaknya rambut perempuan ini, lalu kepalanya dibenturkan ke tembok. Pria gempal ini juga menghajar tubuh Sariyem dengan kayu gantungan gorden. ”Dia langsung diam,” kata Ruslaini. Warga sekampung tak ada yang mendengar pembantaian pada malam gelap itu.

Ruslan pun leluasa membersihkan ceceran darah dan membungkus jasad Sariyem dengan karung goni. ”Sampai subuh semua kukerjakan sendiri,” katanya. Kemudian dibawanya jenazah itu dengan pick-up Isuzu Panther menuju gudang besi tua miliknya di kilometer 70, Kandis. Di sana dia membangunkan Nikjo. ”Saya diminta menanam barang curian di kebun sawitnya,” ujar karyawannya ini.

Di kebun sawit milik Ruslan yang berjarak 50 kilometer dari rumahnya itu memang sudah dipersiapkan lubang. Dia menyuruh Nikjo mengangkut goni. Si pemuda terkejut melihat darah menetes dari goni. Ruslan menceritakan aksinya. Tapi Nikjo tak berani membantah, dia pun membantu mengubur jenazah. Kasus ini hanya dapat ditutupi selama tiga bulan.

Ruslan dan Nijko kini mendekam di balik jeruji besi Kepolisian Sektor Siak. Semula Ruslan membantah membunuh Sariyem. ”Setelah saya sebut lubang di kebun sawit, dia tak berkutik dan mengakui perbuatannya,” kata Zulkarnaen. Saat diinterogasi, Ruslan juga mengaku telah kawin empat kali. ”Saya lalu tanya ke mana saja istri-istrinya, ” kata Zulkarnaen. Dari sinilah akhirnya pembunuhan Endang pun terungkap. Polisi juga sudah menemukan lokasi istri kedua ini dikubur.

Zulkarnaen mengatakan, Ruslan melakukan pembunuhan berencana. Sesuai dengan pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tersangka bisa diancam hukuman seumur hidup. ”Entahlah, saya sudah pasrah,” kata Ruslan kepada Tempo, yang mengunjunginya di tahanan pekan lalu. ”Saya hanya teringat Puteuh.”

Kejadian ini tentu saja membuat Puteuh kalut. Dia tak mau diajak bicara. ”Mamak sering melamun,” kata Ruci, 14 tahun, anak tiri Ruslan. Sang istri rupanya sedang mengandung janin hasil perkawinan dengan Ruslan. Kabar inilah yang membuat Ruslan menghela napas. ”Semua percuma saja,” katanya.

Meski merasa kehilangan, kini Purba merasa lega. ”Hati ini plong rasanya,” katanya. Bahkan warga Kandis akan mengadakan kenduri pekan ini. Mereka berharap kampungnya tenteram kembali dan tersangka dihukum berat.

Nurlis E. Meuko, dan Jupernalis Samosir (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus