JARI manis gadis cilik itu tak bisa ditekuk. ~Maunya tegak terus - suatu bawaan sejak lahir. Tapi, penderitaan itu lenyap sudah dua pekan lalu. Profesor Zhong Wei Chen membetulkan letak otot (tendon) jari manis bocah itu sehingga normal. Operasi itu dilakukan Zhong selama tiga jam dalam demonstrasi kecil di hadapan para dokter bedah ortopedi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Demo ahli bedah mikro dari Cina lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Shanghai ini belum seberapa walau waktu operasi ia persingkat enam sampai tujuh jam. "Justru hasil konsultasi dengan beliau yang berharga bagi kami," kata Dr. Fachry A. Tanjung, ahli bedah ortopedi dari RSHS. Beberapa kasus yang ditangani di RSHS yang kurang membawa hasil, setelah dikonsultasikan dengan Zhong, menjadi beres. Bedah mikro, yaitu menggunakan mikroskop, membutuhkan keahlian khsusus. Contohnya, ini pernah menimpa se~orang lelaki berumur 42 tahun. Suatu hari ia berkelahi. Tangan lelaki itu tersabet golok hingga buntung. Tim dokter bedah ortopedi di RSHS bisa menyambung tangan itu tujuh bulan lalu. Luka bekas operasi pun normal. Celakanya, menurut Dokter Fachry kepada Achmad Novian dari TEMPO, "Hasilnya kurang menggembirakan. Tangan itu tidak bisa digerakkan kembali." Problemnya tak bisa dipecahkan. Tim dokter RSHS akhirnya angkat tangan. Pergelangan tangan memang penuh otot yang tumpang tindih. Tiap tendon punya fungsi penggerak berbeda, dan rumit. Yang dialami lelaki tadi dikonsultasikan pada Zhong. "Tak semua otot yang ada itu harus disambung. Kita harus melihat fungsi tiap otot," katanya. "Jadi, tak perlu disambung semua." Dari delapan tendon tangan yang ada, menurut Zhong, yang perlu disambung tiga saja. Jika disambung semua - seperti operasi sebelumnya -- selubung sendi yang menggerakkan ruas jari jadi kering. Dengan begitu, persendian macet dan tak bisa digerakkan. Ini sering dikeluhkan dokter kita di sini dalam menyambung tangan yang putus. Setelah konsultasi berakhir, operasi segera dilakukan. Tangan lelaki itu, yang semula tak bisa bergerak, kini dapat bekerja. Misalnya, sudah bisa memegang atau mengepal. Selain teknik operasi, yang penting lagi adalah latihan pascaoperasi. Bentuk bentuk terapi gerakan untuk penyembuhan juga disampaikannya. Jadi, tidak asal hantam kromo saja. Profesor Zhong adalah Presiden International Society for Reconstructive Micro Surgery dan International Micro Surgical Society. Namanya tidak asing lagi di kalangan bedah ortopedi. Ia dokter replantasi tangan pertama di dunia. Karya besar yang membuat Zhong terkenal, 27 tahun silam, sewaktu ia menyambung pergelangan tangan seorang buruh yang terpotong mesin. Operasi di RS Shanghai itu membuat tangan karyawan itu berfungsi seperti semula. Kedatangan Zhong ke Indonesia untuk membeberkan ilmunya. Itu dibuktikan ketika di Bandung dan Surabaya. Baik di RSHS maupun di hadapan peserta Kongres VII PABOI (Perkumpulan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia) di Bandung, akhir November lalu Zhong menjelaskan bedah mikro secara efisien dan efektif. Dalam makalahnya pada kongres itu, ia mengetengahkan bedah mikro terhadap tumor di bahu. Untuk itu, seluruh daerah yang terkena tumor harus diangkat. Mulai dari kulit, jaringan, sampai pada tulang. Biasanya, para dokter di sini hanya memindahkan tulang dan pembuluh darahnya. "Di Cina disertai dengan pemindahan kulitnya," kata Dr. Mujtahid Ahmad Djojosugito, Ketua PABOI 1988-1990. Selain kasus di atas, Zhong juga menyampaikan cara operasi penggantian ibu jari tangan dengan jari kaki sebelah jempol. Prestasi ini juga dinyatakan luar biasa. "Ini sulit karena di jari, baik jari tangan maupun jari kaki pembuluh darahnya sangat kecil dan peka," kata Mujtahid Ahmad, yang juga Direktur RS Gunung Jati, Cirebon. Bedah mikro membutuhkan konsentrasi tinggi karena organ yang dibedah sangat kecil. Besarnya pembuluh darah, misalnya, hanya selebar 1 mm. Itu pula sebabnya, benang yang digunakan cuma berdiameter 1/10 mm. Jadi, dibutuhkan ketepatan yang jitu. Toh, Zhong menyelesaikan tugasnya dengan sempurna, padahal ia sudah berumur di atas 60 tahun. Konsentrasinya tetap tinggi. Cerita lain yang dibawa Zhong dari Cina adalah mengenai kebijaksanaan kesehatan secara makro. Ini berkaitan dengan pengembangan pelayanan kesehatan, termasuk bedah mikro, sampai ke pelosok. Dan ini terlaksana karena adanya latihan yang luas bagi paramedis, di samping penggunaan peralatan dan teknologi yang sesuai. Apalagi di Cina sudah bisa dibuat peralatan kesehatan yang mutakhir, seperti pemegang benang operasi yang sangat kecil serta butuh presisi yang tinggi. Harganya 10 dolar AS. Alat serupa buatan AS mencapai 100 dolar. Mikroskop dengan kemampuan yang prima juga mudah didapat dengan harga terjangkau. Alat bedah mikro komplet di Cina hanya Rp 400 ribu, sedangkan buatan AS mencapai Rp 3,75 juta. "Memakai alat mutakhir belum tentu bisa menjawab keberhasilan kesehatan," kata Zhong. Widi Yarmanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini