Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta pada Agustus ini mulai memoles 31 desa wisata dengan program khusus agar siap menyambut kunjungan ketika nanti akses wisata telah dibuka kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak pekan pertama Agustus ini, Gunung Kidul menginisiasi gerakan inovasi bernama Sinergi Desa Wisata Promosi melalui Media Digital atau disingkat Si Dewi Sintal. Gerakan ini semacam digitalisasi desa wisata untuk membantu desa berdaya dengan pemanfaatan media sosial baik untuk promosi, edukasi dan pemberian informasi dalam produksi konten promosi menarik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari total 31 desa wisata yang sudah ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati, sudah ada 12 desa yang menjadi sasaran gerakan ini dan selanjutnya bertahap ke desa wisata lainnya," ujar Sekretaris Dinas Pariwisata Gunung Kidul Harry Sukmono, Kamis, 19 Agustus 2021.
Dari gerakan itu, Dinas Pariwisata Gunung Kidul memfasilitasi para pengelola desa wisata agar lebih kreatif memanfaatkan media digital untuk membuat konten promosi menarik berupa poster, foto maupun video. Para pelaku desa wisata juga dilatih membuat webinar atau digital tourism di kawasan desa wisatanya, membuat sistem reservasi secara daring dan pendataan wisatawan hingga pemasaran produk desa secara digital dan menerapkan transaksi nontunai.
"Jadi dari program ini bentuk pemberdayaan bukan dalam bentuk bantuan anggaran, melainkan fasilitasi penguatan kapasitas sumber daya, khususnya pengelola dan pelaku desa wisata," ujar Harry.
Harry mengatakan pada tahap pertama, sasaran gerakan ini meliputi 12 desa wisata, yaitu Desa Wisata
Nglanggeran, Pacarejo, Ngestirejo, Bleberan, dan Umbulrejo, Girisuko, Mulo, Pampang, Kampung, Putat, Ngalang dan Beji. Para pengelola desa wisata itu telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan memanfaatkan media digital sepanjang 6-13 Agustus 2021 di masing-masing desa wisata mereka.
Harapannya, usai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berakhir dan akses wisata dibuka, desa-desa wisata ini sudah siap menyambut wisatawan dengan manajemen yang lebih modern meski obneknya tetap mengandalkan pemandangan alam desa.
Selama masa PPKM terus diperpanjang, desa-desa wisata di DIY turut tiarap dan kehilangan penghasilannya akibat tak adanya kunjungan sama sekali. Tak hanya destinasi desa itu yang mati suri, melainkan usaha sekitarnya yang dikelola masyarakat seperti homestay, pusat kerajinan, oleh-oleh dan kuliner yang bergantung di desa wisata turut meredup.
Sekretaris Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Ipin Arifin menuturkan di masa PPKM ini memang desa telah mendapat
Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa untuk meringankan beban masyarakat akibat kebijakan PPKM Level 3 dan Level 4. "Namun sebenarnya yang juga menjadi harapan, pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten juga membuat gerakan-gerakan untuk memberdayakan masyarakat desa itu," kata dia dalam dialog daring, Kamis.
Arifin mengatakan adanya gerakan pemberdayaan warga desa di masa PPKM ini bertujuan agar desa tak terus meminta bantuan. Namun juga bisa mandiri dengan mengandalkan segala potensinya untuk bangkit dan terus bergerak dalam pemulihan ekonomi.