Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Ada Sesuatu di Labuan Bajo yang Kamu Tidak Tahu

Keindahan alam Labuan Bajo tak beriringan dengan perkembangan sumber daya manusianya.

5 September 2018 | 15.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapal wisatawan menepi di bibir pantai Pulau Kelor, Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tempo/Francisca Christy Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Siapa yang tak ingin ke Labuan Bajo? Ujung barat Pulau Flores ini dulu hanya dikenal dengan habitat Komodo. Titik. Sekarang, setelah Instagram jadi kitab suci yang wajib di-scroll tiap hari, semua pulau rasanya menggemaskan. Pulau Padar, Pulau Rinca, Pulau Kelor, Pink Beach, sampai jembatan putih di pelabuhan pun jadi hits.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siapa yang tahu Shoes For Flores (SFF)? Nggak ada ya? Hehehe, kalau begitu let me know you ya Libur lebaran lalu, Aku ikut project ke-18 SFF. Apa sih project mereka?

SFF adalah gerakan sosial yang berawal dari kesedihan inisiatornya melihat ada satu sekolah di Flores, dekat dengan Pantai Koka Maumere, muridnya tidak memakai sepatu ke sekolah. Terus kenapa emang kalau tidak pakai sepatu?

Di jaman sepatu sudah diberi roda, lampu, hingga usb pengisi daya listrik, adik-adik di Flores masih banyak yang tidak bersepatu ke sekolah. Iya sih sekarang banyak orang kota yang mulai sok barefoot alias telanjang kaki. Ya itu di tempat yang lantainya terbuat dari kristal, tanpa debu dan kerikil, ke sekolah antar jemput supir, atau digojekin orang tuanya, tanpa tau rasanya jalan puluhan kilometer menerjang badai dan salju (ini lebay! Wkwk).

Sepatu adalah titik awalnya. Inisiator SFF, Valentino Luis memulai dengan teman-teman yang dimilikinya di media sosial. Dia menulis dan mengunggah foto anak-anak tadi. Ternyata banyak temannya dari luar negeri yang berempati. Kemudian mengulurkan tangannya.

Setelah membagikan sepatu, merembetlah ke seragam sekolah, alat tulis, hingga alat peraga belajar. Namun, bertambahnya relawan dan ide-ide cemerlang mereka, mulailah ada kelas motivasi. Banyak juga dokter yang menjadi relawannya, akhirnya dilakukanlah pemeriksaan kesehatan bagi anak dan orang tua, penyuluhan kesehatan, hingga pemeriksaan gigi. Project SFF berkembang, seiring bertambahnya relawan dan bantuan dari penjuru dunia.

Nah, apa hubungannya antara Labuan Bajo dan SFF?

Keindahan alam Labuan Bajo tak beriringan dengan perkembangan sumber daya manusianya. Begitu pula di hampir seluruh daratan Pulau Flores. Masih banyak sekolah tak memiliki ruangan, guru, hingga akses yang layak. Kemarin kami datang ke dua sekolah. SD TRK Lobohusu Desa Golo Bilas dan MI Mburak Desa Macang Tanggar Kecamatan Komodo.

Aku tak ingin mendramitisir keadaan di sana. Tapi, ya drama. Tidak sampai sejam dari keindahan Labuan Bajo yang kita lihat di linimasa ‘kitab suci’, sekolah mereka ini hampir roboh dan terisolasi. Jalan menuju desa tempat mereka tinggal sangat sulit dijangkau. Mungkin nih ya, dugaanku mereka (adik-adik) bahkan belum pernah ke Pulau Komodo yang dulu masuk 7 keajaiban dunia, apalagi Pink Beach atau Pulau Padar (Jangan-jangan mereka tidak tahu!)

Satu yang pasti. Mereka tidak boleh berhenti bermimpi. Mereka berhak mendapatkan pendidikan yang baik, lingkungan yang sehat, dan menjangkau seluas-luasnya bumi. Mungkin kondisi ini tidak hanya ada di Flores. Daerahmu mungkin juga. Terus, kita sudah melakukan apa?

Tulisan ini sudah tayang di Gustersihombing

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus