Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Anjing Penjaga Puncak Cartensz Papua, Tak Bisa Menggonggong tapi Bersuara Merdu

Anjing dingo sangat dihormati dan diperlakukan istimewa oleh Suku Moni yang tinggal di kawasan Ugimba, Kabupaten Intan Jaya, Papua.

12 November 2020 | 16.00 WIB

Barisan Sudirman di Puncak Jaya memiliki salju abadi. Foto: Arfani Mujib/Wikipedia
Perbesar
Barisan Sudirman di Puncak Jaya memiliki salju abadi. Foto: Arfani Mujib/Wikipedia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Para pendaki puncak Carstensz di Papua tentu sudah tahu keberadaan jenis anjing bernama dingo di sana. Suku Moni yang tinggal di Pegunungan Carstenz, Papua, menganggap dingo sebagai pemilik Puncak Cartensz. Dari kejauhan, mereka mengawasi para pendaki menuju puncak bersalju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan anjing dongi bukan binatang mamalia asli Papua. "Dingo dibawa oleh manusia berbahasa Austronesia sekitar 3500 tahun yang lalu," kata Hari kepada Tempo, Kamis 12 November 2020. Pada mulanya dingo hidup di pantai, kemudian berpindah ke dataran tinggi Nugini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dingo tidak bisa mengonggong sebagaimana anjing pada umumnya. Meski begitu, anjing ini mampu mengeluarkan suara yang menyenangkan seperti sedang bernyanyi. Suaranya seperti gabungan lolongan serigala dengan nyanyian paus.

Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih itu menjelaskan, anjing dingo pertama kali dideskripsikan oleh Charles Walter De Vis pada 1897. Saat itu, Charles Walter De Vins sedang mengumpulkan spesimen hewan di Gunung Scratchley, Papua Nugini pada ketinggian 2400 meter dari permukaan laut atau mdpl.

Puncak Carstensz. carstensz-expedition.com

Pada 1958, anjing dingo diklasifikasikan sebagai spesies yang berbeda. Namanya Canis Hallstromi untuk menghormati Sir Hallstrom, Kepala Pusat Penelitian Hewan di Nondugi, Papua Nugini. Peneliti asing menyebutnya The New Guinea Highland Wild dog atau anjing liar dataran tinggi Nugini. Lantaran suaranya yang unik tadi, ada pula peneliti juga menyebut anjing dingo sebagai Singing Dog atau anjing Papua bernyanyi.

Anjing dingo biasanya berkeliaran di Puncak Carstensz, Pegunungan Jayawijaya, hingga ke kawasan Grasberg di Tembagapura, Mimika, Papua. Hari Suroto mengatakan, persebaran anjing-anjing ini dulu hingga dataran tinggi Papua Nugini. Sekarang, di alam bebas dataran tinggi Papua Nugini sudah tidak ditemukan lagi.

Anjing ini memakan sisa-sisa makanan manusia. Mereka juga memangsa kuskus, tikus, burung dan kanguru. Suku Moni tidak memelihara dingo, meski mereka memelihara anjing jenis lain untuk menjaga rumah atau teman berburu. Suku Moni juga tidak mengkonsumsi daging anjing.

Suku Moni yang bermukim di kawasan Ugimba, Kabupaten Intan Jaya, Papua, menghormati anjing dingo. "Keberadaan dingo perlu dijaga dan jangan sampai punah seperti yang terjadi di dataran tinggi Papua Nugini," kata Hari Suroto. Caranya, biarkan hewan ini hidup dengan tenang di alam bebas dan lestarikan lingkungan yang menjadi habitatnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus