Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Berita Tempo Plus

Berayun Langit Langkawi

Dari kereta gantung kita bisa melihat pulau-pulau kecil yang mengelilingi Langkawi.

17 Februari 2018 | 00.00 WIB

Berayun Langit Langkawi
Perbesar
Berayun Langit Langkawi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kereta api ekspres Peninsular itu akhirnya tiba di Stasiun Arau pukul 09.49 waktu Perlis, Malaysia. Perlis adalah negara bagian Malaysia yang berbatasan dengan Thailand. Puluhan penumpang yang berada di gerbong tujuan Arau menghambur keluar. Mereka sudah jenuh setelah duduk sejak pukul 00.30, saat kereta itu meninggalkan Stasiun KL Sentral, Kuala Lumpur.

November tahun lalu, saya berada di antara puluhan penumpang yang meninggalkan salah satu gerbong yang ditarik lokomotif berwarna putih itu. Puluhan penumpang bergerak menuju pintu keluar. Hari masih pagi, angin berembus sejuk, dan matahari memancarkan cahayanya yang tidak begitu panas.

Di luar stasiun sudah ada puluhan pria yang terbilang sepuh. Mereka adalah sopir taksi yang menawarkan jasanya ke berbagai tujuan di Perlis. Saya menanyakan berapa tarif taksi menuju Pelabuhan Kuala Perlis-pelabuhan utama bila hendak menyeberang ke Pulau Langkawi, Kedah. Salah satu orang dari mereka, mungkin koordinator sopir, menjawab 26 sampai 30 ringgit, yang berarti sekitar Rp 90-105 ribu. Saya mencoba menawar. Tapi ditolak. Karena tak ada pilihan lain, saya mengikuti tarif yang dipatok.

Setelah kami bersepakat, orang itu menunjuk seorang sopir yang akan mengantar saya. Taksi berwarna merah bata miliknya terselip di antara mobil-mobil yang terparkir di medan car (tempat parkir) Stasiun Arau. Sopir itu menyarankan saya duduk di bangku bagian depan.

Taksi bergerak melintasi jalan di Kota Perlis. Jumlah orang yang lalu lalang di sana tidak banyak, sehingga jalan terasa sepi. Di tengah kota ada bangunan-bangunan yang dijadikan kedai. Meski demikian, keadaannya juga sepi, jauh berbeda dengan Jakarta yang selalu disesaki manusia.

Di luar kota, hamparan sawah, ladang, dan tanah kosong terbentang di kanan-kiri jalan. Jalan besar yang ada juga masih lengang. Hanya sesekali terlihat kendaraan yang melintas. Di tengah perjalanan dari Stasiun Arau ke pelabuhan Kuala Perlis yang cukup jauh, saya berbincang-bincang dengan sopir itu. Ia meminta dipanggil "Pak Cik". Pria yang berusia sekitar 50-60 tahun itu bercerita, ayahnya berasal dari Indonesia dan ibunya dari Malaysia.

Pak Cik lalu bercerita banyak tentang Perlis dan Malaysia, serta bangunan-bangunan yang kami lalui. Tak terasa kami tiba persis di depan pelabuhan. Persaudaraan saya dengan Pak Cik berbuah manis. Tarif taksi saya didiskon satu ringgit. Saya mengucapkan terima kasih dan turun dari mobil.

Pelabuhan terlihat ramai. Selain penjual jasa, pedagang makanan, pelaku usaha penyeberangan, mereka adalah para calon penumpang jetti (feri) yang hendak menyeberang ke Langkawi. Ketika saya berada di depan loket penjualan tiket, tampak jadwal penyeberangan selanjutnya adalah pukul 10.45. Masih ada waktu untuk menikmati suasana pelabuhan.

Selepas membeli tiket, saya membeli minuman dan sepotong roti, lalu berjalan menuju ruang tunggu. Meski jam baru menunjukkan pukul 10.30, pintu masuk feri sudah dibuka. Antrean panjang terbentuk. Penyeberangan dari Kuala Perlis ke Pulau Langkawi memang termasuk jalur sibuk. Terbukti, saat itu kursi yang tersedia sudah penuh.

Dalam perjalanan, penumpang di samping saya mengatakan perjalanan ke Langkawi akan ditempuh selama sekitar satu jam. Rasa lelah memaksa mata saya terpejam dan baru terbangun beberapa saat menjelang tiba di pelabuhan tujuan. Saya melihat, Pulau Langkawi ternyata dilindungi oleh batu-batu cadas yang kokoh. Di kanan-kirinya tersebar banyak pulau kecil, bahkan ada yang berupa karang atau batu besar saja.

Akhirnya, jetti merapat di Jetti Point, nama pelabuhan besar di Langkawi. Pulau Langkawi masuk Negara Bagian Kedah. Di Jetti Point terdapat pusat belanja kecil yang menjajakan pakaian, makanan, minuman, dan suvenir. Di salah satu bangunan di tempat itu tersedia pusat informasi buat pelancong. Saya menuju ke sana dan mengambil brosur panduan berwisata di Langkawi.

Keadaan di Jetti Point lebih ramai daripada di Kuala Perlis. Di sini ribuan orang hilir-mudik dan ratusan kendaraan roda empat lalu lalang. Suasananya ramai karena Jetti Point merupakan gerbang utama menuju Langkawi dari perjalanan laut. Dari sinilah orang akan menyebar ke berbagai tempat wisata di pulau itu.

Saya sendiri ingin melanjutkan perjalanan ke Pantai Cenang, sebuah tempat wisata yang mirip kawasan Legian dan Pantai Kuta di Bali. Saya menumpang taksi dari Jetti Point ke Pulau Cenang. Taksi di Langkawi bentuknya ada yang berupa sedan, ada pula yang berbentuk mirip van dengan kapasitas tempat duduk delapan orang.

Taksi yang saya naiki melaju ke arah Pantai Cenang. Lepas dari tengah kota, taksi menyusuri jalan menanjak dan berkelok-kelok. Di kiri jalan kita bisa melihat pantai yang airnya berwarna biru. Dan bila mengalihkan pandangan ke arah kanan, akan kita dapati tebing atau hutan. Di kanan-kiri jalan terkadang ada bangunan milik pemerintah, tempat usaha, dan asrama besar.

Sesampainya di Pantai Cenang, suasana panas masih menyelimuti. Jalan utama di pantai yang kesohor itu lengang. Ke mana para wisatawannya? Wisatawan biasanya berjemur di pantai atau menuju tempat-tempat wisata lain. Saya berhenti di sebuah tempat penyewaan sepeda motor. Untuk berkeliling pulau ini, menyewa sepeda motor atau mobil adalah cara paling efektif. Saya memilih sepeda motor.

Tarif sewa selama 24 jam sebesar 35 ringgit. Saat itu jam menunjukkan pukul 13.00. Pengelola penyewaan juga meminta deposit sebesar 50 ringgit. Dia pun meminta paspor dan surat izin mengemudi untuk dicatat. SIM Indonesia bisa digunakan di Langkawi.

Setelah mendapat kunci, saya segera bergegas mengambil sepeda motor yang ditunjuk. Disarankan agar saya mengenakan helm. Soalnya, bila sampai tertangkap polisi tidak mengenakan helm bisa dikenai denda hingga 300 ringgit.

Tujuan saya pertama berwisata di daerah itu adalah sky cab atau kereta gantung. Jarak dari Pantai Cenang ke sky cab sekitar 17 kilometer. Selepas Pantai Kok, jalan mulai menanjak dan berbelok-belok. Tempat yang saya tuju memang berada di pegunungan. Di kanan-kiri jalan masih berupa hutan lebat.

Tiba di area sky cab, terlihat puluhan mobil terparkir. Setelah memarkir sepeda motor, saya memasuki gerbang wahana. Sepanjang perjalanan menuju gerbang, kita akan melintasi kedai-kedai yang menjual suvenir seperti kaus Langkawi, makanan, dan minuman. Di area itu tak hanya ada sky cab, namun juga wahana pertunjukan tiga dimensi, Sea World, hotel, National Geopark, pertunjukan animasi lainnya, serta hotel. Kalau di Jakarta, ini mirip Dufan di Ancol.

Pengunjung bisa memilih tiket terusan atau hanya tiket sky cab. Tiket terusan sudah mencakup wahana film tiga dimensi dan National Geopark. Harga tiket bagi wisatawan dalam negeri dengan luar negeri berbeda. Wisatawan dari luar negeri harus membayar lebih mahal. Saya memilih untuk membeli tiket sky cab saja.

Setelah tiket di tangan, saya menuju jalur masuk. Tiket yang berupa lembaran kecil memanjang oleh penjaga dilingkarkan di tangan kanan. Sebelum naik kereta gantung, semua pengunjung terlebih dulu dimasukkan dalam sebuah studio. Di tempat itu diputarkan film 3D yang memvisualisasi roller coaster. Roller coaster yang ada terlihat tinggi, meliuk-liuk, dan berada di pegunungan. Film itu diputar untuk menyiapkan mental pengunjung yang sebentar lagi akan naik kereta gantung.

Betul rupanya, naik kereta gantung itu bagi saya termasuk yang mendebarkan. Kereta gantung itu menuju puncak Pegunungan Mat Cincang yang berada pada ketinggian 713 meter di atas permukaan air laut. Di tengah perjalanan angin berembus kencang, membuat kereta kami berayun-ayun. Memandang keluar dari kereta gantung, terlihat pulau-pulau kecil di Pantai Langkawi. Pemandangan ini membuat jantung berdegup kencang. Rasanya jauh sekali dari daratan. Dengan naik kereta gantung ini saya jadi tahu bahwa Mat Cincang merupakan pegunungan yang tersusun dari batu-batu keras dan padas. Itu terlihat dari tebing yang menjulang dari tanah.

Tiba di titik pemberhentian pertama, pengunjung diberi waktu untuk melihat-lihat Langkawi dari ketinggian. Di titik kedua, kita akan bisa menuju sky bridge, jembatan yang dibangun di bawah puncak Mat Cincang yang menghubungkan dua pegunungan. Sky Bridge inilah ikon Pulau Langkawi.

Saya mengamati, bangunan-bangunan tempat pemberhentian sky cab, baik di titik pertama maupun kedua, semuanya didirikan di tebing-tebing pegunungan. Beton dan besi baja ditancapkan pada tebing-tebing curam. Kengerian di puncak Mat Cincang ini membuat saya bersyukur ketika kereta gantung akhirnya kembali ke tempat awal.

Menurut Muhammad Hanif, salah satu pedagang di area itu, belum pernah ada kecelakaan yang terjadi selama sky cab beroperasi. Dia mengatakan sky cab dibangun pada masa pemerintahan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Mahathir lahir di Alor Setar, Kedah. Dia pula yang membangun Langkaw. Mahathir menunjukkan bahwa dirinya tidak lupa asal-usulnya: Kedah.

Ardi Winangun
Pendiri Komunitas Backpacker Internasional


Ransel
-Adat, bahasa, dan agama masyarakat Langkawi tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Jadi, pengunjung bisa cepat beradaptasi dengan masyarakat di sana.
-Berwisata di Langkawi lebih mudah dilakukan dengan menyewa sepeda motor atau mobil. Selain harganya terjangkau, sepeda motor dan mobil bisa membuat kita lebih mudah menjangkau tempat-tempat wisata. Apalagi jalan di sana lengang.
-SIM Indonesia diakui oleh polisi setempat. Di sebuah jalan saya bertemu dengan razia polisi. Saya dibiarkan lewat setelah menunjukkan SIM Indonesia.
-Biaya makan, minum, dan tempat tinggal di kawasan Pantai Cenang tidak terlalu mahal. Ada beberapa homestay sederhana bertarif rendah.
-Sebagai kawasan wisata kepulauan, di Langkawi banyak tempat wisata pantai dan pulau-pulau kecil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus