Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Diam itu emas

Lomba diam, berdiri tanpa bergerak di semarang, menciptakan rekor baru dunia. pemenang pria, sunardi, 26 mahasiswa ikip semarang. pemenang wanita, eni setyorini. (hb)

26 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REKOR baru untuk urusan diam (sambil berdiri, tanpa bergerak sedikit pun, kecuali menarik napas dan mengedipkan mata), akhirnya tercipta di Semarang Senin lalu. Sunardi, 26, mahasiswa program diploma IKIP Semarang, menerobos prestasi itu pada pukul 00.15 WIB, setelah berdiri dengan bersedekap selama 15 jam 25 menit. "Rasanya, saya masih kuat dua atau tiga jam lagi. Tapi penonton resah, dan saingan saya sudah tak ada lagi," kata Sunardi. "Yang lebih penting, rekor dunia sudah saya pegang. Lagi pula, esoknya saya ujian." Peserta lomba yang pertama ini 102 orang, 18 di antaranya wanita. Saingan terdekat Sunardi adalah Mitfah Yasin dari Pekalongan. Untuk wanita, pemenangnya Eni Setyorini, 25, mahasiswi Universitas Katolik Sugiyopranoto, Semarang. Dia sudah bertahan 10 jam 30 menit 13 detik ketika tiba-tiba kakinya terasa kejang. Sampai saat ini, sepanjang yang sudah dilaporkan ke Panitia Buku Rekor Dunia Guiness di Inggris, rekor diam untuk putra dipegang Willie Nugent, 37, Inggris -- 13 jam, Juni tahun lalu. Namun, menurut Dr. Blackwell, Direktur British Council yang sengaja diundang ke Semarang, rekor Nugent itu tidak berdasarkan lomba. Hanya demonstrasi yang disaksikan beberapa orang. Menurut Blackwell, "Lomba diam di Semarang ini yang pertama diadakan di dunia." Juga Eni mencatat rekor baru untuk putri. Sebelumnya catatan waktu terlama -- juga tanpa lomba -- dipegang Mardena Odom, 16, gadis Amerika Serikat -- hanya 5 jam 32 menit, alias separuh lebih sedikit dari prestasi Eni. Tumbangnya dua rekor membisu itu membuat Gubernur Ja-Teng, Ismail, berseri-seri. Senin malam lalu langsung diadakan upacara penandatanganan dokumen rekor di depan notaris -- oleh, antara lain Ismail, Blackwell, dan Jaya Suprana, ketua panitia. Dokumen dikirimkan bulan ini juga ke Inggris. Jaya Suprana -- pengusaha, pianis, kartunis, humoris, yang suka mengadakan lomba aneh-aneh -- semula tak memperkirakan bakal dilampauinya rekor dunia. Gedung Pancasila, Semarang, yang berpendingin udara itu, cukup sejuk untuk seratusan peserta dan 73 juri yang bergantian mengawasi. Namun, penonton, yang membayar karcis Rp 500 seorang, datang membanjir -- dan suhu udara pun naik menjadi 27 derajat Celsius. "Lebih panas dari London," gurau Jaya Suprana. Lalu, menjelang malam, nyamuk Semarang yang terkenal ganas itu mulai berbondong datang. Jarak antara peserta dan penonton lebih dari tiga meter. Antara para peserta sendiri terdapat jarak dua rentangan tangan -- dengan begitu seorang peserta yang jatuh tak akan mengganggu rekannya yang sedang khusyuk. Pengunjung pun tak dibolehkan berisik, juga memotret dengan lampu blitz. Toh, puluhan peserta tumbang pada jam-jam pertama. Waktu terpendek tercatat atas nama Suroso, dari Yogya -- 24 menit. Sunardi dan Eni boleh disebut orang-orang yang terbiasa berlatih diam -- walau tak pernah latihan khusus diam berdiri. Sunardi biasa mutih hanya makan nasi -- dan tidak tidur sehari semalam. Ia mengaku tetap salat di dalam hati, ketika azan terdengar di masjid seberang gedung. Dua setagen melilit di perutnya. "Agar saya bisa mengambil pernapasan yang stabil," kata pemuda yang berhak hadiah Rp 500.000. Adapun Eni, selama berdiri mematung itu, membaca wirid di hati. "Saya yakin doa itu akan membuat saya kuat," kata gadis yang sejak kecil sudah biasa puasa SeninKamis ini. Ayah Eni, Letkol (pur) Noto Kuwoto, mendampingi dari jauh. "Saya ikut berpuasa hari ini," kata Pak Noto. Tetapi yang juga mendorong Eni ialah perasaannya yang seolah-olah mendengar penonton mengejek, "Alaaah, masa Mbak kuat." Eni, yang hidung dan tangannya bengkak diserang nyamuk, berhak atas hadiah uang Rp 245.000 lebih sedikit, karena diukur dari rekor wanita yang masih di bawah 13 jam. Prestasi itu tentu bukan bukti bahwa bangsa Indonesia paling pandai membisu. Putu Setia, Laporan Biro Ja-Teng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus