Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - GKR Bendara mengunggah foto berupa surat dari kakaknya, GKR Condrokirono yang ditujukan untuk Nanang Syaifurozi, Ketua Muslim United. Surat berisi penolakan atas pengajuan permohonan menggunakan Kagungan Dalem Masjid Gedhe Karaton serta halaman, Ndalem Pengulon, dan Alun- alun Utara sisi barat itu diunggahnya di akun Instagramnya, Rabu, 9 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Himbauan yah bahwa ini surat berlaku dan sah,” kata putri bungsu Sultan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ia menegaskan, kakaknya adalah pemilik Masjid Gede Kagungan Dalem. “Pemilik statusnya lebih tinggi dari pada panitia atau takmir,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan poster yang telah disebarkan dan ditempel panitia, mereka akan menggelar Forum Ukhuwah Islamiyah pada 11-13 Oktober 2019. Acara yang bertajuk Sedulur Saklawase itu akan diisi kegiatan Muslim Expo, Tablig Akbar, aktivitas sosial, festival makanan, Perkumpulan Komunitas Muslim, dan Pojok Anak-anak.
GKR Bendara, salah satu putri Sri Sultan HB X. Sumber Instagram
Mereka sebelumnya meminta izin kepada lembaga Wahono Sarto Kriyo dan mendapatkan izin. Tapi setelah melihat skala acara itu nasional, muncul surat pembatalan yang ditandatangani KGPH Hadiwinoto.
“Kalau yang punya rumah gak kasih izin untuk dipakai, tapi tetap ngotot memakai artinya mereka masyarakat yang taat peraturan dan tata karma tidak yah?” tulis GKR Bendara.
Putri raja bernama lahir Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni ini pun mengimbau kepada masyarakat Yogyakarta agar tidak datang di sekitaran Alun-alun pada 11-13 Oktober 2019. “Karena kelihatannya ada unsur kesengajaan dan provokasi,” ucapnya sambil memberikan tagar #jogjacintadamai, #jogjatoleran, dan #caritempatlainaja.
Unggahan GKR Bendara ini memunculkan tanggapan pro dan kontra. Sebagian mendukung langkah keraton tapi ada juga yang merasa mendapatkan perlakuan tidak adil. “Kalau mereka tetap ngeyel ya ambil cara hukum saja. Ini negara hukum, bukan miliki kelompok tertentu,” kata pendukung langkah Keraton Yogyakarta.
Sebaliknya, mereka yang merasa diperlakukan tidak adil dilayani dengan sabar oleh Reni. “Jogja juga ciptaan Allah, tanpa kun fayakuun tidak akan ada kita ini. Kenapa Kanjeng pakai hashtag yang provokatif? Mohon maaf sebelumnya, sepertinya yang kenal tata karma dan sopan santun bukan orang Jogja saja kanjeng,” ujar @ririzkia. Komentar ini dijawab oleh GKR Bendara. “Yang provokatif yang mana Mbak?”