Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Hiking Menelusuri Bukit Campuhan Ubud yang Viral di Instagram

Bukit Campuhan Ubud memang Instagramable, ada belasan ribu foto yang beredar di jejaring sosial itu. Mengoda Hiking

14 Februari 2018 | 08.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Panorama Bukit Campuhan, Ubud, Minggu, 11 Februari 2018. Tempo/Francisca Christy Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Gianyar - Bukit Campuhan di Ubud memang Instagramable. Belakangan, sekitar 11.820 unggahan di media sosial berbagi gambar Instagram muncul dengan tagar #campuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Potret-potret yang beredar mengenai Bukit Campuhan umumnya menggambarkan bentang panorama sebuah bukit dikelilingi rerumputan hijau. Bukit itu membentuk bangun prisma dengan jurang di sayap kanan dan kirinya. Di bagian tengah bukit, terdapat jalan setapak sebagai pembelahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jalan inilah yang ikonis di Bukit Campuhan. Orang-orang sering berfoto dengan gaya memakai floppy hat dengan aksi pura-pura berlari.

Bukit Campuhan konon letaknya sembunyi. Padahal lokasinya di tengah Kota Ubud. Memang, tak ada petunjuk pasti untuk memulai hiking. Informasi yang beredar di dunia maya pun sumir, tak cukup detail.

Ada yang mengatakan pengunjung bisa masuk dari Ibah Villas yang sebetulnya merupakan area privat. Ada juga yang menyebut pengunjung dapat memulai hiking dari Karsa Kafe.

Penasaran, saya lantas mengunjungi bukit itu, Minggu, 11 Februari lalu. Saya memulai perjalanan dari Pasar Ubud menuju Karsa Kafe, mengendarai sepeda motor. Opsi kedua saya pilih lantaran sebelumnya gagal menembus jalan menuju Ibah Villas.

Waktu perjalanan ke Karsa Kafe dari Pasar Ubud cukup singkat, kira-kira 20 menit. Meski begitu, jalur yang ditempuh tergolong sulit. Motor harus membelah jalanan berliku, juga tanjakan tinggi. Namun, pemandangan hamparan sawah di kanan-kirinya melegakan pandangan.

Meski termasuk kawasan pedesaan, akses jalan menuju Kafe Karsa sudah cukup mulus. Jalurnya beraspal dan hampir nihil lubang.

Kafe Karsa terletak di kanan jalan dari arah Ubud. Bangunannya sudah tampak dari kejauhan karena hanya kafe itu satu-satunya bangunan paling tampak besar di sana. Di sampingnya terdapat sebuah jalan setapak. Menurut informasi dari dunia maya, dari sinilah orang bisa memulai hiking.

Saya juga melihat beberapa turis asing memarkir kendaraan di kafe dan memulai perjalanan dari sana. Namun seorang pramusaji di kafe itu menginformasikan bahwa saya lebih baik memulai hiking dari ujung jalan buntu, kira-kira 500 meter dari kafe ini. Sebab, jarak tempuhnya lebih dekat.

Dari Kafe Karsa, saya melanjutkan perjalanan, menyusur jalanan. Medan menuju jalan buntu yang dimaksud cukup membikin tangan lelah mengatur gas lantaran banyak lubang.  Suasananya pun nyenyat, seperti di pelosok desa.

Mendekati jalan buntu, saya menemukan banyak galeri lukisan di rumah-rumah penduduk lokal. Ini seperti oase.

Di ujung jalan, terdapat plang papan bertuliskan “jalan buntu”. Saya memarkir kendaraan di samping plang itu. Jalur pertama yang saya lalui adalah jalan setapak dengan kanan dan kiri pepohonan, mirip hutan mini.

Jalanan itu naik-turun, membuat ritme napas tak teratur. Beberapa kali, saya berpapasan dengan turis asing sedang bersepeda atau lari pagi. Ada pula sekelompok penduduk lokal yang sedang menggiatkan aksi bersih-bersih sampah di sekitar bukit.

Panjang rute jalan menyusuri bukit itu 2 kilometer. Bukit itu tak berpuncak. Namun ada spot paling favorit yang sering disebut sebagai golden spot. Letaknya di tengah bukit.

Spot ini menyajikan hamparan padang rumput, mirip sabana di Gunung Merbabu. Tak ada pohon-pohon di kanan-kiri jalan setapak itu. Hanya ada segelintir pohon kelapa, itu pun berjarak puluhan langkah. Ternyata inilah spot favorit yang acap diunggah traveler di Instagram.

Beberapa turis datang hanya untuk berfoto di spot ini, lalu balik pulang, tak melanjutkan perjalanan menuju ekor bukit.

Waktu tempuh menuju golden spot Bukit Campuhan tanpa istirahat kira-kira 30 menit. Sedangkan untuk menyusurinya, diperlukan waktu kira-kira 1 jam.

Waktu terbaik untuk hiking adalah pagi sebelum pukul 10.00 dan sore selepas pukul 16.00. Pada jam tersebut, cahaya sedang sangat ideal: tak terlalu terik, juga tak temaram.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput politik untuk kanal nasional.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus