Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Makassar - Siang menjelang sore, di hari Imlek, Jumat, 16 Februari, warga Tionghoa terlihat bergantian masuk Klenteng Xian Ma untuk berdoa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum berdoa, masyarakat terlihat mengambil kertas yang telah disiapkan dengan tiga warna; merah muda, merah, dan kuning. Mereka menuslikan nama dan alamat di atas pita harapan, dan doa kepada dewa-dewi dan sang Buddha. Setelah itu digantung di atas pohon pengharapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Makna kertas yang digantung itu sebenarnya doa,” kata Ketua Generasi Muda Khonghucu Sulawesi Selatan, Erfan Sutono, Jumat 16 Februari.
Selain kertas ada berbagai macam kue, buah-buahan, dan lilin. Menurut Erfan, lilin yang menyala terus itu berarti agar iman terus menyala di dalam hati. “Ini maknanya pengharapan di tahun akan datang,” ucap pria berbaju merah ini.
Karena itu, dia berharap di tahun baru ini bisa senantiasa memperbarui dirinya, sesuai yang ada di dalam kita susu, kitab suci agama Khonghucu.
Sedangkan kue keranjang yang bertingkat bersifat lengket. Sehingga mereka memaknainya dengan kesatuan. Selanjutnya kue bak pao, dengan harapan senantiasa mekar, usaha karir senantiasa berkembang terus. “Jadi keliru kalau dianggap hanya sesajian saja, ada filosofinya.”
Ada juga kue mangkok merah dan srikaya, yang berarti senantiasa kaya bukan materi saja melainkan kesehatan dan teman.
Tak lupa ada buah-buahan yang tersaji di atas tempat sembahyang. Apel identik dengan ping an yang artinya senantiasa diberikan kesehatan jasmani dan rohani, serta jeruk dan pisang melambangkan pengharapan.
“Di klenteng identik warna merah karena melambangkan kebahagiaan,” ujar pria kelahiran Ujung Pandang ini. Dari pantauan Tempo saat memasuki klenteng, sebelah kanan dipenuhi lilin yang menyala dan sebelah kiri ada masyarakat yang menunggu pembagian ang pao.
Simak artikel lainnya seputar Imlek 2018 di Tempo.co.
DIDIT HARIYADI