TEMPO.CO, Pagaralam - Kota Pagaralam selama ini tenar dengan objek wisata alam Gunung Dempo, hamparan ribuan hektar kebun teh dan sayur-mayur di sekelilingnya. Selain itu di kota yang berjarak sekitar 280 km dari kota Palembang ke arah Pendopo, Kabupaten Empat Lawang ini, menjanjikan kenikmatan luar biasa bagi penikmat kopi.
Di sanalah tempat kopi Pagaralam tumbuh, dan menjadi salah satu kopi berkualitas di Indonesia. Kopi Pagaralam kian ngepop ketika destinasi wisata baru bermunculan -- salah satunya yang sedang naik daun saat ini adalah Camping Groud Rizal (CGR). CGR dikembangkan oleh Marlyn Rizal, pengusaha muda asal Pelang Kenidai yang bermukim di Jakarta.
Saat malam tiba, wisatawan dapat menghangatkan tubuh di sekeliling api unggun sembari menikmati kambing guling, kopi Pagaralam, dan aneka hidangan khas suku Besemah -- warga asli Pagaralam. Bahkan nama Besemah, diabadikan sebagai varian kopi Pagaralam: kopi robusta Besemah, yang jadi ikon kopi Sumatera Selatan.
Kopi Pagaralam memang segar dinikmati pada pagi maupun sore, dalam suasana sejuk seperti di CGR. Kesegaran kopi itu membuat stamina terlecut, setela setelah bermalam di dalam tenda sembari bermalas-malasan dalam hawa yang sejuk.
Tenda-tenda di Camping Ground Rizal berada di tepi sungai yang bisa digunakan untuk tubing. TEMPO/Parliza Hendrawan
Apalagi yang lebih indah dibanding kopi Pagaralam ditemani kicauan burung dari sela-sela pepohonan yang menghijau? Pagi di CGR dengan suara riak air di sepanjang aliran Sungai Lematang, Desa Pelang Kenidai, memang membuat perasaan riang.
Bila dirasa sudah siap secara fisik disertai dengan kondisi cuaca yang bersahabat, menurut Marlyn pengelola mengajak pelancong menjajal arus Sungai Lematang yang belum tercemar dengan menggunakan perahu karet. “Lintasan arung jeramnya sepanjang 2 km bisa dinikmati siapa saja,” kata Marlyn Rizal, Sabtu, 4 Januari 2020.
CGR di Desa Pelang Kenidai hanya berjarak sekitar 30 menit dari pusat Kota Pagaralam. Semua jenis kendaraan pribadi roda dua dan empat bisa menembus hingga ke dalam kawasan seluas tiga hektar itu. Sabtu kemarin, TEMPO sempat menyambangi itu dengan menggunakan kendaraan pribadi.
Selepas dari jalan lintas sumatera dari arah kota, saya berbelok ke kanan menelusuru jalan desa sepanjang 5 km. Takjub memang, karena mata disuguhi hamparan kebun kopi masyarakat setempat. Selain itu jalanan yang naik, turun dan berkelok membuat saya teringat akses menuju Serambang Park di Ngawi, Jawa Timur.
Kata Marlyn, selain menjadi sarana berkemah dan arung jeram yang menantang di CGR juga bisa menjajal mental dan selera muda lewat rafting, tubing, fun outbond, dan ditutup dengan acara barbeque. Harga yang ditawarkan sangat bervariasi mulai dari Rp25.000/pax hingga Rp320.000/pax.
Bahkan kata Marlyn, pihaknya bisa menyipakan paket liburan yang menyesuaikan dengan budget para pelancong. Dicontohkanya, paket camping grup dimulai Rp320.000/pax minimal 20 orang, dalam paket itu pelancong akan mendapatkan fasilitas tiket camping dan kendaraan, tenda dome berkapasitas dua sampai sembilan orang, sleeping bag, api unggun, alat masak, tubing 1 km, outbound game dan barbeque.
“Semua kebutuhan tamu kami siapkan mulai dari tenda, perahu karet, ban dan peralatan masak sekalipun kami ada,” ujarnya.
Sementara itu Sekretris Daerah Pagaralam, Samsul Bahri Burlian mengatakan pihaknya sudah menyiapkan destinasi wisata baru yang berada tidak jauh dari pusat kota Pagaralam. Sedangkan objek wisata yang sudah ada telah mengalami perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan bagi pelancong.
Wisatawan sedang menikmati tubing melintasi Sungai Lematang, Desa Pelang Kenidai, Pagaralam, yang dikelola Camping Ground Rizal, TEMPO/Parliza Hendrawan
Semua objek wisata itu dia pastikan berada di luar hutang lindung yang belakangan ini diketahui sebagai tempat berkembang biaknya Harimau Sumatera. Destinasi yang terbilang baru tersebut berupa Rizal Camping Ground di Pelang Kenidai.
Selain itu katanya Pagaralam kini juga memiliki taman bunga matahari, rumah hobbit, bangunan dan objek foto dengan nuansa Eropa. Selain itu ada juga taman dan rumah kelinci. "Hanya saja untuk pendakian ke Gunung Dempo kami tetap menekankan untuk lebih waspada utamanya disekitar hutan lindung," katanya.
PARLIZA HENDRAWAN