Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Ini Masjid Tertua di Bali, yang Berada di Tengah Kampung Muslim

Masjid Nurul Huda di Gelgel Klungkung ini didirikan akhir abad 13, tapi kemudian dipugar dan hanya menara dan mimbar yang tidak mengalami perubahan.

16 Juni 2018 | 09.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menara menjadi satu-satu bangunan yang tidak dipugar dari masjid tertua di Bali yang berada di Gelgel, Klungkung ini. (Tempo/Charisma Adristy)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Azan asar belum bergema, beberapa anak berbaju koko dan bercelana panjang sudah duduk-duduk di tangga masjid Nurul Huda, Desa Gelgel, Klungkung, Bali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak ada yang menunjukkan tempat ibadah ini berbeda dari masjid pada umumnya. Berdiri megah dan nyata sekali merupakan bangunan baru. Hanya, menara setinggi 17 meter masih berciri lawas. Juga masih lengkap dengan pintu kayu berukir. “Baru direnovasi dan tidak ada bangunan lama yang tersisa,” ujar penjaga masjid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesungguhnya bangunan masjid pertama dibangun pada akhir abad ke-13 dan merupakan jejak masuknya Islam ke Pulau Dewata. Sejak 1970-an, renovasi terus dilakukan hingga kini dan menjelma menjadi sebuah masjid nan megah.

“Yang tertinggal (dari zaman dulu) hanya mimbarnya,” ujar salah seorang imam masjid. Di dalam masjid itu memang ada sebuah mimbar dari kayu berukir, yang berdiri di depan tempat pemberi khotbah.

Masjid Nurul Huda yang berada di Gelgel, Klungkung, Bali berada di tengah kampung Muslim. Bangunan awalnya didirikan pada akhir abad 13. (Tempo/Charisma Adristy)

Itulah bukti satu-satunya dari pasukan Majapahit yang tiba di Gelgel Klungkung saat mengiringi Raja Gelgel, Dalem Ketut Klesir (1380-1460 M), setelah melakukan pertemuan di Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-13. Kala itu, Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M) mengadakan konferensi kerajaan-kerajaan seluruh Nusantara. Ketika hendak kembali ke Bali, Raja Gelgel dikawal 40 prajurit Kerajaan Majapahit.

Pasukan tersebut beragama Islam. Selain menetap, dengan seizin raja, mereka mendirikan tempat ibadah dan menyebarkan agama Islam.

Di sekitar masjid pun menjadi kampung dengan warga muslim. Ada sekitar 300 kepala keluarga. Kini, bahkan, tidak terbatas pada warga Bali, tapi ada juga kaum pendatang yang kebanyakan beragama Islam tinggal di kampung tersebut.

Pantas saja, anak-anak yang mengaji sore itu ketika saya tanya beberapa mengaku bukan dari Bali. Anak-anak mengaji hampir setiap sore. Setelah asar hingga magrib, masjid selalu dipenuhi anak-anak.

Suasana kampung muslim di Gelgel, Klungkung, Bali. Masjid berdiri tidak jauh dari pura, kehidupan warga yang berbeda agama terjalin harmonis. (Tempo/Charisma Adristy)

Masjid berada di jalan Waturenggong, yang termasuk jalan utama di Kampung Gelgel. Di ujung jalan, berdiri pura lengkap dengan penjor di bagian depannya. Kehidupan pemeluk Islam dan Hindu berjalan dengan harmonis.

Sang penjaga masjid, mengaku asli dari Bali. Hingga cucunya pun masih beragama Islam. Ia mengatakan, meski orang Bali, tidak memiliki embel-embel seperti pada umumnya. Pada namanya tidak ada tambahan wayan, made, dan lain-lain. “Ada juga yang seperti itu, tapi di banjar lain,” ucapnya.

Di samping dan di seberang masjid berdiri kedai-kedai dengan label halal. Tetap dengan makanan khas Bali, seperti nasi campur, tapi dijamin aman dikonsumsi kaum muslim.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus