Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepenggal nostalgia itu hadir lewat alunan suara khas Robin Gibb di Plenary Hall Jakarta Convention Center, Senin malam pekan lalu. Dengan suara vibratonya, ia melantunkan I Started a Joke yang pernah populer 38 tahun silam. Sebuah lagu yang telah beratus kali dinyanyikan Robin, namun syairnya masih begitu kerap dibicarakan banyak orang.
Tapi kekuatan Robin Gibb—juga Bee Gees—tentu saja bukan cuma lirik. Karakter vokal Robin yang khas itu terasa benar-benar mengena kala ia membawakan Holiday dan Saved by the Bell. Itulah vokal yang kemudian menjadi trademark kelompok Bee Gees, grup band legendaris yang ia bentuk bersama dua saudaranya, Barry Gibb dan mendiang Maurice Gibb.
Dan konser Robin Gibb malam itu memang membawakan lagu-lagu kondang Bee Gees, antara lain New York Mining Disaster 1941, Massachusetts, To Love Somebody, Words, How Deep is Your Love, Tragedy, hingga Stayin’ Alive. Boleh dibilang kehadiran Robin dalam konser bertajuk ”Robin Gibb World Tour 2006” itu menjadi jembatan kenangan para penonton, yang rata-rata berusia di atas 40 tahun, dengan lagu-lagu Bee Gees. Namun, apa boleh buat, malam itu kelompok Bee Gees hadir tanpa harmoni sekaya tiga Gibb bersaudara itu sebelumnya.
Ada 21 lagu yang dibawakannya, dan Robin menggandeng tiga penyanyi pendukung, buat mengisi elemen suara Bee Gees yang hilang itu. Sayang sekali kehadiran mereka tak banyak mendukung penampilan Robin di atas panggung—lebih sebagai penari latar. Robin tampak kaku lantaran tidak komunikatif di depan sekitar 2.500 penonton. Penyanyi bermata dan berambut cokelat itu hanya menyapa penonton di awal konser. Begitu pula saat pergantian lagu satu ke lagu berikutnya, ia hanya menyebut judul lagu yang akan dibawakan selanjutnya—tanpa ada upaya bercakap-cakap dengan para pemujanya yang telah merogoh kocek Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Dan untuk lagu-lagu berirama disko, Robin juga tak lagi menggunakan teknik falsetto—suara melengking-lengking. Padahal, memasuki dekade 1970 dan 1980 teknik itu menjadi ciri khas Bee Gees. Malam itu, ketika membawakan lagu Tragedy, You Should be Dancing, dan Stayin’ Alive, Robin melantunkannya dengan suara datar. Tak ada suara yang melengking-lengking.
Boleh jadi, penampilannya itu terkait dengan staminanya yang mulai turun. Seperti kita ketahui, penyanyi bernama lengkap Robin Hugh Gibb, yang lahir di Isle of Man, Inggris, itu telah berusia 56 tahun. Apalagi sehari sebelumnya ia juga menggelar konser serupa di Cina. Ia bekas bintang panggung, dan fisiknya tidak sekuat dulu. Pada hari konsernya ia kelelahan, sampai-sampai jadwal bertemu dengan para wartawan sebelum pertunjukan dibatalkan. Katanya, Robin butuh istirahat lebih banyak.
Ya, semua itu membuat penampilan Robin terasa kurang maksimal. Staying Alive bergerak dalam irama disko, tapi ia tidak banyak menggerakkan tubuhnya. Di atas panggung, Robin hanya menggerak-gerakkan satu kakinya, sambil seraya tetap memegang tongkat mikrofon. Padahal para penonton di hadapannya sangat bersemangat bergoyang mengikuti irama lagu yang dibawakannya.
Staminanya yang mulai kendur juga terasa ketika ia membawakan lagu dengan lengkingan tinggi. Saat lagu itu memasuki fase vokal yang melengking, suara Robin seperti tak bisa menjangkaunya. Dan siasatnya, penyanyi pendukungnyalah yang menggantikan.
Mungkin kurang bijak bila menuntut seorang Robin Gibb identik dengan Bee Gees. Karena Robin Gibb yang beranjak senja dan malam itu diiringi Twilite Orchestra itu memang bukan Bee Gees.
Nurdin Kalim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo