Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Buton - Jalan-jalan ke Bau-bau, kota terbesar di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, seperti menikmati paket lengkap sebuah liburan akhir tahun. Bagaimana tidak, dari kekayaan sejarah hingga keindahan panorama tersedia di kawasan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya itu, Bau-bau pun bak seperti Nusantara kecil, karena hampir semua etnis di republik seperti ada wakilnya di kota Baubau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eksistensi Baubau tak dapat dipisahkan dari sejarah Kesultanan Buton. Sejak lama, kota yang dipisahkan daratan dan lautan sepanjang 1.995,3 kilometer dari Jakarta ini sudah dikenal beragam suku bangsa di Nusantara dan dunia.
Hal itu terjadi berkat kekayaan alam dan posisinya yang penting dalam perdagangan maritim. Naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca, pujangga yang hidup di zaman Kerajaan Majapahit, sudah menyebut Buton pada 1365 Masehi (Ihsana, 2017).Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. youtube.com
Sebagian jejak warisan orang-orang terdahulu, terwujud indah dalam arsitektur bangunan, kesusastraan, legenda, maupun nilai-nilai budaya masyarakat Buton. Semua itu masih dapat dijumpai dan dirasakan kehadirannya hingga kini.
Pada linimasa yang berbeda, sejumlah kapal milik PT Pelni (Persero) seperti Kapal Motor Bukit Siguntang, KM Ciremai, dan KM Dobonsolo juga memasukkan Baubau ke dalam rute pelayarannya di wilayah tengah dan timur Nusantara.
Baubau pun merupakan salah satu pintu masuk ke Pulau Wangi-Wangi, pulau yang menjadi pintu gerbang menuju Taman Laut Wakatobi yang masyhur.
Lingkungan kota relatif bersih dan hijau. Cocok untuk dijelajahi degan nyaman. Terlihat wajah kekinian kota hadir dengan beragam keunikan ikon yang menunjukkan akulturasi budaya lokal dan asing di masa silam.
Mari mampir ke adalah Masjid Agung Keraton (Masigi Ogena) dan Benteng Keraton. Bangunan pelindung keratin itu membentang sepanjang 2,74 kilometer dan mengelilingi area seluas 22,8 hektare.
Benting ini diyakini sebagai yang terluas di dunia. Benteng tersebut dilengkapi gudang mesiu dan beragam gerbang (lawana), seperti: Lawana Waborobo, Kampebuni, Wandailolo, Lanto, Rakia, Gundu-Gundu, Lantongau, Melai, Burukene, Bariya, dan Kalau.Monumen Naga di kota Baubau, Sulawesi Tenggara. ANTARA/Zabur Karuru
Di dalam lingkungan benteng ini pula, Masjid Agung Keraton, makam Sultan Murhum Kaimudin Khalifatul Khamis, Raja Buton VI, berada. Dialah yang mengubah sistem pemerintahan kerajaan menjadi kesultanan pada 1541 Masehi sekaligus menjadi Sultan pertama Buton setelah memeluk Islam.
Di kawasan ini pula beberapa bangunan bersejarah peninggalan Kesultanan Buton lainnya berdiri.
Di luar masjid dan benteng, Kota Baubau pun terhampar pesona keindahan bahari dan alam perbukitan yang menawan. Juga ada banyak pilihan tujuan wisata lain: Pantai Nirwana, Lakeba, Kolagana, Sulaa, Kamali dan Kotamara; Cagar Alam Wakonti; Pemandian Alam Bungi; Bukit Kalampa; Air Terjun Samparona dan Terjun Lagawuna; Gua Lakasa dan Kaisabu; Batu Poaro; serta Permandian Kelapa Gading Ngkaring-Ngkaring.
Kota Bau-bau memang paket lengkap untuk berlibur akhir tahun.
ANTARA
Berita lain: