Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOTA Tua Vilnius atau Senamiestis menjadi obyek wisata andalan ibu kota Lituania. Area seluas 359 hektare itu membentang dari tepi Sungai Neris di utara hingga stasiun kereta api di selatan. Diapit subdistrik Naujamiestis di barat dan Republik Uzupis di timur, Senamiestis dianggap kota abad pertengahan terbesar yang bertahan di Eropa Utara dan Tengah. Setidaknya ada 30 museum, 25 rumah ibadah, dan lima pusat seni. UNESCO menetapkan bangunan-bangunan bergaya gotik, renaisans, barok, dan klasik itu sebagai Warisan Dunia pada 1994.
Sudah lewat tengah hari pada Kamis, 8 Desember lalu, ketika sopir minibus yang kami sapa Mr Rocker itu berhenti di depan alun-alun balai kota atau Vilnius Rotušės. Kami, rombongan jurnalis dari Jakarta, tak mendekati bangunan bergaya neoklasik itu, cuma berswafoto di alun-alun yang saljunya sedang dibersihkan traktor kecil. Kami mampir di Restoran Lokys di Stiklių gatvė (gatvė=jalan). Kawasan ini dulu merupakan ghetto kecil Yahudi. Semua penghuni ghetto itu tewas dalam pembunuhan massal oleh tentara Jerman di Hutan Paneriai pada akhir 1941.
Selesai makan di restoran yang menyuguhkan menu khas Lituania, salah satunya sup akar bit dingin, kami mulai tur Kota Tua secara swadaya. Dari alun-alun balai kota, kami berjalan kaki menuju pusat Kota Tua, alun-alun Katedral Basilika Santo Stanislaus dan Santo Ladislaus atau lebih dikenal dengan Katedral Vilnius melalui Didžioji gatvė. Jalur ini memang rute berjalan kaki yang direkomendasikan untuk turis. Rute itu berawal dari Aušros Vartų gatvė, tempat berdirinya Aušros Vartų (Gerbang Kota) di selatan balai kota.
Gereja Ortodoks Rusia Santo Paraskeve di Kota Tua Vilnius, Lituania, 8 Desember 2022. TEMPO/Dody Hidayat
Di Didžioji gatvė, kami melewati Gereja Ortodoks Rusia Santa Nikolas. Gereja bergaya neo-Bizantium itu konon merupakan yang tercantik dari empat gereja ortodoks Rusia yang ada di Senamiestis. Di jalan itu juga ada Gereja Ortodoks Santo Paraskeve yang di depannya, tepat di seberang Taman Konstantino Sirvydo, terdapat ruang terbuka dengan beberapa stan yang menjajakan cendera mata. Kami singgah di stan milik ibu tua yang fasih berbahasa Inggris. Saya membeli magnet kulkas bergambar Menara Gediminas dan Menara Lonceng Katedral Vilnius.
Kami menghabiskan waktu saat membeli oleh-oleh hingga hari gelap. Pada musim dingin, gelap datang pukul 16.00. Kami melanjutkan tur dengan berjalan di Pilies gatvė. Menurut Govilnius.it, Pilies merupakan jalan tertua di Senamiestis. Raja, utusan Paus, dan utusan negara melewati jalan ini menuju kastil. Dulu, bangsawan serta orang kaya membangun rumah dan profesor Universitas Vilnius tinggal di sini. Kini, rumah-rumah itu menjadi butik mode dan suvenir linen serta restoran kelas atas.
Di ujung Jalan Pilies, tampak alun-alun Katedral yang luas. Istana Adipati Agung berada di sebelah kanan Katedral. Di depan istana, berdiri patung Adipati Agung Gediminas, pemimpin Kadipaten Agung Lituania yang memerintah pada 1315-1341. Gediminas-lah yang mendirikan Vilnius pada 1322. Sebelumnya, Lituania berbentuk kerajaan (1251-1263) dengan Mindaugas sebagai raja pertama dan satu-satunya yang dinobatkan dengan persetujuan Paus. Ketika Mindaugas terbunuh, Lituania kembali ke paganisme dan status kerajaan pun hilang.
Dekorasi pohon Natal untuk merayakan Natal dan Hari Ulang Tahun Kota Vilnius ke-700 di alu-alun Katedral Vilnius, Lituania. TEMPO/Dody Hidayat
Kami mengitari alun-alun Katedral Vilnius. Di pinggir alun-alun, berjejer gerai pedagang kaki lima yang menjajakan penganan, kopi panas, dan gira—minuman fermentasi dari roti hitam. Salju turun tipis di alun-alun yang di salah satu pojoknya berdiri pohon Natal setinggi 22 meter dan berdiameter 25 meter, yang diterangi 700 bola lampu berbentuk lilin. Selain menyambut Natal, pohon itu dihias untuk merayakan 700 tahun Kota Vilnius pada 2023.
Tiara Larasati, anggota staf Konsulat Kehormatan Lituania untuk Indonesia yang menemani kami, menawarkan kopi hangat untuk mengusir dingin. Namun tak seorang pun dari kami menyukai kopi. Ia lalu mengajak kami mendekati rombongan yang seperti meriung di dekat tangga menara. “Di situ ada pemanas,” tutur Tiara menduga. Belum lagi sampai, tiba-tiba Tiara mengajak kami masuk ke dalam Menara Lonceng. “Masih buka,” ujarnya setengah berteriak.
Jam di layar ponsel menunjukkan pukul 16.58. Benar saja, Varpine atau Menara Lonceng masih menerima pengunjung hingga pukul 18.00. Resepsionis wanita paruh baya berkacamata tebal mengatakan tiketnya 6 euro per orang. “Cepatlah naik, lonceng berdentang setengah menit lagi,” ujarnya. Tinggi menara ini 52 meter, tapi pengunjung hanya bisa naik ke lantai teratas setinggi 45 meter. Sejak 2002, enam lonceng dipasang di menara ini dengan berat 475-2.500 kilogram.
Menara ini juga memiliki jam yang hanya ada satu jarum penunjuk waktu. Lonceng kecil akan berdentang satu kali tiap 15 menit, dua kali tiap 30 menit, tiga kali tiap 45 menit, dan empat kali tiap satu jam. Setiap hari pada pukul 17.00, tiap lonceng akan berdentang bergantian selama satu menit. Lonceng mulai berdentang ketika saya masih berada di tangga di bawah lantai teratas. Berdiri dekat lonceng-lonceng itu, dentangannya bisa membuat pusing bagi yang tak kuat.
Katedral Vilnius dan Menara Lonceng Katedral di Lituania, 8 Desember 2022. TEMPO/Dody Hidayat
Ketika saya kembali ke ruang resepsionis, ibu resepsionis tengah menjelaskan sejarah menara yang dibangun pada abad ke-13 itu. Dulunya merupakan menara untuk pertahanan kota, bagian dari kastil bawah, sebelum diubah menjadi Menara Lonceng pada abad ke-16. Itulah sebabnya, dinding yang menghadap jalan tebalnya 4 meter, sedangkan yang dekat Katedral tebalnya 2,8 meter. “Jendela itu aslinya lubang untuk moncong senapan,” ujarnya sambil menunjuk lubang di dinding.
Pintu Menara Lonceng terbuka, seorang bapak dan balita perempuan berdiri di depannya. Ibu resepsionis langsung bereaksi. “Mohon maaf, kami sudah tutup. Datang kembali besok pukul 10.00,” tuturnya. Wajah bapak itu tampak tersenyum, kontras dengan si anak yang cemberut. Kami keluar beriringan dengan keduanya. Hawa dingin langsung menyergap. Suhu malam itu minus 1 derajat Celsius. Kami kembali menelusuri rute berjalan kaki di depan Museum Nasional Lituania. Di halaman museum, berdiri monumen Raja Mindaugas yang duduk di singgasana.
Di kejauhan di belakang museum, tampak Menara Gediminas yang berwarna merah bata. Simbol Vilnius itu tak sempat kami kunjungi. Berada di atas bukit, Menara Gediminas merupakan menara benteng dari kastil atas yang tersisa. Kastil atas didirikan oleh Adipati Agung Gediminas, berupa kastil kayu. Adipati Agung Vytautas menjadikannya kastil batu bata pertama di kota itu pada 1409. Kami terus berjalan menuju minibus yang diparkir Mr Rocker di kantong parkir yang tak jauh dari bantaran Sungai Neris.
DODY HIDAYAT (LITUANIA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo