Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Melihat Sekeping Cerita Desa Wisata Jatiluwih Bali di Pameran Lukisan Yogyakarta

Musim libur sekolah ini pameran seni di sejumlah galeri di Yogyakarta tetap menggeliat dan bisa menjadi jujugan wisatawan yang sedang berlibur.

4 Juli 2024 | 15.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Musim libur sekolah ini pameran seni di sejumlah galeri di Yogyakarta tetap menggeliat. Selain itu dan bisa menjadi jujugan atau tujuan wisatawan yang sedang berlibur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satunya di galeri Kedai Kebun Forum yang berada di kawasan jalan Tirtodipuran. Destinasi ini tempat masih satu jalur dengan Prawirotaman atau Kampung Turis Manca-nya Kota Yogyakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mulai tanggal 3 hingga 10 Juli 2024, Kedai Kebun menyajikan deretan karya perupa asal Bali Putu PW Winata yang menggelar pameran tunggal bertajuk Tutur Jatiluwih.

Dalam pameran lukisan realis itu, Putu menyajikan karya bernuansa dilematis. Seperti panen di sepetak lahan pertanian yang subur namun berbingkai kesuraman yang mengambarkan pergerakan jaman bertajuk 'Karunia Penen Raya'.

Ada pula karya berupa peta Provinsi Bali yang khusus menyorot Jatiluwih dalam kolase hitam putih yang penuh catatan.

Pameran lukisan Tutur Jatiluwih di Kedai Kebun Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono

Ada sekitar 12 karya lukisan yang bisa dinikmati pengunjung dalam pameran tentang sekeping cerita Desa Wisata Jatiluwih Bali tersebut. Terutama tentang ekologi hingga sistem pengairan sawah (subak) tradisional di Bali yang sudah diterapkan ratusan tahun silam.

"Desa Wisata Jatiluwih merupakan kawasan dilindungi karena petani di sana menerapkan sistem pengelolaan sawah ramah lingkungan," kata Putu, Rabu 3 Juli 2024. 

Seri lukisan Subak milik Putu dibuat berdasarkan riset di Jatiluwih yang merupakan bagian dari Lanskap Subak Catur Angga Batukaru, salah satu situs sistem subak pada lanskap budaya Bali yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.

Pameran lukisan Tutur Jatiluwih di Kedai Kebun Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono

Putu mengungkapkan, situasi Jatiluwih yang oleh UNESCO tradisi Subak nya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia itu sekarang sudah berbeda.

Desa wisata yang berada di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Indonesia itu tak sekedar menyajikan panorama khas dataran tinggi dengan sawah berundak serta suhu yang sejuk.

Sebab, sejak ditetapkan sebagai tujuan wisata tahun 2000 silam, kalangan petani di sana yang sebelumnya hanya bertani, beberapa di antaranya mulai gencar merambah usaha lain. Seperti membuka kedai kopi dan jasa penginapan untuk turis.

Hal ini diduga dipicu sektor pertanian yang tak begitu menjanjikan dibanding pariwisata. Putu mengatakan petani di sana tidak mendapatkan hasil layak dari bertani, mereka hanya bisa dua kali panen padahal mereka pakai bahan organik semua yang mahal ongkos produksinya.

Namun ketika petani gencar membuat kedai kopi dan jasa penginapan, dinilai mengancam ekologi di sana.

"Kalau usaha sektor pariwisata di Jatiluwih itu dinilai kian menggeser ekologi di situ maka stampel UNESCO soal Warisan Budaya Dunia dari desa itu akan dicabut," ujar Putu.

Hampir semua tema pameran karya-karya Putu Winata bercerita tentang kondisi lanskap ekologi atau bentang alam.

Novita Riatno selaku manajemen pameran itu menambahkan Putu Winata dalam pameran seni yang berjudul Tutur Jatiluwih menggambarkan fenomena alam dan lanskap agak sedikit berbeda.

"Ia mengabaikan aturan realisme dan perspektif, sehingga karyanya membiarkan alam tumbuh dan meluas diluar kanvas," katanya.

Ia menuturkan, lebih dari sekadar potret lanskap, lukisan Putu Winata adalah bentuk dinamis kehidupan dengan segala kemungkinan. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus