Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon bertemu Raja Keraton sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam lawatannya ke Yogyakarta Sabtu, 23 November 2024. Dalam pertemuan yang dilakukan di Keraton Kilen Yogyakarta itu, turut pula Wakil Menteri Kebudayaan (Wamenbud) Giring Ganesha Djumaryo dan putri bungsu Sultan HB X, GKR Bendara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah persoalan kebudayaan jadi pembahasan dalam pertemuan itu. Lantas, apakah di pertemuan itu juga dibahas soal pengembalian manuskrip Keraton Yogyakarta yang di masa perang dirampas dan saat ini masih disimpan di Inggris?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ya soal (manuskrip Keraton yang disimpan di Inggris) itu juga saya sampaikan kepada Sultan, kami akan coba melakukan upaya pengembalian manuskrip itu dari Inggris," kata Fadli Zon di sela membuka Pekan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Sabtu petang.
7.000 Naskah Kuno
Selama masa penjajahan, ribuan catatan sejarah yang dimiliki Indonesia dirampas ke Eropa, termasuk 7.000-an naskah kuno milik Keraton Yogyakarta. Manuskrip atau naskah kuno Keraton saat itu lenyap setelah peristiwa Geger Sepehi atau Geger Sepoy yang dilakukan Inggris pada 19-20 Juni 1812. Peristiwa itu bertujuan menggulingkan Sultan Hamengkubuwana II yang menolak bekerja sama dengan pemerintahan kolonial.
Penyerbuan ke dalam Keraton Yogyakarta ini melibatkan sekitar 2.000 prajurit yang dipekerjakan Inggris.
Fadli Zon menuturkan, upaya pengembalian manuskrip dari masa akan coba dilakukan pihaknya pasca-pertemuan dengan Sultan itu.
"Kami akan usahakan (mengembalikan), meskipun menurut Sultan HB X sekitar 170 naskah dokumen digitalnya sudah diberikan, tapi sebenarnya jumlahnya lebih banyak dari itu," kata Fadli.
"Nanti ketika kami (pemerintah Indonesia) ada kesempatan bertemu dengan Pemerintah Inggris, kami akan sampaikan agar artefak-artefak termasuk manuskrip Keraton Yogya yang dibawa ketika itu bisa dikembalikan ke Indonesia,"
"Karena itu merupakan hak milik dari kita dan ketika itu masa kolonialisme, ya kami kira banyak negara di dunia sekarang berusaha mengambil kembali artefak-artefaknya," kata Fadli.
Fadli mencontohkan, Mesir juga kini berusaha mengambil mumi-mumi kuno mereka yang di masa lalu juga dijarah dan tersebar di berbagai tempat dunia ini. Begitu juga Yunani yang benda-benda bersejarahnya ada di museum Inggris.
"Nanti kita lihat, apa saja (benda bersejarah Indonesia) yang ada di British Museum dan British Library," kata Fadli.
Upaya Pengembalian
Saat ditanya langkah pemerintah jika Inggris menolak mengembalikan barang-barang rampasan itu, Fadli mengatakan upaya meminta pengembalian itu tetap harus dicoba terus menerus.
"Sejauh ini yang kita tahu memang belum ada dari pihak Pemerintah Inggris (menyatakan) mau mengembalikan," kata dia. "Tapi kita sendiri kan belum mencoba secara resmi, secara formal untuk bicara juga secara langsung, tapi yang kita lihat trennya begitu, belum ada keinginan untuk (mengembalikan) itu," ujar Fadli.
Sedangkan dengan Pemerintah Belanda, Fadli mengatakan bahwa upaya pengembalian sudah lama dimulai meskipun prosesnya sedikit demi sedikit.
"(Komunikasi soal pengembalian barang rampasan masa kolonial dengan Belanda) sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu walaupun artefak (yang kembali) masih sedikit, mudah-mudahan ke.depan semakin banyak," kata dia.
Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta Beny Suharsono yang mendampingi Menbud bertemu Sultan HB X mengatakan, dalam pertemuan itu disinggung pula pengamanan nilai -nilai histori yang ada Keraton Yogyakarta yang sebagian besar ada di The British Library, Yale University Library dan lainya.