Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mengunjungi Empat Masjid Tua Kampung Arab Pekojan di Kawasan Kota Tua Jakarta

Langgar Tinggi menjadi destinasi terakhir walking tour yang ditawarkan UPK Kota Tua Susur Kampung Arab Pekojan selama Ramadan.

31 Maret 2024 | 17.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Langgar Tinggi yang terletak di Jalan Pekojan Raya, Tambora, Jakarta Barat. Bangunan dengan dua lantai ini difungsikan sebagai langgar pada lantai dua, sementara lantai pertama dimanfaatkan sebagai toko. (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pekojan di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, dikenal sebagai permukiman etnis Arab di masa lalu. Kawasan ini menjadi bagian dari sejarah Islam di Jakarta, dengan empat masjid tua yang kini menjadi bangunan cagar budaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemandu UPK Kota Tua mengajak pengunjung menyambangi keempat masjid itu dalam walking tour Ramadan bertema “Susur Kampung Arab Pekojan” setiap Rabu dan Ahad. Tur ini dimulai pada pukul 15.30 dan berlangsung selama 1,5 hingga dua jam.

Masjid Jami Al-Anshor

Masjid pemberhentian pertama yakni Masjid Jami Al-Anshor yang berlokasi sekitar 1,5 km dari Kota Tua. Masjid yang dibangun oleh pendatang Islam dari Malabar, India, pada 1648 itu tak terlihat dari depan jalan karena tertutup rumah warga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pamela Zaelani, salah satu pemandu tur ini, mengatakan bahwa lokasi masjid itu dulunya rawa dan hutan. Para pedagang dari Arab dan India bersinggah ke sana untuk menunaikan shalat lima waktu.

Kini, Masjid Jami Al-Anshor yang ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya merujuk SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0128/M/1988 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475/1993 itu masih difungsikan sebagai tempat salat termasuk ibadah shalat Jumat.

Masjid ini mengusung konsep arsitektur perpaduan India, Cina dan Nusantara. Unsur Nusantara yang masih kentara bisa terlihat dari kayu jati di pintu masuk dan mimbar. Sementara tiang-tiang penyangga masjid yang semula dibuat dari kayu jati kini sudah berganti menjadi marmer.

Lalu, di sebelah kanan mimbar, terdapat makam salah seorang Muslim yang berpengaruh untuk menyebarkan agama Islam di Nusantara, khususnya Batavia.

Masjid Azzawiyah

Para pemandu kemudian mengajak wisatawan beranjak ke masjid bersejarah berikutnya, yakni Masjid Azzawiyah di Jalan Pengukiran No.151. Masjid yang dibangun pada abad ke-17 ini difungsikan oleh pengurus untuk kegiatan mengaji, serta memperdalam Kitab Kuning.

Di sana terdapat sebuah sumur yang diberi nama sumur kesembuhan. Ini terkait erat dengan wabah malaria yang pernah melanda Batavia pada sekitar tahun 1730. Seorang ulama yang menemukan sebuah sumur membacakan doa dan siapa pun yang minum air dari sumur itu kabarnya akan mendapatkan kesembuhan.

Kini, masyarakat termasuk non-Muslim masih diperbolehkan meminum air sumur itu dan membawanya pulang. Sementara itu, wanita yang sedang haid dilarang mendekat ke sumur.

Masjid Jami An-Nawier

Beralih pada masjid berikutnya, yakni Masjid Jami An-Nawier di Jalan Pekojan Raya No. 71. Masjid yang dibangun oleh Sayid Abdullah Bin Husein Al-Aydrus pada tahun 1760 ini mengusung arsitektur bangunan gaya Arab dan neo klasik.

Atap masjid yang merupakan bangunan cagar budaya sejak tahun 2010 itu terdiri dari empat buah atap limasan berbahan genteng. Lalu, atap mihrab berbentuk kubah dan mimbarnya berbahan kayu berwarna cokelat tua.

Sementara itu, plafon masjid masih berupa kayu, seperti aslinya. Plafon ini disangga oleh pilar yang berjumlah 33 buah, sesuai dengan jumlah bacaan dzikir setelah salat fardu. Pintu masjid dibuat lima buah yang menyimbolkan rukun Islam.

Setelah mengamati interior masjid, wisatawan bakal diajak melihat bagian depan masjid yang terletak di seberang sebuah jembatan yang dulunya diberi nama Jembatan Kambing. Sesuai namanya, semula jembatan tersebut difungsikan sebagai tempat lalu lalang pedagang kambing, namun kini menjadi jalur pengendara sepeda motor.

Langgar Tinggi

Tak jauh dari jembatan ini, pemandu mengajak pelancong menuju sebuah bangunan bernama Langgar Tinggi yang terletak di Jalan Pekojan Raya, berada di tepian Kali Angke.

Pemandu wisata Tsaniah mengatakan bangunan dua lantai ini dibangun pada sekitar awal abad ke-19 atau tepatnya tahun 1829 sebagai tempat tinggal pedagang Yaman sekaligus salat, mengaji dan menyiarkan ajaran Islam.

Bangunan di lantai dua yang dijadikan langgar terbuat dari bahan kayu jati Belanda atau sebenarnya kayu pinus, sama dengan mimbarnya. Sementara lantai pertama, yang semula dijadikan penginapan kini difungsikan pengurus langgar sebagai toko untuk menjual wewangian.

Jam menunjukkan pukul 16.52 WIB. Langgar Tinggi menjadi destinasi terakhir walking tour yang ditawarkan UPK Kota Tua "Susur Kampung Arab Pekojan”. Tur ini diharapkan mempromosikan Pekojan yang dikenal juga dengan nama Kampung Arab, sebagai bagian dari Kota Tua.

ANTARA 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus