BEGITU meningkatnya perhatian, sampai-sampai Dewan Kesenian
Jakarta/TlM dan Direktorat Kesenian P&K nyaris bentrok dalam hal
mengatur waktu -- soal mengurus badut-badut. Akhirnya diputuskan
pihak satu silakan meneruskan lomba lawak, sedang lainnya bikin
pekan humor.
Direktorat Kesenian P&K memang berhajat mengadakan festival
lawak. Tujuan mencari badut mukibat dari seluruh Indonesia, dan
itu akan difinalkan Desember mendatang.
Maka tiap daerah pun dipersilakan mencari pelawak lokalnya. Dan
di DKI Jakarta, malam final diselenggarakan di Taman Ismail
Marzuki 13 Nopember lalu -- (lihat box) -- diikuti 10 finalis
yang dicabut dari sekerumunan badut yang sebelumnya telah
jejingkrakan di Gelanggang Mahasiswa Kuningan.
Yang menarik ialah, Ibukota ternyata punya simpanan badut
sedikitnya 62 grup. Apa karena selama 6 bulan terakhir ini sudah
diselenggarakan 5 lomba lawak di Jakarta -- setelah "terhenti"
menurut Krisbiantoro, selama 20 tahun? Yang jelas, "ini
memperlihatkan eksistensi lawak kian menonjol," komentar Kris
yang kali ini ketua panitia DKJ.
Dan Pekan Humor DKJ tentunya akan lebih menegaskan lagi
"tonjolan eksistensi" itu. Apalagi karena acara ini lebih dari
sekedar lomba. Arwah Setiawan, bekas pengasuh majalah lawak
Astaga almarhum, pernah diberi kesempatan ceramah di TIM
tentang humor. Dan Arwah yang tidak juga kesampaian bikin
"Himpunan Humoris Indonesia" maupun akademi lawak itu, datang
pula ke DKJ mengusulkan lomba lawak. DKJ sendiri sudah sejak
bulan Mei mencadangkan waktu buat melaksanakan program oleh
komite teaternya itu. Tapi karena P&K sudah akan mengadakan
lomba, "saya usulkan pekan humor saja," tutur Arwah.
"Ada tujuh acara pokok yang belum pernah diadakan di Indonesia,"
kata Arwah dengan bangga lalu. Di samping lomba lawak, dalam
acara yang bakal dibikin 13 - 20 Desember itu, juga ada
sayembara naskah lawak (28 Oktober- 18 Nopember kemarin),
pergelaran komedi tradisionil, festival film komedi, pameran
humor, diskusi humor, dan malam lawak. Akan ikut repot pula
makhluk-makhluk seperti Mang Udel, Krisbiantoro, Titiek Puspa,
Mang Cepot, Bagio, Mus Mualim.
Dari waktu seminggu Pekan Humor, lomba lawak disediai 2 malam.
Sedang sayembara naskah lawak mengambil bentuk utama tulisan
berupa dialog, siap dipentaskan selama 30 menit, pelaku 25
orang, dan "bisa dikembangkan lebih lanjut," kata Direktur DKJ
Ramadhan KH
Tapi apakah naskah lawak diperlukan? "Kita sih lebih suka
improvisasi. Apalagi kita belum begitu percaya pada kwalitas
naskah," komentar pelawak S. Bagio. Padahal sayembara naskah
diadakan sebagai penyediaan bahan, mengingat materi lawakan
sering hanya mengulang-ulang saja. Toh Bagio sendiri mendukung
usaha itu -- selain menyatakan "tak gentar disaingi." "Yang baru
'kan amatir. Kita profesional," katanya. Ia melihat perbedaan
antara grupnya dengan yang dilakukan Arwah. "Arwah bersifat
tertulis dan gambar. Kita peragaan." Menurut Bagio, yang pernah
duduk di bangku perguruan tinggi, "pelawak baru terlalu lemah.
Mereka tidak dibekali ilmu pengetahuan yang tinggi."
Bagaimana komentar Iskak "Bagus sekali. Di luar negeri banyak
pelawak membawakan naskah," kata Iskak yang tahun ini naik
haji. Toh Ateng mengajukan syarat: "Dalam melawak yang penting
kita bisa menanamkan simpati penonton. Ini tergantung pada
kemampuan pelawaknya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini