Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gus Miftah berkomentar atas kasus hukum yang melibatkan ulama terutama setelah beredar azan hayya alal jihad. Gus Miftah mengatakan siapapun termasuk tokoh petinggi agama harus mempertanggungjawabkan perilakunya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Ia mengatakan proses hukum itu berlaku untuk perilaku bukan untuk sosok. Artinya, siapapun baik itu habaib, ulama, kiai, ustad, dai selama perilakunya ini mengandung unsur pidana maka harus ada proses-proses hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jangan kemudian gara-gara proses hukum itu diberlakukan itu kemudian ada istilah kriminalisasi ulama," kata Gus Miftah dalam video wawancaranya dengan iNews yang diunggah kembali di Instagramnya pada Rabu, 2 Desember 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gus Miftah mengomentari perihal beredarnya video azan hayya alal jihad. Video itu tersebar dari grup Whatsapp Forum Muslim Cyber One (FMCO) yang diduga menjadi sumber video kumandang azan tersebut.
Menurut dia, tidak ada istilah kriminalisasi ulama jika polisi sudah mengumpulkan bukti-bukti atas perbuatan yang melanggar hukum meski dilakukan oleh petinggi agama. "Kalau ada ulama yang berbuat kriminil kemudian ada proses hukum tentunya itu bukan kriminalisasi ulama tapi proses hukum terhadap ulama yang kriminil dan saya meyakini kalau kemudian polisi melakukan itu, tentunya ada bukti yang bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menjelaskan kasus seruan azan hayya alal jihad di kantornya, Kamis, 3 Desember 2020. Tempo/M Yusuf Manurung
Gus Miftah yakin bahwa Indonesia ini merupakan negara yang tunduk pada hukum bukan kepada tokoh siapapun. Berkaitan kasus dugaan ujaran kebencian yang menimpa sejumlah tokoh agama, Gus Miftah merasa itu bukanlah hal yang dapat dibenarkan. "Saya pikir dakwahnya Rasulullah itu tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk membenci siapapun bahkan kepada ahli maksiat sekalipun," katanya.
Gus Miftah juga mengatakan bahwa siapapun tidak boleh saling menghina termasuk habib sekalipun. "Siapapun habibnya tidak boleh dihina karena di dalam diri habib ada darahnya Rasulullah. Boleh habib menghina orang lain? Enggak boleh, masa punya darah Rasulullah menghina orang kan gak pantes," katanya.
Sehingga dengan begitu tidak ada satu orang pun yang pantas untuk melontarkan hinaan kepada orang lain dan mendapatkan hinaan dari orang lain. "Gak ada satupun orang yang boleh kita hina karena Allah itu memuliakan anak cucunya Nabi Adam, makanya kita gak boleh menghina Habib, Habib juga tidak boleh menghina orang lain, dan tidak seorangpun yang boleh kita hina, itu konsep dakwah," katanya.
Adapun kaitannya dengan penangkapan Maheer At-Thuwailibi, Gus Miftah ingin berpesan kepada seluruh pengikutnya di Instagram untuk mematuhi hukum yang ada di Indonesia. "Siapapun yang bersalah yang dihukum adalah perilakunya bukan sosoknya, sehingga tidak ada istilah kriminalisasi ulama atau kriminalisasi Ustadz, tapi semata-mata proses hukum terhadap Kriminil," tulisnya di Instagram pada Kamis, 3 Desember 2020.
Maheer At-Thuwailibi ditangkap di rumahnya, Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah sereal, Kota Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 3 Desember 2020 dini hari. Penangkapan Ustad Maheer berkaitan dengan dugaan tindak pidana berupa menyebarkan kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA melalui media sosial.
MARVELA