Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelaku industri pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY, mendesak adanya kontrol ketat dari pemerintah daerah atas masih maraknya penjualan minuman beralkohol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah asosiasi pariwisata di Kota Gudeg itu mendorong penguatan aturan hukum atau legalisasi penjualan minuman beralkohol sehingga tidak ada pihak yang sembarangan memperjualbelikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sikap ini merespon gencarnya razia penjualan minuman beralkohol di sejumlah titik di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman belakangan terakhir karena tak mengantongi ijin.
"Kontrol pemerintah dibutuhkan agar penjualan minuman beralkohol tidak sembarangan dan menimbulkan dampak buruk khususnya sektor pariwisata," kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY Bobby Ardyanto, Kamis 3 Oktober 2024.
Bobby menuturkan, minuman beralkohol menjadi salah satu elemen sektor pariwisata terutama layanan bar di perhotelan maupun cafe dan restoran yang target pasarnya wisatawan mancanegara. Meski sudah ada aturan perundangan yang mengatur soal penjualan minuman beralkohol ini, namun butuh regulasi pendamping untuk mengawal tegaknya aturan itu di lapangan.
“Yogyakarta hidup dari pariwisata dan sebagian besar yang menjadi pasar wisatawan mancanegara, khususnya Eropa yang memang membutuhkan beberapa hal, termasuk minuman beralkohol,” ungkapnya.
Soal munculnya gerakan massa yang mendesak pemerintah daerah mencabut izin perdagangan minuman beralkohol seperti di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, asosiasi menilai hal itu perlu disikapi dengan bijak.
"Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu bersikap bijak dan lebih meningkatkan koordinasi dan pengawasan," kata dia.
GIPI DIY merekomendasikan agar regulasi dan aturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan penjualan minuman beralkohol harus ditegakkan. Tujuannya, agar tidak menimbulkan dampak negatif yang bersinggungan langsung dengan kehidupan, adat dan budaya di masyarakat.
“Pemerintah daerah perlu melokalisir, membatasi, membuatkan perizinan berdasarkan lokus-lokus bagaimana minuman beralkohol beredar sebagai pendukung pariwisata yang tidak mengganggu kepentingan umum masyarakat,” kata Bobby menambahkan pentingnya perlindungan masyarakat. "Tetapi juga bagaimana sisi penguatan kebutuhan dari sisi pariwisata ke depan juga bisa dilakukan, maka penegagakan regulasi menjadi langkah bijak."
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, menuturkan pihaknya mendukung adanya pengetatan penjualan minuman beralkohol. Walau pariwisata DIY menonjolkan budaya, namun tak bisa dipungkiri minuman beralkohol bagian layanan sektor pariwisata, terutama wisatawan asing yang memiliki kultur mengkonsumsinya.
"Sebenarnya kan sudah ada peraturan baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan daerah yang mengatur minuman beralkohol itu. Misalnya mengatur bahwa minuman beralkohol hanya khusus untuk bagian layanan hotel dan restoran bintang tiga ke atas. Bahkan, ketersediaan minuman beralkohol ini menjadi salah satu syarat atau kriteria bisa dikategorikan hotel atau restoran bintang tiga ke atas," ujarnya.