Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Setelah sekitar tujuh tahun diajukan, akhirnya bangunan peninggalan Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Petrus Albertus van der Parra atau Rumah Cimanggis ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Depok.
“Ini akan menjadi simpul sejarah Depok yang memang di masa lalu adalah kawasan interkulturalisme,” kata sejarawan J.J. Rizal kepada Tempo di Depok, kemarin. “Tentu saja itu identitas sejarah yang penting dirayakan karena sesuai dengan tantangan kekinian.”
Menurut dia, dari sudut pandang sejarah, sebaiknya Rumah Cimanggis, yang dibangun pada 1771, dijadikan museum kebudayaan Indische atau Hindia Belanda, yakni warisan sejarah tentang interkulturalisme yang lebih tinggi dari pluralisme dan multikulturalisme. Dia pun meminta Pemerintah Kota Depok segera membersihkan kawasan Rumah Cimanggis dan menginventarisasi kelengkapan situs di sekitarnya serta berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk menentukan zonasi situs Rumah Cimanggis.
Wali Kota Depok Muhammad Idris mengumumkan penetapan Rumah Cimanggis menjadi cagar budaya pada pekan lalu. “Sudah saya keluarkan SK-nya (surat keputusan tentang cagar budaya),” ujarnya di Lapangan Radio Republik Indonesia (RRI), Depok, Kamis lalu.
Ketua Depok Heritage Community Ratu Farah Diba mengatakan Rumah Cimanggis di kawasan pemancar RRI Depok telah didaftarkan sebagai cagar budaya pada 2011 ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang, yang membawahi berbagai situs sejarah di sebagian wilayah Jawa Barat. Rumah Cimanggis pun terdaftar dan masuk inventarisasi sebagai cagar budaya nomor 009.02.24.04.11.
“Penetapan sebagai cagar budaya harus dilakukan kepala daerah di mana cagar budaya itu berada. Ditetapkannya pun harus melalui peraturan daerah," tutur Ratu kepada Tempo pada 19 Januari lalu.
Bangunan itu sempat akan dirobohkan karena terkena imbas lahan proyek kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menolak Rumah Cimanggis menjadi cagar budaya. "Rumah itu rumah istri kedua dari penjajah yang korup. Masak, situs itu harus ditonjolkan?" katanya. “Apa yang mesti dibanggain?”
Pada Februari lalu, tim ahli cagar budaya Provinsi Jawa Barat mengkaji situs tersebut. Menurut ketua tim, Lutfi Yondri, ada 12 poin rekomendasi hasil kajian untuk Kota Depok, seperti sisi arkeologis, sejarah, arsitektur, serta urgensi menetapkan Rumah Cimanggis sebagai bangunan cagar budaya.
Komunitas Sejarah Depok menemukan pencurian ornamen Rumah Cimanggis, yakni ventilasi atau angin-angin antik dari kayu berukuran 1,62 x 1,48 meter pada Juni lalu. Ornamen itu biasa disebut bovenlicht. Ketua Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) Ferdy Jonathan menilai pencurian terjadi karena Pemerintah Kota Depok tak kunjung menetapkan bangunan itu sebagai situs yang dilindungi.
Ratu Farah Diba pun meminta Kota Depok segera merestorasi bangunan Rumah Cimanggis, yang kini tidak utuh lagi. Jika kelak dijadikan museum, artinya itu adalah museum pertama di Kota Depok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IRSYAN HASYIM (Depok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini