Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Manado - Banyak yang kenal satwa unik Tarsius adanya di taman wisata alam Batuputih, Tangkoko, Bitung. Padahal satwa nocturnal (aktif di malam hari) ini juga terdapat di pulau Siau, salah satu pulau besar di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atau Sitaro, Sulawesi Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sitaro merupakan satu dari tiga kabupaten kepulauan di Sulawesi Utara. Ibukotanya di Ondong dan terletak di pulau Siau. Pulau ini memiliki topografi yang khas karena dekat dengan Gunung Berapi Karangetang yang masih aktif. Untuk mencapai pulau Siau, wisatawan bisa berangkat dari pelabuhan Manado.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pejalanan dengan kapal cepat ditempuh selama 4 jam saja. Begitu lepas dari dermaga Pelabuhan Manado, nikmatilah pemandangan pulau-pulau dan laut yang jernih. Kapal cepat akan melintasi dua pulau yang merupakan bagian dari Sitaro. Dua pulau itu adalah Pulau Biaro yang paling dekat dengan Manado dan pulau Tagulandang, penghasil salak terenak di Sulawesi Utara.
Gunung Karangetang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara. ANTARA
Selain destinasi wisata pantai dan pulau serta bawah air yang mempesona di Pulau Siau, salah satu keunikannya adalah keberadaan Tarsius Tumpara. Hewan unik dengan ukuran telinga dan mata yang besar ini adalah endemik Sitaro. "Tempat ideal melihat Tumpara ada di sekitar Danau Kapeta, dapat ditempuh dengan sepeda motor sekitar 30 menit dari Ulu, pusat perdagangan di pulau Siau," kata Dominik Derek, pemandu wisata yang juga Ketua DPC Himpunan Pramuwisata Indonesia.
Tarsius Tumpara adalah hewan pemanjat dan pelompat jauh yang lihai. Hewan yang hanya berukuran sekitar 10 sampai 15 sentimeter, ini akan meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia mengejar mangsanya berupa serangga atau belalang. Kaki Tarsius Tumpara bisa mencapai dua kali panjang ukuran badannya, yang membantunya menjadi atlet lompat jauh. Jari-jari kakinya membesar di ujung guna menyergap mangsa.
Tarsius Tumpara juga punya keunikan lain, yakni memiliki ekor yang panjang dan mata yang besar dan dapat diputar 180 derajat. "Siapkan senter yang cukup terang agar bisa melihat Tumpara. Hewan ini hanya akan keluar saat menjelang malam," kata Dominik. "Mendengar cuitan Tumpara saat memanggil anggota keluarganya untuk berburu makanan adalah pengalaman menarik."
Biasanya Tarsius Tumpara jantan akan mengeluarkan suara lebih dulu untuk memanggil pasangannya. Jika pasangan ini sudah punya keluarga, anak-anak mereka juga akan membalas ciutan itu. Wisatawan akan takjub dengan konser suara Tarsius yang seolah bernyanyi di telinga.
Tarsius. Dok. Kemenparekraf
Tarsius Tumpara adalah hewan yang tidak dapat hidup tanpa pasangan. Jika pasangannya mati, biasanya Tarsius yang ditinggalkan akan ikut mati. Sebab itu, Tarsius Tumpara disebut sebagai salah satu mahluk hidup yang paling setia. Perlu diingat, Tarsius Tumpara adalah hewan yang dilindungi. Jadi, cukup melihatnya di alam dan jangan coba-coba menangkapnya. Tumpara (Siau island tarsier) bahkan merupakan salah satu primata paling terancam punah dalam IUCN Red List.
"Dengan membiarkannya di alam, orang lain terutama penduduk Siau masih bisa melihatnya di kemudian hari," kata Dominik. Keberadaan Tarsius Tumpara kini menjadi prioritas yang dilihat saat wisatawan berkunjung ke Sitaro. Begitu turis tiba di Siau, mereka langsung bertanya di mana bisa melihat Tarsius Tumpara.
Selain di Danau Kapeta, Tarsius Tumpara bisa dilihat di kampung Beong dan kampung Salili. Di pulau Siau sudah terdapat fasilitas pariwisata, seperti hotel, penginapan, dan rumah makan. Ada juga penyewaan kendaraan untuk berkeliling pulau yang eksotis ini.