Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak melejit ke jajaran penyanyi pop kelas dunia, sepuluh tahun lalu, penggemar Carey di kawasan Asia umumnya hanya menyaksikan penampilan sang diva lewat televisi. Tak mengherankan, kedatangannya di Singapura tak cuma dinantikan penonton lokal. Para penggemarnya terbang dari Indonesia, Malaysia, bahkan Hong Kong, untuk menontonnya menyanyi dalam tur musik yang dia beri nama "The Rainbow Tour".
Dari segi penonton, Carey memang belum menandingi Madonna atau Michael Jackson, yang membuat orang rela menginap di depan loket untuk sebuah tempat duduk. Tapi bukan berarti penggemarnya bisa dihitung dengan jari. Sekitar 27 ribu penontondari 32 ribu tempat duduk yang dijualbersorak, bertepuk tangan, dan menjerit untuknya sepanjang pertunjukan dua jam lebih.
Sebagai "hidangan pembuka", ia melantunkan sebuah lagu lama, Emotions. Carey tampak jelita dalam rok hijau panjang dengan belahan seksi, camisole hijau tua, serta sepatu bertumit sembilan senti. Ia melantunkan sekitar 15 laguyang terbanyak dari album The Rainbow. "Sebetulnya saya ingin sekali mendengarkan lebih banyak lagu-lagu lamanya," ujar Mia Sulastro (25), salah satu dari sekitar 300-an penonton Indonesia.
Apa boleh buat. Ini memang ciri khas tur promosi, ketika sang artis ingin memetik popularitas baru lewat lagu-lagu baru seperti The Rainbow dan Thank God I Found You. Kurang lebih ada 15 nomor dengan warna pop R&B yang dihantarkan si penyanyi berdarah Venezuela-Irlandia ini, malam itu, antara lain Heartbreaker, The Rainbow, I Still Believe in You, Butterfly, Against All Odds, My All, Fantasy, dan Hero. Nomor terakhir ini amat ditunggu-tunggu, tapi baru muncul sebagai encore setelah pertunjukan resmi berakhir.
Tur musik ini sangat didukung penataan panggung dan cahaya yang sempurna. Toh, Carey tidak "tenggelam" di tengah keluasan panggung dan cahaya karena ia tahu betul bagaimana mengisi arena. Umpamanya, lewat komunikasi dengan penonton. Sembari bernyanyi, ia melempar bunga dari atas panggung, melepas sepatu bertumit, mengelap keringat sembari mengomelkan panasnya Singapura, yang mengundang senyum dan tawa. Ia menyalami penonton di baris depan, mengajak mereka naik ke panggung, mengobrol perihal kudapan Singapura, lalu menyuapi mereka satu per satu.
Singkat kata, Mariah Carey mahir membuat penonton "melupakan" harga tiket yang tidak murah: S$ 60 (Rp 260. 000), hingga kelas termahal senilai nilai S$ 260 (Rp 1,4 juta). Penonton memang tidak kecewa soal uang belanja tiket. Namun, sebagian penggemar yang amat menantikan "suara lima oktaf" yang khas Mariah Carey boleh jadi tidak terlalu puas malam itu.
Lagu Emotions, yang biasanya ia bawakan dengan lonjakan nada-nada tinggi, dia lantunkan pada oktaf yang datar-datar saja. Untunglah, di akhir acara, ia menyajikan Hero dengan suara yang jernih dan indah: persis rekaman asli. Dan orang tiba-tiba terkenang ketika si Nona Manis menggegerkan industri musik Amerika pada awal 1990-an dengan suaranya. Daya tahan Carey juga lebih prima dibandingkan dengan pada tur sebelumnya. Ia mampu menyelesaikan empat-lima lagu sebelum mengambil jeda agak panjang.
Mariah Carey adalah sebuah fenomena dalam sejarah musik pop dunia. Kedua orang tuanya bercerai sejak ia berusia tiga tahun. Ibunya, Patricia Carey, seorang penyanyi opera dan pelatih vokal, menemukan suara emas anak bungsu dari tiga bersaudara itu sejak kecil. "Ia bisa mengulang semua nada dengan tepat sejak balita," ujar Patricia suatu ketika. Namun, pemenang Grammy Award 1991untuk kategori Best Pop Vocal Perfomance dan Best New Artistitu baru terjun total ke musik pada 1990. Sehari setelah lulus SMU, ia hijrah ke New York City dan belajar menulis lagu bersama pemain keyboard Ben Margulies.
Karirnya sebagai penyanyi mulai terkuak tatkala ia mengiringi penyanyi dance-pop Brenda K. Starr pada 1989. Si Starr pula yang menyodorkan rekaman demo Mariah Carey kepada bos Columbia Records (CR), Tommy Mottola, di sebuah pesta. Lalu, seperti legenda musik lain, kisah sukses Carey pun dimulai: Mottola mendengarkan rekaman demo itu sembari bersandar di kursi limusin supermewahnya yang melintas jalanan New York City.
Alih-alih mengantuk, Mottolla begitu terpesona mendengar suara yang melengking jernih dari tape mobilnya itu. Bos CR itu kontan mencari Brenda Starr dan minta dipertemukan dengan si pemilik suara. Pertemuan itu bukan hanya melahirkan album rekaman pertama, Mariah Carey (1990) dan Emotions (1991), serta sejumlah album berikutnya. Lebih dari itu, keduanya naik puadai pengantin pada 1993, dalam sebuah pesta mewah yang menghebohkan selebriti Amerika.
Tapi, cinta tidak berpihak pada Carey-Mottola. Keduanya berpisah pada 1997. Toh, perpisahan itu justru menjadi titik penting dalam pendewasaan karir musiknya. Di bawah Mottola, warna pop pada lagu-lagu Carey sangat kuat. Setelah bercerai, Carey mampu membawakan lagu-lagu R&B yang eksotis. Butterfly (1997), yang dia kerjakan selepas perceraian, misalnya, menjadi sebuah album hip-hop yang amat sukses.
Dengan suksesnya pula, Carey memetik aneka penghargaan musik. Di luar Grammy, ia menggondol enam Billboard Music Awardstermasuk Artist of the Decadedan lima American Music Awards. Perkembangan dan pendewasaan musik Carey bisa disaksikan dalam perjalanannya selama 10 tahun terakhir. Ia menulis lagu, menyanyi, menjadi produser, dan "manajer" yang disiplin bagi dirinya sendiri. Seperti itulah yang dia tunjukkan seusai pentas selepas isya di Singapura itu. Pada saat penonton masih tercenung oleh sihirnya, artis seksi yang bertatokan pelangi di punggung kanan ini telah membubung di atas langit Singapura. Sebelum subuh, sebuah jet pribadi menerbangkannya ke Los Angeles via Guam dan Honolulutempat sejumlah jadwal baru telah menanti.
Hermien Y. Kleden (Jakarta), Leanika Tanjung (Singapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo