Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banyuwangi - Festival Gandrung Sewu yang bakal digelar di Banyuwangi pada 20 Oktober 2018 merupakan yang kedelapan kalinya. Digelar sejak 2011, festival yang menampilkan 1.000 penari gandrung tersebut telah mampu menggerakkan ekonomi lokal serta menjadi media untuk mempelajari sejarah kepahlawanan melawan penjajahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Alhamdulillah, selama ini Festival Gandrung Sewu telah disambut antusias oleh wisatawan. Dan ini berdampak positif ke ekonomi lokal, ada ribuan warga yang menerima berkah ekonominya, mulai warung, jasa transportasi, restoran, homestay, hotel, sampai UMKM produsen oleh-oleh,” ujar Kepala Dinas Pariwisata MY Bramuda dalam rilis yang diterima TEMPO, Jumat, 19 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, kedatangan ribuan wisatawan dalam dan luar negeri secara langsung ikut menambah pendapatan warga Banyuwangi. “Semoga ini bisa terus meningkat dan ikut menciptakan peluang ekonomi bagi warga,” ujarnya. Tari Gandrung sendiri adalah tari khas daerah yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Bukan Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di masa kolonialisme, Tari Gandrung adalah bagian tak terpisahkan dari taktik untuk melawan penjajahan.
Bramuda menjelaskan, tahun ini, pergelaran Gandrung Sewu mengangkat tema Layar Kumendung. Penonton tidak hanya akan menyaksikan kemegahan tarian, tapi juga fragmen drama kepahlawanan yang menyertainya. Pertunjukan ini melibatkan sebanyak 1.173 penari, 64 penampil fragmen, dan 65 pemusik. “Di pertunjukkan ini koreografi tarian akan diselingi dengan fragmen drama Layar Kumendung dengan perbandingan 70 persen tarian dan 30 persen fragmen. Dijamin pertunjukan Gandrung Sewu akan semakin menarik,” ujar Bramuda.
Baca Juga:
Tema Layar Kumendung merupakan salah satu judul tembang yang menjadi pengiring pada tari Gandrung. Tema ini masih berkaitan dengan tema di tahun-tahun sebelumnya yang juga mengangkat gending-gending pengiring Gandrung seperti Podo Nonton, Seblang Lukinto, dan Kembang Pepe. Tema Layar Kumendung yang diangkat pada tahun ini, menurut Bramuda, akan menampilkan kisah heroisme Bupati pertama Banyuwangi Raden Mas Alit dalam menentang pendudukan VOC Belanda. Meski kemudian Raden Mas Alit harus gugur dalam sebuah ekspedisi pelayaran (Layar) hingga menyebabkan kesedihan (Kumendung) bagi rakyat Banyuwangi.
“Kisah kepahlawanan itu dikemas dalam fragmen menarik, sehingga pertunjukan ini tidak sekadar peristiwa seni dan budaya, tapi juga menjadi media untuk kembali mengingat sejarah pahlawan yang telah berjasa bagi Banyuwangi. Sehingga kita bisa terus mencintai daerah ini serta tergerak untuk memajukannya,” ujar Bramuda.
DAVID PRIYASIDHARTA