Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Tetap tak digubris

Blue sixteen, diskotek yang persis klab malam sudah ditegur oleh warga dan wali kota banjarmasin karena berpramuria. tapi tetap tak perduli, malah mau me ningkatkan diri menjadi klab malam. (hb)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISTILAH-ISTILAH yang dioper dari bahasa asing, memang seringkali sesudah populer di mulut orang awam kehilangan arti yang sebenarnya. Misalnya saja apa yang dinamakan "diskotik" Itu 'kan maunya sebuah rumah musik tempat bersantai dan berdansa yang tidak memakai hostes alias pramuria. Tapi apa mau dikata kalau terang-terangan atau gelap-gelapan diskotik-diskotik pribumi sudah menjadi daerah percaturan pramuria pula. Di kawasan Banjarmasin ada yang dahulunya bernama Imperial, dan sekarang ini lebih suka disebut Blue Sixteen. Menurut kodratnya, tempat hiburan ini sebuah diskotik. Tetapi dengan segala pertimbangannya, kenyataannya ia persis sebuah klab malam. Umum sudah tahu bahwa di BS ini ada band hidup dan sejumlah pramuria. Sudah tentu Walikotanya juga tahu. Beliau ini sudah pula berusaha memberi teguran-teguran. Bahkan pers setempat sudah mengangkat pena dan nyemprot dengan beringas. Namun apa lacur: baik teguran, sindiran atawa kritik, tak mempan. BS terus juga bandel, "bagaikan karang diterjang gelombang", kata orang-orang sana. Yang lain bahkan mengumbar kasak-kusuk, kalau-kalau BS memang punya beking yang kekar. Toh BS tetap membatu, biarpun suratkabar lokal Media Masyarakat bulan Nopember lalu membuat berita: "BS jual hostes!" Tidak Ada Saingan Kalau BS tidak sudi menggubris, maka penunjung rupanya kena teror Juga. Hari demi hari makin langkalah para tamu. Karuan saja banyak pramuria lalu lebih suka mencari nafkah di Diamond Club atawa pindah ke Balikpapan. "4 bulan terakhir ini paling banyak tamu kami 4 atau 5 orang saja setiap malam", bisik seorang penjaga. Anehnya BS tak berniat menutup usahanya. Bahkan ngebet mau meningkat kan diri menjadi klab malam. Niat ini agak menolong, walau izin usaha sudah putus bulan Nopember itu. Sidik Susanto, walikota Banjarmasin, memhri catatan bahwa lantaran niat meningkat itu maka izin diskotik itu diperpanjang 2 bulan. "Tapi apabila Gubernur sebagai pemberi izin nite club tidak mengabulkan permohonan itu, izin disko benar-benar akan ditarik", ujarnya. Walikota yang pendiam ini pada prinsipnya tidak menolak bahwa di samping Diamond bakal ada klab malam BS. Namun ia tak sudi rumah santai itu bercokol di jantung kota. "Misalnya saja di sekitar Pelabuhan Trisakti atau Banjar-Raya saja", katanya. Sementara itu Diamond milik Li Lian masih menikmati monopolinya sampai saat ini. Dia juga tahu diri, pandai menjaga keamanan tamu-tamu di samping menyediakan pramuria yang ck, ck, ck. Hanya cilakanya, merasa diri molek dan tidak punya saingan pramuria ini kurang siip memberi "service" tetamu. "Salah-salah kita berbalik menghibur hostes. Padahal kita datang ke situ untuk dihibur, bukan sebaliknya kan!" ujar langganan-langganan. Sementara itu perlu diketahu istilah service menurut ukuran setempat bisa berarti segalanya. Barangkali ini ada hubungannya dengan sistim borongan dalam buking hostes. Artinya disyaratkan Rp 5000 untuk mnereka yang pingin ditemani wanita -- di luar minuman -- untuk waktu satu jam atau sampai bubar. Kalau malam minggu, manakala ada show istimewa -- striptis misalnya -- mesti tambah Rp 1000 lagi. Dari jumlah tersebut akan meluncur separuhnya ke dompet hostes yang tak dikontrak perusahaan. Sedang pramuria yang terikat kontrak, hanya memperoleh Rp 2000 per tamu. Soal hostes kontrakan ini memang ada datanya tersendiri. Mereka diberi makan dan minum setiap hari oleh perusahaan, di dalam rumah tinggal yang jua termasuk jaminan sosial mereka. Yang penting karena kebanyakan mereka ini berasal dari Jawa, tersedia pula tiket pesawat pp asal mereka bekerja minimal 3-6 bulan. Adapun yang non kontrakan, yang ternyata berasal dari Banjarmasin, tidak ada jaminan apa-apa. Tetapi sebagai imbalannya mereka tidak mempunyai kewajiban untuk turun saban malam. Jumlahnya hanya 30O. "Kalau tidak ada yang membuking yah, berarti tidak dapat duit. Tapi perkara makan-minum, kami tidak khawatir", kata salah seorang dari mereka yang maaf saja tidak suka disebut namanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus