HARGA emas murni di pasar internasional tiba-tiba anjlok,
yang diikuti pula dengan kemerosotan harga emas di pasaran dalam
negeri. Bukan karena emas banjir di pasar. Tapi karena sidang
IMF di Kingston, Jamaica. 8 Januari lalu, sepakat mengganti
sistim emas produk Bretton Woods tahun 1944 dengan sistim
Special Drawing Rights (SDR). Dan dari ibukota Jamaica itu
tersiar berita bahwa dalam tempo 4 tahun mendatang, Dana Moneter
Internasional (IMF) akan melemparkan 25 juta ounce emas ke
pasaran bebas. Meskipun droping emas balokan IMF itu kabarnya
akan dimulai Maret yang akan datang tapi kemerosotan harga emas
yang berlangsung sejak April tahun lalu semakin meluncur.
Di London harga terendah mencapai $ AS 124,60 per troy ounce (31
gram) pada 20 Januari lalu, tapi 3 hari kemudian naik $ AS 4,40
untuk setiap ounce. Namun di Jakarta, harga emas produksi PT
Aneka Tambang Unit PP Logam Mulia (LM) maupun eks London Spot
(LD) masih berkisar antara Rp 1.750 - Rp 1.800 per gram. Atau
turun Rp 155 per gram dari harga sebulan sebelumnya. Dan, bila
dihitung-hitung dari puncak harga tertinggi di bulan
Pebruari-Maret tahun lalu yakni hampir Rp 2.500 per gram, maka
kemerosotan selama setahun total jenderal 700 perak per gram.
"Anjloknya ini sungguh di luar dugaan pedagang" tutur Hiap Seng,
jauhari emas di Gang Kenanga, Jakarta. Menurut dia, yang juga
adalah salah seorang pengurus OPS Logam Mulia "tadinya diduga
kemerosotan itu hanya sampai Rp 1.900 per gram". Satu dan lain
hal mengingat ongkos eksploitasi penambangan, pengolahan dan
pemurnian sudah cukup tinggi.
Alat Spekulasi
Kenyataannya lain. "Begitu persetujuan Kingston itu dicapai
pasaran emas di Jakarta kena shock" kata Danil dari bagian
penjualan pabrik pengolahan & pemurnian Logam Mulia. "Dan
membikin pedagang jadi kaget sekaligus mengerem spekulasi"
tambahnya pula. Para penjual emas perhiasan pun mengambil sikap
menahan barang karena harga pokoknya mahal. Cukup alasan mengapa
demikian. Sebab seperti kata Danil belakangan ini banyak emas
balokan yang punya berat 100 gram itu dipakai sebagai alat
spekulasi". Dulu, terutama di desa-desa orang mempunyai
kebiasaan menyimpan hartanya dalam bentuk emas perhiasan, karena
mudah dijual kembali. Pemilikan emas dalam bentuk perhiasan
sekarang ini lebih kecil (30%) dibandingkan dengan pemilikan
emas murni dalam bentuk balokan (70%). Sedang dulu malah
sebaliknya: 70% perhiasan dan 30% berupa balokan.
Kendati demikian, sebenarnya pasaran emas di sini tak perlu
demikian anjlok. Sebab persediaan emas di dalam negeri terbatas,
sementara permintaan cukup tinggi. Produksi tambang emas Cikotok
di Banten Selatan, satu-satunya tambang emas di Indonesia yang
aktif dewasa ini, di tahun 1974 cuma menghasilkan 265 kg emas
dan 6.465 kg perak. Selain emas Cikotok, terdapat pula emas
hasil produksi tambang yang diusahakan rakyat di Kalimantan dan
Sumatera yang tidak teratur dan amat sederhana bekerjanya.
Menurut perkiraan Aneka Tambang produksi tambang rakyat itu
setiap tahun sekitar 2 x lipat produksi tambang emas Cikotok,
atau 500-900 kg setahun. Jadi seluruhnya berjumlah sekitar
700-1200 kg setahun. Sedang emas yang dijual oleh 400 toko emas
di Jakarta saja berkisar antara 375-1000 kg sebulan. Belum
termasuk penjualan pedagang kaki lima yang tidak terdaftar di
Jakarta maupun di Surabaya. Ujung Pandang, Medan, Padang, dan
lain-lain. Sementara para pedagang emas Gang Kenanga dan di
Proyek Senen memperkirakan setiap toko mas di Jakarta minimal
dapat menjual 10 gram sehari.
Banting Stir
Jadi aneh juga jika harga emas di sini demikian merosotnya. Lagi
pula suplai resmi dari luar negeri belum ada. Entah kalau
masuknya itu liwat jalan lain, tanpa harus membayar bea masuk
30%. Kalau nantinya balok-balok emas IMF membanjiri pusat-pusat
perdagangan emas kemungkinan turunnya harga bisa dimengerti.
"Namun diperkirakan tidak di bawah 1.700 perak per gram" ujar
seorang pedagang di Kenanga. Negara produsen emas terbesar,
Perancis tentunya tidak akan mau dirugikan oleh IMF. Begitu pula
Amerika Serikat dan Jerman Barat. Lagi pula orang Amerika
Serikat atau Eropa lebih senang beli saham daripada emas,
kecuali untuk cincin kawin. Alhasil kemungkinan balokan-balokan
emas murni itu akan berada di bawah pengawasan pemerintahnya
masing-masing atau disimpan dalam almari besi bank.
Pengaruh kelesuan perdagangan emas ini terlihat pula di pabrik
Pengolahan & Pemurnian Logam Mulia di jalan Gajah Mada,
satu-satunya pabrik emas di Indonesia. Pabrik yang sudah berumur
30 tahun itu punya kapasitas produksi 6000 kg emas dan 120 ribu
kg perak. "Tapi dari dulu sampai kini kapasitas produksi itu
belum pernah dicapai" kata Kuasa Direksi, Nuryaman. "Bahkan
volume pekerjaan dewasa ini menurun". Ketika harga emas di atas
Rp 2000 per gram, emas yang diolah mencapai 30-50 kg sehari.
Sekarang tidak sampai 25 kg sehari. Itupun sudah termasuk
"pasir kaya" yang mengandung emas dan perak produksi tambang
emas Cikotok. Dengan kata lain tidak banyak pedagang yang
melebur atau memurnikan emasnya, disebabkan barangnya memang
kurang, sementara pasaran emas sendiri belum menentu.
Tidak hanya itu. Jauh selelum persetujuan Kingston, pemilik
emas balokan di Jakarta banyak melemparkan emasnya ke pasaran,
sehingga mendorong meluncurnya harga. Akibatnya, kata Hiap Seng,
pedagang emas di Gang Kenanga banyak yang beralih usaha. Dari
toko emas banting setir menjadi pedagang kertas, plastik,
kelontong sampai ada yang menyewakan tokonya untuk kantor.
Timbulnya perpindahan ini menurut dia juga karena pajak
perusahaan bagi toko-toko emas di Gang Kenanga terlalu berat
dibandingkan misalnya dengan yang di Proyek Senen. Selain itu
orang sekarang lebih senang membeli tanah dari pada menyimpan
emas balokan. Atau mendepositokan uangnya di bank di mana asal
usul uangnya tidak diusut, sedang bunga yang dipetik iidak
dipungut pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini