Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mengusap sisa gandut

Dengan adanya dana, team peneliti dari dosen-dosen jurusan sejarah dengan program mengorek "sisa-sisa kesenian tradisional dikalangan rakyat kal-sel". telah dapat diungkap kembali tarian gandut. (tr)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASA Pelita ada juga baiknya, barang-barang antik milik rakyat Kalimantan Selatan. Tangan Dewan Kesenian daerah setempat, yang memulai merogoh lubang-luban tua, telah mendapat bantuan dari Direktorat Kesenian Jakarta Kemudian Himpunan Masyarakat Sejarahwan Indonesia cabang Banjarmasin pun ikut campur. Dan manakala ada duit nganggur berupa dana dari Ford Foundation pertengahan Desember lalu, turunlah sebuah team peneliti dari dosen-dosen jurusan sejarah dengan program mengorek "Sisa-sisa Kesenian Tradisionil di Kalangan Rakyat Kalsel". Adalah sebuah desa yang bernama Pandahan di kabupaten Tapin (Hulu Sungai) yang rupanya selama ini penuh kemungkinan yang menantang untuk digarap. Di sana ada cerita-rakyat berlagu yang disebut Andi-Andi dan tarian hiburan yang bernama Gandut. Tak segan-segan team melakukan penyusupan sehingga berhasil juga mengumpulkan para pelaku Gandut. Meskipun seniman-seniman itu agak merepotkan. toh mereka berhasil juga digiring ke dalam ruangan gudang BUUD -- yang untung saja pada masa itu tidak begitu banyak karung. Dengan sedikit rayuan, sesepuh-sesepuh Gandut akhirnya suka juga mencak-mencak dan berjingkat di siang hari bolong dalam panas matahari Desember. Tampaknya sudah banyak juga yang agak lupa, sehingga terpaksa mengingat-ingat dulu masa lalu mereka. Mahir Pencak Silat "Seharusnya dilakukan malam-malam di bawah cahaya stromking", ujar Johansyah, salah seorang anggota team. "Bupati Tapin malah menyarankan agar dilakukan di kabupaten, tapi kami ingin agar suasana lampung yang intim mendekati keaslian lokasinya. Kami tak punya lampu sorot untuk memilemkannya, jadi yah apa boleh buat siang begitulah". Dan siang-siang itu untunglah jago-jago Gandut cukup tangguh, sehingga team boleh juga tarik nafas lega menghirup cucur keringatnya sendiri. Di sana tampak Uning, wanita berusia 55 tahun yang terkenal ulung di masa mudanya. Tampak juga Cabak lelaki yang 5 tahun lebih muda. Keduanya hanya sebentar sempat kikuk. Selebihnya, gerakan-gerakan mulai memperoleh jiwanya yang pernah pingsan ditelan jaman. Tangan dan kaki mulai mengutarakan perasaan-perasaannya, lalu suasana tak terasa mulai masuk kekawasan yang romantis di siang bolong itu. Apalagi penggiringnya adalah biola. babun dan sekali-sekali bisa suling instrumen yang memang rajanya dalam meremas-remas suasana. Marsudi, kepala bidang kesenian P & K Kalsel, mencoba menerangkan kemiripan Gandut dengan Doger di Jawa Barat, Ronggeng Madura di Jawa Timur serta Gandrung di Banyuwangi. Kesemuanya merupakan warna lokal dalam pengutaraan gerak jiwa yang lagi "kasmaran" -- dengan norma-norma yang merupakan ciri khas masing-masing sebagai kesenian rakyat. Dalam Gandut ada yang dinamakan gadur -- sebuah bejana yang tersedia di sisi gelanggang tatkala penggandut (wanita) menari meliuk-liuk mengikuti polah lagu. Lelaki-lelaki yang sudah gatal kakinya untuk memasuki tarian, terlebih dahulu harus melemparkan uang logam ke dalam gadur, sebelum dia diperbolehkan ikut meliuk-liuk. Tetapi setelah ia memenuhi syarat, iapun tak boleh semaunya saja. Karena penggandut juga adalah yang mahir pencak silat. Ia bisa dengan lihay menepiskan tangan-tangan jahil. Nilai Kesatrian Namun ada tetapinya. "Pada lagu Madung-Mandung, pihak pria boleh pegang apa saja secara halus dan tidak dengan paksaan, kalau dapat", ujar Lamri Busani, ketua proyek Pengembangan Kesenian Kanwil Dep. P & K Kalsel. Sambil tersenyum-senyum ia menambahkan bahwa hal tersebut jarang sekali berhasil, karena penggandut selalu mahir menguasai tubuh-tubuhnya yang berhahaya untuk dicomot. Adakalanya dalam bayangan lampu sentuhan-sentuhan asmara jahil itu berhasil, tetapi sesungguhnya hanya karena tipuan mata saja. Apalagi dengan adanya yang disebut "kaki bersih" -- dunia gandut tak sampai lebih dari sekedar hiburan yang sehat. Pakem itu merupakan kaidah tak tertulis yang menetapkan bahwa para pelaku gandut harus memegang prinsip kesucian dan kejujuran menurut ketentuan aturan permainan. "Jadi di samping mencari hiburan, ia mengandung juga unsur kesatrian dan keperwiraan", konentar Marsudi. Hebat juga ya. Tetapi bagaimana pun teorinya, apa yang telah terjadi pantas juga dilaporkan di sini. Kaidah gandut di masa ramainya memang pernah juga tidai mempunyai kewibawaan -- sehingga keramaian gandut tidak jarang berakhir dengan pertumpahan darah. Soalnya manakala penggandut begitu moleknya, para pria merasa perlu tidak hanya bersaing secara jujur di dalam gelanggang, tetapi juga dengan otot mereka di ujung kampung. Apalagi ada gandut yang disebut ManungguL Dalam gandut ini, seorang pria yang tak pintar menari, sesudah memasukkan cover charge uang logamnya, boleh duduk dengan tenang di tengah gelanggang sambil berkelobot kain sarung menutup mukanya. Penggandut yang digandrunginya nantinya akan datang juga sambil menari, meliuk-liuk, menghampiri, lalu -- awas -- duduk di simpuhan pria mendendangkan lagu-lagu. Sementara bunyi-bunyian ditibuh keras, mereka bisa saja saling bisik-bisik sehingga "anda" boleh merasa iri. Sebagaimana kesenian rakyat yang lain, gandut juga mempunyai fungsi sosial. Uang logam yang terkumpul, selain akan masuk ke kocek rombongan gandut, seringkali disalurkan untuk pembuatan jembatan atau menolong korban kecelakaan yang menimpa desa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus