Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Traveling ke Bandung, Benar-benar untuk Melepas Penat

Mereka mengajak traveling ke Bandung, sekedar berleha-leha di kafe, taman kota, atau belanja ala-ala ke factory-factory outlet di sana.

26 September 2018 | 09.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gedung Date di Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aku sering ke Bandung, tapi selalu untuk urusan kerja. Bahkan pernah untuk meeting doang, terus balik lagi hari itu juga. Temanku, Yassir, Aparatur Sipil Negara gaul di Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan Bandung adalah kota tinggal impian. Masak sih?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aku selalu jawab, "kok aku gak ya." Alasannya karena Aku gak punya histori apapun tentang Bandung. Ya karena itu tadi, ke sana cuma kerja doang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhir tahun kemarin, The Binals ( Jojo dan Sherlina) memasukkan aku ke grup hunting foto Bandung. Isinya ada Hindrawan dan Eric juga. Mereka mengajak traveling ke Bandung, sekedar berleha-leha di kafe, taman kota, atau belanja ala-ala ke factory-factory outlet di sana. Oke deh, pikirku. Lagian kan ini kesempatan menjelajah kota yang gak punya sejarah dalam memori otakku tadi. Hehehe.

Menjelang hari-H, ci Jojo, sang wanita ular dengan karir cemerlang memutuskan gak jadi pergi karena ada beberapa meeting yang katanya luar biasa penting (bahkan lebih penting dari berlibur sebentar saja). Kan kampret! Si Eric juga gak kalah sibuk, bahkan sampai kami pulang ke Jakarta juga gak muncul di grup Whatsapp.

Okelah, kita tinggalkan mereka.

Drama dimulai ketika aku ketinggalan kereta. Ini sih kocak. Aku bangun jam 5 pagi setelah ditelpon Sherlina, ketika kereta pagi itu sudah melaju. Padahal udah set alarm jam 3. Tapi, ya gitu, gak kebangun juga. Dengar suara alarm juga nggak. Wkwkwk.

Mereka menyarankan naik travel. Karena aku gak sanggup menghadapi macetnya Jakarta-Bogor, memutuskan gak usah pergi daripada harus naik mobil. Dengan buru-buru, aku ke Stasiun Gambir. Gamblinglah. Kalo dapat kereta selanjutnya, ya berangkat. Kalo gak dapat, ya pulang, terus lanjutin tidur lagi.

Dasar rejeki anak (gak) soleh, aku dapat kereta untuk jam 6.15. Si dua anak hilang (Sherlina dan Hindrawan) sudah sarapan nasi campur duluan di Tipsy Pig, gak jauh dari Stasiun Bandung. Aku menyusul begitu tiba jam 10. Jalan kaki, menikmati Sabtu pagi yang lama gak pernah kunikmati. Jalan kaki dari Stasiun Palmerah ke kantor aja malas.

Karena niat ke Bandung emang hanya rehat dari kecepatan ibu kota, kami gak mau buru-buru. Tetap aja sih, tabiat berkejaran dengan waktu muncul. Kadang jadi bete karena diburu-buru.

Kami singgah dulu ke penginapan murah di Jalan Braga. Cuma 150 ribu per orang. Kayak asrama putra. Seru.

Besok paginya, kami ke Taman Hutan Raya Kota Bandung. Well maintened nih. Reccomended kalau jalan ke Bandung, kudu ke sana. Udaranya masih sangat-teramat-sangat segar. Banyak tempat yang bisa dijelajahi di dalamnya. Gua Jepang, Gua Belanda, beberapa curug, taman  bermain, sampai Tebing Keraton.

Turun ke kota lagi, kami ke Bandung Creative Hub. Ini sih jangan ditanya. Baru buka akhir tahun kemarin, sudah rame pengunjung. Dan, ini buka setiap hari. Kalau mau buat acara, semuanya gratis-tiss-tissss-tissssssss. Tempatnya sangat bagus. Cuma belum selesai semua ruangannya. Dalam waktu dekat katanya akan rampung.

Tulisan ini sudah tayang di Gustersihombing

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus