Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Venesia menerapkan pajak turis untuk wisatawan harian sebesar 5 euro atau sekitar Rp 85.000 per orang sejak tahun lalu. Biaya harian ini diharapkan bisa mengurangi dampak pariwisata terhadap kota kanal tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini, kota populer Situs Warisan Dunia UNESCO di Italia itu menggandakan biaya harian turis. Tarif bagi mereka yang tidak melakukan pemesanan dan membayar setidaknya empat hari sebelumnya akan naik menjadi 10 euro atau Rp 169.000, menurut kantor pariwisata setempat.
Mencegah Kepadatan Turis
Dilansir dari New York Post, Selasa, 11 Februari 2025, biaya masuk turis awalnya disebut-sebut sebagai metode untuk mencegah kepadatan selama tanggal-tanggal musim puncak tertentu. Turis akan dikenai denda sebesar 50 euro (Rp 851.000) hingga 300 euro (Rp 5,1 juta) jika ketahuan tidak membayar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biaya tersbeut dibayar turis yang datang pada musim puncak, antara pukul 8.30 pagi hingga pukul 4.00 sore. Kota ini juga menambah jumlah hari pada dari 29 pada 2024 menjadi 54 pada 2025. Periode puncak perjalanan berlangsung pada bulan April, Mei, Juni, dan Juli.
Pejabat pariwisata setempat, Simone Venturini, mengatakan bahwa biaya tersebut dianggap "seksi". Dia mengklaim bahwa destinasi lain yang berjuang dengan pariwisata berlebih atau overtourism juga tertarik menerapkan biaya yang sama.
“Kami mengonfirmasi bahwa beberapa badan kelembagaan, baik di Italia maupun internasional, telah menghubungi Kota Venesia untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang [biaya] tersebut,” kata seorang juru bicara kepada Business Insider.
Kyoto, Jepang, Formentera di Spanyol, Zermatt, Swiss, dan destinasi Italia lainnya semuanya telah mengajukan pertanyaan, kata dia.
Tambahan Pemasukan
Business Insider juga menyatakan bahwa perubahan tersebut telah menambah 2,4 juta euro atau Rp 40,8 miliar ke kas daerah. Ini merupakan efek yang diinginkan untuk menjaga jumlah pengunjung agar tidak memecahkan rekor selama masa puncak kunjungan yang biasa.
Menyebut kotanya sebagai "pelopor" dalam perang melawan pariwisata berlebihan, Venturini menyatakan bahwa sistem baru untuk mengelola arus wisatawan ini sejalan dengan sifat kota yang rumit dan unik.
Namun, kebijakan ini tidak mendapat dukungan penuh dari penduduknya. Tahun lalu, para aktivis yang marah turun ke jalan, lorong, dan kanal di bekas republik maritim itu untuk memprotes skema baru tersebut. Mereka mengatakan wali kota Venesia Luigi Brugnaro, yang menyetujui skema tersebut, telah mengubah salah satu destinasi paling romantis di dunia menjadi tidak lebih dari sekadar taman hiburan.
"Saya dapat mengatakan bahwa hampir seluruh kota menentangnya," kata aktivis lokal Matteo Secchi saat itu. “Anda tidak dapat mengenakan biaya masuk ke sebuah kota; yang mereka lakukan hanyalah mengubahnya menjadi taman hiburan. Ini adalah citra yang buruk bagi Venesia," ia menambahkan.
NEW YORK POST | TRAVEL AND TOUR WORLD