Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Wisata ke Yogyakarta, Arsitektur Bangunan di 4 Kawasan Ini Tak Bakal Berubah

Bangunan di sepanjang sumbu filosofi Yogyakarta tak akan berubah demi kelestarian budaya.

18 Maret 2021 | 08.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjung memadati kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, Kamis 11 Maret 2021. Libur Isra Miraj 2021 kawasan Malioboro yang merupakan destinasi wisata andalan di Yogyakarta padat pengunjung. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Di Yogyakarta terdapat empat kawasan yang tak bakal berubah. Wisatawan selalu mampir ke kawasan ini karena mencerminkan Yogyakarta di masa lampau, sekaligus menjadi spot wisata yang menarik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti mengatakan empat kawasan yang tak bakal berubah dari sisi struktur bangunan adalah Kawasan Cagar Budaya Keraton, Kawasan Cagar Budaya Pakualaman, Kawasan Cagar Budaya Kotabaru, dan Kawasan Cagar Budaya Kotagede. "Kawasan cagar budaya ini harus dijaga betul kelestariannya," ujar Yetti Martanti, Rabu 17 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penetapan kawasan cagar budaya itu terkait sejarah perjalanan Kota Yogyakarta yang tak lepas dari warisan budaya masa Kerajaan Mataram Kuno, Mataram Islam, dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebab itu, kawasan cagar budaya punya peraturan khusus yang harus ditaati oleh siapapun yang bermukim atau menggunakan lahan dan bangunannya.

Aturan ini harus ditaati ketika ada sebuah bangunan baru akan didirikan atau bangunan lama yang masuk warisan budaya akan beralih fungsi/direhabilitasi. "Dari segi arsitektur, bangunan itu harus bisa selaras dengan fasad yang ditentukan pada kawasan itu," ucap Yetti.

Contoh di Kawasan Cagar Budaya Kotabaru yang selama ini dikenal dengan ratusan bangunan kuno bergaya kolonial atau indis. Di sana tidak boleh ujug-ujug ada bangunan bergaya modern yang tampil lain sendiri. Sebuah minimarket berjejaring di kawasan Malioboro misalnya, juga dilarang mengubah fasad bangunan depannya.

"arsitektur ini citra jati diri Yogyakarta yang dijaga erat," kata Yetti. Jika ada yang ingin mendirikan bangunan baru di empat kawasan cagar budaya itu, maka pengembang harus mengantongi izin atau rekomendasi Dinas Kebudayaan. Tak cukup Izin Mendirikan Bangunan.

Yetti menjelaskan, ada panduan arsitektur bangunan baru yang akan didirikan di sumbu filosofi, kawasan warisan budaya, kawasan cagar budaya dan koridor menuju kawasan cagar budaya. Bangunan baru yang akan berdiri di kawasan cagar budaya harus memenuhi ketentuan untuk menjaga karakter dan citra kawasan.

Setidaknya ada lima regulasi yang harus ditaati untuk mendirikan bangunan di kawasan cagar budaya. Pertama, Peraturan DI Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang Arsitektur Bangunan Berciri Khas DI Yogyakarta; kedua, Peraturan Gubernur DI Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Bangunan Baru Bernuansa Budaya Daerah; ketiga, Keputusan Gubernur DI Yogyakarta Nomor 75/ KEP/2017 tentang penetapan satuan ruang startegis Keraton Yogyakarta sebagai cagar budaya.

Keempat, Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 100 Tahun 2019; dan kelima, Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 141 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Perizinan dan Non-perizinan pada Pemerintah Kota Yogyakarta. Dinas Kebudayaan Yogyakarta, menurut Yetti, sudah mensosialisasikan berbagai kebijakan itu, termasuk lewat film berjudul Penjaga Ingatan.

Ketua Program Studi Magister Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Suparwoko mengatakan, kalangan arstitek dan investor perlu memahami rancangan bangunan di DI Yogyakarta yang berbasis keistimewaan. Menurut dia, tata ruang dan bangunan di wilayah DI Yogyaakarta memang diatur secara detail demi menjaga cagar budaya.

Dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Kadipaten, menurut Suparwoko, mengatur tentang pemanfaatan ruang yang dibolehkan pada satuan ruang strategis Puro Pakualaman. Dalam hal ini, pemanfaatan ruang pada zona inti hanya untuk kegiatan ekonomi kerakyatan yang mendukung Puro Pakualaman dan kegiatan kebudayaan serta keagamaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus