Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Manado - Di sela-sela penyelenggaraan acara berskala internasional tingkat menteri, Archipelagic & Islands State (AIS) Forum 2019 di Manado, pembahasan yang paling banyak mendapat sorotan adalah ekowisata bahari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) memberikan perhatian khusus tentang pentingnya mempersiapkan sumber daya manusia pada sektor selam rekreasi. Pasalnya, peluang penyerapan tenaga kerja yang semakin terbuka. PUWSI mengapresiasi Kementrian Kordinator Kemaritiman dan Program Pembangunan Perserikatan BangsaBangsa (UNDP) dengan terselenggaranya forum resmi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebutuhan industri wisata selam terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tumbuh sejalan dengan perkembangan pariwisata bahari. Data Kementerian Pariwisata menyebutkan potensi bisnis selam rekreasi bahkan mencapai 35 persen, dari total nilai potensi wisata bahari di dalam negeri yang diperkirakan mencapai US$4 miliar.
Karena itu, Kementerian Pariwisata juga telah menerbitkan peraturan menteri untuk mendukung pertumbuhan bisnis ini melalui Peraturan Menteri Pariwisata No.7/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi. Apalagi, wisata minat khusus merupakan kegiatan ekstrim, yang dilakukan di alam terbuka dan memerlukan penanganan secara khusus. Misalnya, syarat adanya sertifikasi bagi wisatawan selam maupun pemandu wisata dan operator.
SDM di bidang wisata selam bila memahami lingkungan bawah air, mampu turut menjaga kelestarian biota laut. Foto: Ricky Soerapoetra
Frans Rattu, Ketua Laboratory Dive Manado yang juga pengajar di Politeknik Negeri Manado, mengatakan orang-orang yang bekerja di industri diving ini, adalah mitra utama bagaimana industri wisata selam akan dikembangkan. Tanpa kualitas yang sesuai dengan ketentuan dan tidak memiliki kesadaran lingkungan, akan sulit mengharapkan wisata bahari maju secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Instruktur diving dan sumber daya manusia yang bekerja di sektor ini adalah ambassador atau duta bagi laut. Mereka yang akan mengajarkan masyarakat bagaimana menyelam dengan baik sekaligus menjaga laut,” katanya di sela-sela AIS Forum di Kawasan Megamas Manado.
Politeknik Negeri Manado adalah satu-satunya lembaga pendidikan tinggi yang memiliki jurusan khusus wisata selam yang hanya menerima sedikitnya 24 siswa setiap tahunnya. Frans Rattu, yang telah memiliki kualifikasi sebagai instruktur trainer selam sekaligus Koordinator Wilayah PUWSI Destinasi Sulawesi Utara, mengakui seluruh siswa lulusan didikannya terserap di berbagai daerah. Bahkan, Frans merasa semakin kewalahan memenuhi permintaan tenaga kerja berkualitas dari para pengusaha atau operator selam.
Sementara itu, Ketua Umum PUWSI Ricky Soerapoetra mengatakan Manado memiliki potensi untuk menjadi contoh pembangunan industri selam berkelanjutan dengan daya tarik Taman Nasional Bunaken dan didukung sumber daya manusia dari Politeknik Negeri Manado.
“Dengan adanya perhatian dari pemerintah pusat dan daerah, industri selam rekreasi dapat bertumbuh secara berkelanjutan, mengingat sudah ada kerangka aturan yang dapat menguntungkan semua pihak, terutama pelaku industri lokal,” ujar Ricky.
Apalagi, operator selam yang telah berafiliasi kepada lembaga standarisasi telah banyak ditemukan di Indonesia. Wisatawan pun bila ingin menyelam wajib memiliki sertifikasi selam yang memenuhi standar pendidikan selam rekreasi, sesuai ketentuan sebelum melakukan kegiatan penyelaman.
Bangkai kapal Jerman Sophie Rickmers yang menjadi daya pikat wisatawan selam. Foto: @nauticamhousings
“Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan musim tropis yang panjang. Dunia sudah mengakui bahwa Indonesia menyimpan keanekaragaman hayati bawah laut yang tinggi, maka tugas industri adalah menjaga keberlanjutan usaha dengan menjaga alam sekitarnya. Tidak hanya menjaga alam dan potensi usaha yang ada, namun industri wajib mengutamakan keselamatan bekerja dan kenyamanan wisatawan,” kata Ricky.
Pariwisata sudah menjadi tulang punggung pendapatan daerah sehingga wisata bahari khususnya selam rekreasi, wajib dikembangkan bersama secara profesional. “Kami berharap seluruh mitra baik dari pemerintah, asosiasi, LSM dan pelaku usaha itu sendiri dapat bekerja sama untuk kepentingan industri wisata selam secara berkelanjutan.”
Khususnya di Sulawesi Utara dengan daya tarik Taman Nasional Bunaken, data Dinas Pariwisata Sulawesi Utara menyebutkan kunjungan wisatawan mancanegara untuk wisata selam naik lebih dari 500% dalam lima tahun terakhir. Dari tahun 2015 tercatat hanya 27.059 orang, melambung menjadi 127.879 orang dalam waktu tiga tahun saja. Tanpa pendekatan wisata selam yang ramah lingkungan, kondisi ini akan menjadi boomerang bagi Bunaken.
Pemerintah pusat dan daerah sebagai pemangku kepentingan utama perlu memperketat pengawasan daya tampung kawasan wisata. Dengan begitu kunjungan turis tidak berdampak langsung pada perusakan alam.
“Kami meminta pemerintah daerah memiliki kebijakan khusus untuk mengatur kunjungan wisatawan di satu tempat dengan mempertimbangkan daya tampung daerah itu sendiri. Karena kekayaan alam yang berlimpah dengan didukung oleh pengelolaan oleh sumber daya manusia yang unggul akan menghasilkan manfaat untuk semua pihak,“ tambah Ricky.
Pulau Kakar merupakan spot wisata selam terbaik di Maluku Utara. Foto: @annanurkhasanah
Saat ini Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo akan membuka peluang ekonomi daerah dan nasional sehingga ikut mengembangkan wisata bahari di daerah ini. “Dengan adanya pengembangan KEK, besar harapan saya tekanan terhadap alam di Taman Nasional Bunaken dapat teredam,” imbuh Ricky.
Keberadaan KEK akan memecah wisatawan yang saat ini terkonsentrasi hanya di satu kawasan. Intervensi manusia pada alam yang tidak terkendali, secara langsung berdampak terhadap alam itu sendiri. Pada akhirnya, akan merusak daya tarik pariwisata di daerah itu sendiri.