INILAH lebaran paling tak aman, khususnya di Surabaya. Hanya dalam sehari, tepat di hari Lebaran, tak kurang dari sembilan tempat di Surabaya dibobol maling. Sejumlah emas, perhiasan, dan uang kontan senilai lebih dari Rp 1 milyar amblas digondol maling. Rupa-rupanya suasana libur Lebaran, yang membuat banyak pemilik rumah lengah, dimanfaatkan betul oleh para penjahat. Kerugian terbesar dialami pengusaha peleburan emas PT Utama Raya, Hendra Tamtama alias Tan Ing Tio, 40 tahun. Emas lantakan seberat 14,5 kilogram, uang tunai Rp 3,1 juta, serta lima buah jam tangan berlapis emas berlian amblas dari lemari kamarnya yang terkunci rapat. Padahal, rumahnya di Jalan Diponegoro 172, Surabaya, itu dijaga dua orang penjaga plus dua anjing boxer dan seekor anjing penyalak. Lebih tragis lagi, rumah itu baru saja ditinggal Hendra dan keluarganya sekitar 1,5 jam. "Plafon di atas lemari saya jebol. Gentingnya juga bolong. Dan ada seutas tali yang diikatkan ke bubungan kayu atap menuju ke rumah sebelah yang lagi kosong," cerita Hendra. Rumah berlantai dua seluas 1.000 m2 itu megah bak istana. Lantai bawah dipakai keluarga adik Hendra, Indra. Lantai atas dipakai keluarga Hendra. Selain kedua keluarga ini, di rumah itu ada dua penjaga, Djajadi dan Suwardi, beserta sepuluh orang pembantu wanita dan laki-laki. Kebetulan saat kejadian, Kamis siang, 27 April, itu para pembantu itu mudik -- kecuali kedua penjaga tersebut. Pada hari itu, Hendra sendiri beserta istri dan keempat anaknya bermaksud berlibur ke Tretes, Malang, Jawa Timur. Sebelum meluncur ke Tretes, mereka mampir dulu berbelanja ke Tunjungan Plaza. Ketika selesai berbelanja, Hendra teringat bahwa kunci vilanya di Tretes tertinggal di rumah. Terpaksa mobil diputar kembali ke rumah. Sampai di rumah, tak ada yang mencurigakan. Djajadi dan Suwardi buru-buru membukakan pintu begitu mobil tuannya kembali ke rumah. Hendra pun bergegas menuju ke kamar atas. Tapi, begitu membuka kamar, ia kaget. "Bibir kunci lemari saya mencuat ke depan, seperti habis dicongkel," kata Hendra. Ternyata, pintu lemari itu memang sudah tak terkunci. Ketika pintu lemari itu dibuka, tampak perhiasan di situ berserakan. "Tidak semua perhiasan milik istri saya diambil," kata Hendra. Ia, kata Hendra, langsung mengamati situasi karena khawatir, jangan-jangan si pencuri masih bercokol di situ. Maklum, ia dan keluarganya baru sekitar 1,5 jam meninggalkan rumahnya. Dari pengamatan sesaat, ketahuan bahwa plafon di atas lemarinya bolong. Barang berharga yang dijarah pencuri: 14,5 kilogram emas, lima buah jam tangan bertatah emas berlian, dan uang tunai Rp 3,1 juta. Total kerugian sekitar Rp 360 juta. Polisi segera dikontak. Hanya berselang beberapa menit, petugas keamanan sudah sampai di rumah Hendra. Hebatnya, tak ada "jejak" si pencuri yang tertinggal. Tak ditemukan, misalnya, sidik jari pelaku, atau petunjuk yang mengarah pasti tentang identitas si pencuri. Polisi hanya menemukan plafon dijebol dari dalam kamar. Genting atas juga dibuka dari dalam. Dan dari bubungan kayu di atas ditemukan tali yang menjulur ke rumah sebelah, di Jalan Diponegoro 174 -- rumah yang sudah tiga bulan terakhir tak berpenghuni. Penjebolan plafon dari dalam, serta tali tersebut, diduga digunakan pencuri untuk melarikan diri -- bukan untuk masuk. Agaknya, pencuri ini terburu-buru karena tuan rumah datang. Artinya, persiapan si pencuri -- dengan membawa tali segala -- patut diacungi jempol. "Yang aneh, dari mana pencuri itu masuk, saya ndak tahu," kata Hendra. Selain itu, tentu saja, tak mudah memperkirakan siapa pelakunya. "Sampai sekarang, saya ndak bisa memastikan siapa pencurinya. Saya masih pusing, simpang siur, dan masih belum ada titik terang," kata Hendra. Memang, tak tertutup kemungkinan bahwa orang dalam terlibat. Hendra membenarkan bahwa selama ini ia memberi kebebasan kepada para pembantu wanita di rumahnya untuk membersihkan kamar Hendra. Jadi, siapa tahu, di antara mereka ada yang tahu tempat menyimpan barang berharga itu. Di luar para pembantu itu, penghuni rumah itu hanya adik Henda, Indra. Pada saat kejadian, Indra dan keluarganya tak berada di tempat itu. Mereka sedang pergi mencari makan siang, lima belas menit setelah Hendra berangkat. Dan mereka baru kembali setelah polisi datang, "Saya sedang tak ada di tempat saat kejadian," kata Nyonya Else, istri Indra. Sebab itu, hingga Senin pekan ini, kejadian di rumah Hendra itu masih teka-teki. Sampai kini, polisi sudah memeriksa dua orang penjaga rumah dan sepuluh -- enam wanita dan empat laki-laki -- pembantu rumah tangga. Pembantu yang sedang mudik Lebaran di Nganjuk, Bojonegoro, dan Jombang itu terpaksa kembali ke Surabaya, setelah mendapat panggilan mendadak dari majikannya. "Menyimak kasus di Jalan Diponegoro itu, agaknya pelakunya sudah hafal betul keadaan di rumah itu. Boleh jadi, ada orang dalam yang terlibat," kata Kadispen Polda Jawa Timur Letnan Kolonel Drs. Ivan Sihombing. Terlepas dari musibah ini, Ivan menyesalkan cara Herdra menyimpan barang di dalam lemari. "Mengapa tidak disimpan di bank, atau minta pengamanan kami sebelumnya," katanya. Pada hari yang sama, tak hanya Hendra, warga Surabaya yang kebagian "ketupat" Lebaran dari maling. Kesialan serupa juga dialami Tung Dwi Puta. Rumahnya di Jalan Sulawesi 43, yang ditinggal dalam keadaan kosong, dimasuki maling. Pelakunya berhasil menguras harta korban berupa uang dolar AS senilai Rp 36 juta serta perhiasan senilai Rp 100 juta. Para maling juga menguras harta milik Cipto Budi Santoso di Jalan Kartini 92. Setelah mencongkel pintu rumah, para pencoleng berhasil masuk ke kamar tidur. Di situ, mereka menguras uang tunai Rp 10 juta, perhiasan senilai Rp 250 juta, dan kopor yang berisi barang berharga termsuk arloji. Selain itu, maling-maling Surabaya juga berhasil menggasak enam rumah lainnya dengan kerugian yang lebih kecil. Menjarah di saat menjelang Lebaran atau tepat di hari Lebaran, tak hanya milik penjahat Surabaya. Di Tangerang, Jawa Barat, perampasan di suasana Lebaran malah terjadi terang-terangan. Korbannya suami-istri Gidion, pemilik toko emas Anna Nan Jaya. Tangerang. Tampaknya korban memang sudah diincar lama. Begitu mereka pulang dari toko, pada malam menjelang takbiran, Vespa mereka dipepet oleh dua sepeda motor RX King dengan empat penumpang. Karena kaget, Gidion, 60 tahun, menghentikan Vespanya. Saat itulah salah seorang di antara kawanan penjahat itu mengacungkan celurit. "Cepat, serahkan bungkusan uang itu," bentak mereka sambil menempelkan celurit itu ke leher Gidion. Tapi istri Gidion, Lidya, mencoba mengamankan bungkusan plastik berisi uang Rp 20 juta yang ditaruh suaminya di bawah sadel Vespa. Seketika terjadi perebutan dengan penjahat. Tapi itu hanya berlangsung sekejap. Setelah celurit membacok tangan kanan Lidya, perempuan itu jatuh terkulai. Gidion tetap tak bisa berkutik karena celurit terus saja menempel di lehernya. Di bawah gerimis kecil, akhirnya uang Rp 20 juta itu berpindah tangan. Warga di sekitar situ, yang kebetulan sedang berbuka puasa, baru tahu kejadian itu setelah melihat Lidya terkapar. Tapi penjahat sudah kabur setelah melepas pelat nomor motornya -- yang kemungkinan palsu. Kejadian yang berjarak hanya 500 meter dari rumah dinas Kapolres Tangerang Letnan Kolonel Drs. K. Soebono Adi ini dinilai berani. Kepada Kompas Adi menperkirakan bahwa korban memang sudah diincar dan dibuntuti sejak keluar dari tokonya. Kapolres itu menyesalkan cara korban yang menaruh uang jutaan rupiah hanya di bawah sadel. "Kok tidak ditaruh di dalam bagasi, misalnya," katanya. Apa pun penyebabnya, yang jelas, Lebaran kali ini paling tidak aman. WY dan Wahyu Muryadi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini