Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkawinan itu akhirnya kandas. Bambang Trihatmodjo dan Halimah Agustina Kamil, yang sudah berumah tangga selama 26 tahun, kini justru beperkara berebut harta.
Putusan bercerai antara anak ketiga mantan presiden Soeharto itu dan Halimah dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, 16 Januari lalu. Bambang mengajukan permohonan menceraikan wanita yang dinikahinya 24 Oktober 1981 itu pada Juni 2007.
Dalam permohonan setebal enam lembar, Bambang beralasan kerap timbul perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga mereka sejak 2003. Ada beda prinsip dalam menyelesaikan problem rumah tangga. Pria 53 tahun itu mengaku sudah berusaha mempertahankan perkawinannya, tapi tidak berhasil. Bahkan, sejak Januari 2006, keduanya pisah kamar. Bambang memohon kepada majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat agar diberi izin menceraikan Halimah dengan talak satu.
Juan Felix Tampubolon, pengacara Bambang, menyatakan kisruh rumah tangga itu sebenarnya sudah terjadi sejak 1997. ”Jauh lebih lama dibanding yang dinyatakan dalam permohonan,” ujarnya. Penyebabnya, kata Juan Felix, bersumber pada Halimah sendiri. ”Tidak bisa saya jelaskan. Off the record,” kata dia.
Halimah sendiri ngotot menolak cerai dan membantah rumah tangganya hancur. ”Perkawinan kami berdua sebenarnya dilandasi cinta,” kata Halimah dalam berkas jawaban atas permohonan cerai suaminya. Wanita 49 tahun itu mengaku sedih dan kecewa. Menurut dia, pertengkaran di antara pasangan jamak terjadi dalam sebuah keluarga mengingat banyaknya persoalan. ”Taraf percekcokan kami pun masih biasa,” katanya.
Halimah menuduh picu masalah justru pada Bambang. Sebab, sebagai suami, ia tak setia dan tak jujur kepada pasangannya. Terbukti, Bambang menjalin hubungan dengan wanita lain, seorang penyanyi terkenal bernama Mayangsari, sampai membuahkan anak. ”Ada wanita lain menjadi pihak ketiga dalam perkawinan mereka,” kata Lelyana Santosa, pengacara Halimah.
Hubungan Bambang dan Mayangsari bahkan sudah jadi rahasia umum. Foto-foto mereka, di antaranya dalam pose syur, beredar di Internet dan tabloid-tabloid hiburan. Halimah mengaku sakit hati dan malu atas perbuatan suaminya. Ia mengingatkan suaminya dan berusaha memaafkan perbuatan Bambang. Namun Bambang tak hirau. Saat Mayangsari mengadakan syukuran hamil tujuh bulan, Bambang malah terang-terangan mendatangi sang penyanyi. Juga, kala bayi mereka lahir, pria yang juga pengusaha top itu malah menjemput Mayangsari, yang dikabarkan dinikahinya secara siri pada Juli 2000.
Menurut Lelyana, sang suami terus mencari-cari kesalahan Halimah sebagai alasan cerai. ”Motifnya agar bisa terus berhubungan dengan istri gelapnya,” ujar Lelyana. Sejak awal 2006, Bambang bahkan berkali-kali menjatuhkan talak kepada Halimah, membuat Halimah mengalami stres.
Meski begitu, Halimah meminta hakim menolak permohonan cerai dari Bambang. ”Halimah berharap Bambang bisa kembali sebagai suami dan bapak anak-anak mereka,” kata Lelyana.
Pihak Halimah mengaku masih melihat harapan. Apalagi, pada 24 Oktober 2006, Bambang bersedia merayakan perkawinan perak mereka, yang sudah dikaruniai tiga anak dan seorang cucu. Selanjutnya, dalam pembelaannya, Halimah juga mengutip yurisprudensi Mahkamah Agung tahun 1994 yang menyatakan perceraian yang dipicu wanita simpanan harus ditolak.
Namun majelis hakim agama yang dipimpin Arsyad Mawardi, Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat, mengabulkan permohonan ikrar talak dari Bambang. Majelis menyimpulkan, berdasarkan keterangan tujuh orang saksi di persidangan, perkawinan Bambang dan Halimah tidak bisa dipertahankan lagi. Alasannya, ”Rumah tangga sudah rusak. Tujuan membentuk keluarga sakinah tidak mungkin lagi tercapai,” kata Arsyad.
Bambang diwajibkan membayar nafkah idah atau uang tunggu sebesar Rp 600 juta serta uang mut’ah atau santunan perceraian sebesar Rp 400 juta untuk Halimah. ”Hakim tidak mempertimbangkan kepentingan wanita dan anak-anak dalam perkawinan,” kata Lelyana Santosa, memprotes putusan majelis. Halimah sendiri mendapat waktu 14 hari untuk banding. Bila ia tidak mengajukan permohonan banding dan Bambang juga tak kunjung menalak hingga enam bulan, putusan majelis hakim itu akan gugur dengan sendirinya. ”Perceraian dianggap tidak pernah ada,” kata Nuheri, juru bicara Pengadilan Agama Jakarta Pusat, kepada Tempo.
Rupanya, Halimah tak mau melihat biduk rumah tangganya karam cepat dan ”muatannya” berserakan. Selain menyatakan banding untuk membatalkan perceraian, wanita berdarah Padang itu mengajukan permohonan sita marital atau sita harta bersama. Bahkan permohonan tersebut sudah diajukan pada November 2007, jauh sebelum ikrar talak disetujui hakim. Halimah meminta status sita atas harta perkawinannya sampai perceraiannya berkekuatan tetap.
Dalam berkas permohonannya, Halimah mengaku khawatir Bambang akan mengalihkan, menjaminkan, atau menjual harta bersama tersebut. ”Ini untuk menjaga si wanita dan anak-anaknya dari kerugian,” kata Lelyana. Pihak Halimah bersandar pada Kompilasi Hukum Islam yang mengizinkan sita harta bersama untuk mencegah pemborosan. ”Secara hukum, hanya Halimah dan anak-anak mereka yang berhak atas harta tersebut,” kata Lelyana kepada Tempo pekan lalu.
Tuntutan tersebut diajukan karena Bambang telah menyalahgunakan harta bersama dan bersifat boros, seperti menempatkan ”wanita simpanannya” di rumah yang berada di perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan, yang notabene milik bersama. Selain itu, ada tuntutan pada Bambang untuk menghidupi wanita lain dan anak luar kawinnya. ”Bahkan diduga sebagian harta sudah dibelanjakan untuk membuat salon, ruang pamer mobil, dan sebuah hotel di Purwokerto untuk istri mudanya,” kata Lelyana. Juga ada dugaan, Mayangsari sedang dibuatkan sebuah restoran di Hotel Grand Indonesia (eks Hotel Indonesia) yang bakal beroperasi.
Harta yang dimintakan berstatus sita pengadilan itu, meski tak disebut nilainya, gede jumlahnya. Meliputi harta bergerak, berupa 18 mobil, dari mobil mewah jenis Mercedes, BMW, Porsche, hingga Toyota Kijang, dan tujuh buah kapal; tiga rekening bank, satu di antaranya ada di sebuah bank di Beverly Hills, Amerika; serta saham jutaan lembar, baik atas nama Bambang maupun yang dikuasakan pada orang lain, di berbagai perusahaan. Harta tidak bergerak meliputi 31 petak tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta dan sejumlah daerah. Luasnya mencapai ratusan ribu meter persegi. Daftar tersebut mencapai 10 lembar halaman sendiri dalam gugatan Halimah.
Nilai total harta bersama tersebut diyakini sangat besar. Pembuktiannya bakal rumit. Majalah Time edisi 14 Mei 1999, dalam liputannya berjudul ”Soeharto Inc., How Indonesia’s Longtime Boss Built a Family Fortune”, menyebut Bambang Trihatmodjo memiliki kekayaan mencapai US$ 3 miliar (lebih dari Rp 28,2 triliun dengan kurs saat ini). Hartanya tersebar di 60 perusahaan. ”Daftar itu terus disempurnakan,” kata Lelyana. Sebab, Halimah tidak ingat persis apa saja hartanya. ”Ia cuma seorang ibu rumah tangga yang tidak pernah mengurusi bisnis suaminya.”
Menurut Nuheri, anggota majelis permohonan sita harta, perkara Bambang-Halimah adalah kasus pertama di Indonesia. Biasanya pembagian harta gono-gini mengikuti putusan perceraian. ”Tapi ini dilawan pihak wanita, karena yang bersangkutan tidak mau bercerai dan ingin hartanya aman,” kata Nuheri. Pembuktian harta bersama ini diyakini bakal jadi tahap tersulit. ”Majelis hanya akan menerima harta perkawinan sepanjang yang bisa dibuktikan,” kata Nuheri. Jadi, meski Halimah punya ”daftar belanja”, belum tentu semuanya bisa diakui.
Sementara itu, Juan Felix Tampubolon menyatakan permohonan sita tidak bisa diajukan karena putusan cerai sudah dijatuhkan. ”Tahap berikutnya adalah pembagian harta gono-gini,” ujarnya. Bambang, kata pengacara Soeharto ini, menjamin akan adil kepada Halimah. ”Bagian Halimah akan diberikan seluruhnya. Tapi diperlukan audit lebih dulu untuk memastikan jumlahnya,” katanya. Sebab, tak semua ”harta” itu milik bersama dan sebagian terikat utang. Adapun daftar yang dimiliki Halimah dinilainya ngawur. ”Tidak sebanyak itulah. Mungkin itu daftar dari langit,” ujar Juan Felix pekan lalu. Halimah bahkan dinilai tidak jujur. ”Kenapa bagian harta yang dikuasainya tidak disebut?” kata Juan Felix. Misalnya perabot dan barang antik di rumah mereka yang ada di Amerika.
Arif A. Kuswardono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo