Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=1 color=#FF9900>SUAP KPK</font><br />Susno Benar Bertemu Anggoro

Polisi akhirnya mengakui telah memeriksa Anggoro Widjojo, buron Komisi Pemberantasan Korupsi, di Singapura. Tapi mereka menampik tindakan tersebut melanggar hukum.

26 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIUKAN cerita dalam kasus dugaan suap dengan tersangka dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, makin menarik saja. Senin pekan lalu, Markas Besar Kepolisian RI akhirnya mengakui telah memeriksa buron Komisi, Anggoro Widjojo, saksi korban dalam tuduhan penyuapan itu.

Bersama dua perwira menengah polisi, Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji bertemu dan menanyai Anggoro, 10 Juli lalu. Dua perwira berpangkat komisaris besar inilah yang merintis jalan Susno bertemu dengan Anggoro melalui perantara adiknya, Anggodo Widjojo. ”Pemeriksaan” dilakukan di salah satu hotel di kawasan Bandar Udara Changi, Singapura. Selama lima jam, Anggoro dihujani pertanyaan seputar pemberian uang kepada Ary Muladi untuk sejumlah pemimpin Komisi. Ary hingga kini masih menjadi tersangka kasus penipuan dan penyuapan.

Menurut sumber Tempo, setelah dilakukan pemeriksaan, dua perwira itu datang ke kantor Kedutaan Besar Indonesia di Singapura untuk mencatatkan proses pemeriksaan tersebut. Hari itu juga Susno kembali ke Jakarta. Empat hari kemudian, ia mendatangi kantor Komisi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Kepada pimpinan Komisi, Susno mengaku telah bertemu dengan Anggoro di Singapura. Menurut Bibit, yang saat itu masih aktif, Komisi terperangah mendengar pengakuan perwira tinggi polisi itu. Maklum, tiga hari sebelum pertemuan tersebut, Komisi baru menetapkan Anggoro sebagai buron dan memasukkannya dalam daftar pencarian orang. ”Kenapa tidak ditangkap?” kata Bibit ketika itu.

Dalam pertemuan selama tiga jam di kantor Komisi, menurut Bibit, Susno tidak menjelaskan maksud pemeriksaan itu. Belakangan, berkas pemeriksaan digunakan untuk menjerat Bibit dan Chandra dalam kasus dugaan penyuapan untuk ”mengamankan” kasus proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan yang ditangani Komisi. Anggoro sendiri menjadi tersangka dalam kasus ini.

Adapun alasan polisi tidak menangkap Anggoro, menurut Kepala Divisi Pembinaan Hukum Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Ariyanto Sutadi, si buron Komisi itu berada di wilayah hukum Singapura. Indonesia juga tidak punya perjanjian ekstradisi dengan negara itu. ”Kami jadi warga biasa di sana,” katanya.

Sikap ini disayangkan kuasa hukum Bibit dan Chandra, Ahmad Rifai. Menurut Rifai, alasan polisi itu naif, karena polisi seharusnya bisa bekerja sama dengan Interpol dan pemerintah Singapura. Tidak hanya itu, Rifai menilai ada unsur penyalahgunaan wewenang karena Susno dianggap melanggar Pasal 50 Undang-Undang KPK, yang memberi hak Komisi meminta kerja sama dengan lembaga penegak hukum lain dalam menangani kasus.

Soal penyalahgunaan wewenang ini, Ariyanto membela sejawatnya. Susno dianggap tidak melanggar apa pun karena Anggoro bukan buron polisi. Pernyataan senada disampaikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Marwan Effendy. Menurun Marwan, polisi tidak tunduk pada UU KPK sehingga Susno tidak melakukan pelanggaran apa pun.

Menurut pengamat kepolisian yang juga mantan polisi, Bambang Widodo Umar, seharusnya polisi tidak mementingkan ego sektoral. Sebagai tersangka, Anggoro melanggar hukum, sehingga polisi juga punya tanggung jawab menangkapnya. Persoalan tidak adanya perjanjian ekstradisi, kata Widodo, bisa disiasati dengan meminta negara itu mendeportasi Anggoro terlebih dulu. Lalu polisi bisa menangkapnya di negara lain yang punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Susno sendiri tidak bersedia mengomentari fakta baru ini. Kepada Tempo, akhir Juli lalu, dia membantah jika dikatakan bertemu dengan Anggoro di Singapura. Meski polisi dan kejaksaan berpendapat pertemuan tersebut tidak melanggar hukum, yang jelas satu simpul dalam guliran kasus Chandra dan Bibit telah terbuka: Susno tidak berkata yang sebenarnya.

Anton Aprianto, Cornila Desyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus