Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=1 color=#FF9900>Tempat Ibadah</font><br />Taat Hukum Versi Wali Kota

Wali Kota Bogor menolak rekomendasi Ombudsman Nasional untuk menghidupkan lagi izin pembangunan Gereja Yasmin. Karena tekanan kelompok-kelompok Islam?

1 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jemaat Gereja Kristen Indonesia di Bogor masih harus mempertebal sabar untuk bisa bersembahyang di gerejanya sendiri. Wali Kota Bogor Diani Budiarto bertekad tak akan mengikuti rekomendasi Ombudsman Nasional dua pekan lalu agar melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang menolak pembekuan izin pembangunan gereja itu. "Rekomendasi Ombudsman itu hanya sebatas saran," kata Diani kepada Tempo, Rabu pekan lalu. "Lagi pula, kami sudah melaksanakan putusan Mahkamah Agung itu."

Syahdan, kisruh panjang pembangunan gereja yang kemudian dikenal dengan "kasus Gereja Yasmin"—dibangun di Kompleks Perumahan Yasmin, Bogor—dimulai ketika Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Bogor tiba-tiba membekukan izin mendirikan gereja yang sudah terbit delapan bulan sebelumnya, 13 Juli 2006. Alasan Kepala Dinas Yusman Yopie itu adalah permintaan Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor.

Pembangunan gereja terhenti seketika. Mediasi dan protes panitia pembangunan tak dihiraukan pemerintah. Bangunan setengah jadi di Jalan KH Abdullah bin Nuh 31 itu malah disegel. Merasa buntu, pengurus gereja membawa perkara pembekuan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pengadilan memenangkan gereja. Upaya banding pemerintah Bogor juga ditolak. Tapi segel tak juga dicopot. Belakangan penolakan makin luas oleh warga Curug Mekar, diikuti demonstrasi organisasi massa Islam. Kasus ini pun beranak pinak hingga perbuatan tak menyenangkan bersaling-silang dengan gugatan pemalsuan tanda tangan persetujuan warga sekitar gereja.

Terdakwanya Munir Karta, ketua RT di Curug Mekar. Hakim Pengadilan Negeri Bogor belakangan memvonis Munir empat bulan penjara karena terbukti memalsukan sepuluh dari 42 tanda tangan warga dalam formulir pernyataan "tak keberatan pembangunan gereja pada Januari 2006". Munir meminta banding atas vonis tersebut.

Senyampang kisruh di pengadilan, karena pemerintah kemudian meminta peninjauan kembali atas ditolaknya kasasi pembekuan izin, jemaat gereja bermediasi dengan Pemerintah Kota Bogor. Gereja ditawari pindah ke beberapa lokasi milik pemerintah daerah.

Dua kali Diani menjamu jemaat dan menawarkan solusi itu. "Ini untuk menghindari perpecahan di masyarakat," katanya. Diani mengaku menerima pesan ancaman dari kelompok muslim jika pembangunan gereja itu diteruskan. "Sebaiknya kita tunggu apa putusan Mahkamah Agung dalam kasus hukumnya."

Berkali-kali Diani dan anak-anak buahnya berjanji akan patuh kepada apa pun putusan MA. Nah, ketika Diani dan para pejabat Kota Bogor dalam berbagai kesempatan menegaskan pihaknya akan taat hukum, MA sudah memutus sengketa itu. Vonisnya: Mahkamah Agung menolak gugatan pemerintah kota karena pembekuan itu dinilai menyalahi prosedur lantaran tanpa pemberitahuan.

Tak kurang akal, Diani menerbitkan surat untuk mencabut surat pembekuan oleh Kepala Dinas Tata Kota itu pada 8 Maret lalu. "Ini upaya kami menghormati hukum," katanya. Tapi, tiga hari kemudian, Diani kembali menerbitkan surat pencabutan izin itu. Menurut dia, pembangunan gereja ilegal dengan bukti Munir Karta memalsukan dukungan warga sebagai syarat terbitnya IMB rumah ibadah. Alasan lainnya, "Menjaga stabilitas dan kerukunan umat beragama di Bogor."

Diani memang seperti lupa pada pidatonya sendiri dalam upacara peletakan batu pertama pembangunan gereja itu pada 19 Agustus 2006. Dalam pidato tertulisnya yang dibacakan Asisten Daerah I, Diani mengatakan, "Adalah hak setiap warga negara untuk bebas menganut salah satu agama dan karena itu juga hak warga negara bebas mendirikan rumah ibadah masing-masing."

Saat peletakan batu pertama itu Diani baru menjabat periode pertama sebagai wali kota. Ia menang tipis dalam pemilihan oleh DPRD Bogor atas dua pasangan rivalnya. Latar belakang Diani bukan politikus. Sebelum bertarung memperebutkan kursi wali kota, jabatannya Sekretaris Daerah Kota Bogor.

Menurut juru bicara GKI Yasmin, Bona Singgalingging, perubahan sikap Diani terhadap pembangunan Gereja Yasmin terjadi menjelang pemilihan langsung wali kota awal 2008. Diani menggaet Achmad Ru’yat, politikus Partai Keadilan Sejahtera, untuk wakilnya.

Kongsi dengan PKS inilah yang membuat Diani harus mendengar suara kelompok-kelompok muslim, termasuk soal pembangunan Gereja Yasmin itu. Diani tak menanggapi tudingan ini. "Silakan tanya ke PKS saja," katanya. Demikian pula Ru’yat. Ia menolak mengomentari soal ini. Adapun Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bogor dari PKS, Yusuf Dardiri, menyatakan, "Saya tidak tahu soal itu."

Bona menuding begitu karena, menurutnya, alasan Diani mencabut IMB gereja mengada-ada. Soal pemalsuan tanda tangan, misalnya, terjadi untuk sosialisasi 8 Januari 2006. "Padahal syarat dan kelengkapan dokumen untuk IMB sudah diserahkan ke pemerintah pada 2005," katanya.

Sosialisasi pada Januari dilakukan oleh pemerintah kota melalui Kelurahan Curug Makmur atas permintaan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Anas Rasmana. Anas meminta sosialisasi diulang sebelum mengeluarkan izin. "Jadi apa yang dilakukan Munir Karta di luar pengetahuan kami karena kami juga diundang sebagai tamu," kata Bona.

Untuk lima kali sosialisasi sebelumnya, kata Bona, GKI memang yang menjadi tuan rumah. Warga Curug Mekar menyatakan setuju dan tak keberatan gereja dibangun di kampungnya. Pernyataan tertulis warga ini juga diakui Pengadilan Tata Usaha Negara hingga Mahkamah Agung.

Sengketa ini agaknya masih akan panjang karena sikap Diani yang tak hirau dengan imbauan pelbagai pihak. Sebelum Ombudsman mengeluarkan rekomendasi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Persatuan Bangsa-Bangsa juga sudah menyurati pemerintah Indonesia.

Menurut pakar hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, hukum administrasi Indonesia tak mengenal eksekusi jika pihak yang kalah menolak putusan hukum. "Jadi, yang paling mungkin, lembaga seperti Ombudsman terus menyuarakan agar Wali Kota taat hukum," kata Zainal. 

Zainal menyarankan GKI melaporkan penyangkalan wali kota ini ke gubernur hingga presiden. Meski wali kota mempunyai kekuasaan penuh atas otonomi wilayahnya, kata  Zainal, gubernur dan presiden masih memiliki kewenangan atas kepada kepala daerah. "Meski sifatnya lebih pada teguran moral," katanya.

Bagja Hidayat, Diki Sudrajat (Bogor)


Dulu Memberi, Kini Membekukan
Walau Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan Kepala Dinas Tata Kota Bogor tentang pembekuan izin mendirikan bangunan gereja, sampai kini Pemerintah Kota Bogor belum memberikan izin pembangunan gereja tersebut. Inilah perjalanan ”kasus Gereja Yasmin”.

2002

10 Maret
Panitia pembangunan GKI Yasmin menggelar sosialisasi pembangunan gereja di Kelurahan Curug Mekar. Sebanyak 170 warga meneken persetujuan pembangunan GKI.

2003

1 Maret
Sebanyak 127 warga Curug Mekar meneken pernyataan tak keberatan atas pembangunan gereja.

2006

8 Januari
Sebanyak 42 warga Curug Mekar meneken pernyataan tak keberatan atas pembangunan gereja. Belakangan, ini dipermasalahkan. Ketua RT Curug Mekar divonis bersalah memalsukan tanda tangan warga.

12 Januari
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Bogor Anas Rasmana meminta dilakukan sosialisasi ulang. Di kantor Kelurahan Curug Mekar, sosialisasi dihadiri 71 warga dengan pernyataan tak keberatan atas pembangunan gereja.

14-15 Januari
Sebanyak 25 tokoh Curug Mekar meneken persetujuan pembangunan GKI Yasmin.

Maret-Mei
Dinas Bina Marga, Dinas Lalu Lintas, Dinas Tata Kota, dan Kantor Pertanahan menerbitkan saran teknis pembangunan GKI Yasmin.

13 Juli
Surat izin mendirikan bangunan GKI Yasmin terbit.

19 Agustus
Peletakan batu pertama pembangunan gereja. Asisten Daerah I membacakan sambutan Wali Kota Bogor Diani Budiarto.

1 Oktober
Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor meminta pemerintah Bogor membatalkan IMB Gereja Yasmin.

2008

14 Februari
Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan membekukan IMB GKI Yasmin.

4 September
GKI menggugat pembekuan IMB. Putusannya, GKI menang.
Permohonan banding dan kasasi Kepala Dinas Tata Kota ditolak.

25 Oktober
Diani Budiarto terpilih menjadi Wali Kota Bogor untuk periode kedua. Ia menang mutlak dalam pemilihan langsung dengan 64 persen suara. Diani menggandeng Achmad Ru'yat, kader Partai Keadilan Sejahtera. Partai pendukungnya PKS, PDI Perjuangan, Golkar, PKPI, PPDI, PSI, PBSD, PPDK.

2010

11 Februari
Forum Komunikasi Muslim Indonesia meminta Wali Kota mencabut IMB gereja.

25 Februari
Wali Kota membatalkan rekomendasi pembangunan GKI Yasmin.

9 Desember
Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan Kepala Dinas Tata Kota Bogor tentang pembekuan IMB gereja.

2011

20 Januari
Munir Karta divonis bersalah sebagai pemalsu tanda tangan warga dalam formulir persetujuan pembangunan gereja.

7 Maret
Pertemuan dengan Asisten Daerah yang menyampaikan desakan pembatalan pembangunan gereja dan menawarkan bangunan gereja dialihkan. GKI menolak tawaran ini.

8 Maret
Wali Kota mencabut surat pembekuan IMB GKI Yasmin oleh Dinas Tata Kota.

11 Maret
Wali Kota Bogor resmi mencabut IMB gereja.

8 Juli
Ombudsman Nasional merekomendasikan agar Wali Kota Bogor melaksanakan putusan Mahkamah Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus