Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#FF0000>Kasus Century</font><br />Getah untuk Anak Buah

Jaksa menuntut bekas anak buah Robert Tantular lebih berat ketimbang tuntutan untuk Robert sendiri. Dinilai ganjil dan menginjak-injak rasa keadilan.

14 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEREMPUAN separuh baya itu tampak ringkih. Perban bekas tusukan jarum infus masih melekat di punggung tangan kirinya. Kamis pekan lalu, perempuan itu, Linda Wangsa Dinata, baru saja menjalani sidang perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kendati baru sehari keluar dari Rumah Sakit Royal Taruna, Jakarta, ia berkukuh membacakan nota pembelaan di depan majelis hakim untuk menangkal tuntutan jaksa. "Tuntutan itu membuat saya stres berat dan akhirnya masuk rumah sakit," kata Linda kepada Tempo, dengan bola mata berkaca-kaca. Tak lama kemudian, tangis Linda pun pecah.

Bersama Arga Tirta Kirana, koleganya di Bank Century-kini Bank Mutiara-Linda dianggap jaksa terbukti melakukan tindak pidana perbankan. Sebagai pemimpin cabang Bank Century Kantor Pusat Operasi Senayan, Linda dinilai telah melakukan pencatatan dokumen atau laporan palsu dalam pemberian fasilitas kredit terhadap empat perusahaan. Aksi itu, menurut jaksa, dibantu oleh Arga, yang saat itu menjadi Kepala Divisi Legal Bank Century. Keduanya disidangkan dalam berkas perkara yang sama.

Kredit sekitar Rp 360 miliar untuk PT Canting Mas Persada, PT Wibowo Wadah Rejeki, PT Accent Investment Indonesia, dan PT Signature Capital Indonesia belakangan bermasalah. Selain tidak layak mendapat kucuran kredit, empat perusahaan itu rupanya bentukan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular. PT Wibowo, misalnya. Selain jaminan depositonya milik Bank Century, perusahaan itu didirikan Robert atas nama orang lain. Kucuran kredit itu, menurut jaksa, tidak sesuai dengan prosedur. Dalam tuntutan yang dibacakan pada 25 Januari lalu itu, jaksa meminta hakim menghukum Linda dan Arga sepuluh tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Bak disambar petir di siang bolong, keduanya langsung syok mendengar tuntutan itu. Arga bahkan sempat berniat bunuh diri. Sedangkan Linda harus masuk rumah sakit. Mereka semakin stres setelah mendengar kabar berkas mereka untuk perkara lain, yaitu perkara dugaan pembiayaan fiktif, sudah lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Sejumlah tersangkanya sudah ditahan. "Saya takut ditahan," kata Linda, terisak. Memang, keduanya tak ditahan karena dianggap kooperatif.

Bagi Linda dan Arga, tuntutan jaksa itu "ugal-ugalan". Dalam perkara yang sama, bekas atasan mereka, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim, justru dituntut lebih ringan. Robert dituntut delapan tahun penjara dan Hermanus dituntut enam tahun penjara (lihat "Lebih Berat Ke Bawah"). Padahal Linda dan Arga menunjuk peran keduanya jauh lebih besar. Sebagai pemegang saham, Robert yang memerintahkan Hermanus selaku direktur utama untuk mengucurkan kredit jumbo itu. Dalam tuntutannya itu, Robert dan Hermanus juga dikenai tuduhan lain alias tuduhan berlapis. "Klien saya hanya satu tuduhan, tuntutannya kenapa lebih berat?" kata pengacara Arga, Humphrey Djemat.

Humphrey mensinyalir kliennya hendak dijadikan kambing hitam. Hal senada dilontarkan pihak Linda. Dari fakta persidangan, sejumlah saksi menyebut pemberian kredit empat perusahaan itu sebagai "kredit komando" karena diperintahkan dari atas. Dari Robert turun melalui Hermanus. Kesaksian ini diperkuat memo internal dari direksi bernomor 08/IM/D/XII/2004 tertanggal 17 Desember 2004. Sejumlah saksi di persidangan bahkan mengatakan Linda sebagai kepala cabang sudah menyampaikan keberatan kepada Hermanus tapi tidak digubris. "Kalau tidak dijalankan, bisa di-non-job-kan," kata Hamidi, bekas Wakil Direktur Operasional Bank Century, saat bersaksi di persidangan.

Arga juga mengaku tak punya pilihan. Menurut Humphrey, dari fakta persidangan kliennya memang tidak terlibat dalam pemberian kredit itu. Arga hanya dilibatkan dalam penandatanganan memo pencairan dan perjanjian kredit karena bertindak sebagai penerima kuasa dari direktur utama. Mengutip pasal 51 ayat satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Humphrey menyatakan, "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, maka yang bersangkutan tidak bisa dipidana." "Kredit itu diberikan karena ada komando," katanya. Di persidangan, Robert dan Hermanus membantah menginstruksikan pemberian kredit ini. "Itu cara melempar tanggung jawab," kata Hermanus.

Keganjilan tuntutan jaksa terhadap Linda dan Arga ini juga mendapat perhatian sejumlah kalangan. Pemicunya tak lain adalah tulisan putri bontot Arga, Alanda Kariza, di blog pribadinya. Pengarang muda itu menulis kegetiran soal tuntutan jaksa bagi ibundanya itu. Dibanding tuntutan terhadap bekas atasannya, menurut mahasiswi Universitas Bina Nusantara Internasional itu, tuntutan terhadap ibunya tidak masuk akal. Alanda berharap tuntutan itu hanya mimpi buruk, dan ibunya tetap ada di rumah, bukan di penjara. "Apakah karena keluarga kami tidak punya uang?" keluh Alanda dalam tulisannya.

Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai tuntutan itu menginjak-injak rasa keadilan, karena lebih berat ketimbang pelaku utamanya, Robert Tantular. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga mendorong Kejaksaan Agung memeriksa jaksa penuntut perkara itu. "Belum vonis tapi sudah memprihatinkan," kata Wakil Ketua DPR Anis Matta.

Sumber Tempo di kejaksaan menyatakan tuntutan itu justru sudah mendapat persetujuan petinggi Kejaksaan Agung. Melalui rencana penuntutan, tuntutan itu dikonsep dari hulu korps adhyaksa. Tuntutan itu mengacu pada vonis Mahkamah Agung untuk Robert dan Hermanus. Di pengadilan negeri, Robert divonis empat tahun penjara, tapi di MA berubah menjadi sembilan tahun. Hermanus semula divonis tiga tahun, di MA vonisnya menjadi enam tahun. "Pertimbangan tuntutan Robert lebih rendah karena ia masih punya tiga perkara lain," kata sumber itu.

Pihak Kejaksaan Agung menganggap tidak ada masalah dalam tuntutan Linda dan Arga. Soal kenapa lebih berat, menurut juru bicara Kejaksaan Agung Noor Rochmat, karena fakta persidangan bicara seperti itu. "Vonisnya juga biasanya lebih rendah," kata Noor.

Anton Aprianto

Lebih Berat ke Bawah

Robert Tantular

  • Jabatan: Pemegang saham
  • Tugas: Menyetujui kredit dan kebijakan perusahaan.
  • Tuduhan: Memerintahkan pencairan deposito US$ 18 juta milik Boedi Sampoerna, memerintahkan pengucuran kredit ke empat debitor bermasalah, dan melanggar letter of commitment Bank Indonesia.
  • Tuntutan: 8 tahun penjara, denda 50 miliar rupiah
  • Vonis: 9 tahun penjara, denda 100 miliar rupiah di tingkat kasasi

    Semula di pengadilan negeri hanya empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.

    Hermanus Hasan Muslim

  • Jabatan: Direktur Utama dan Direktur Kredit
  • Tugas: Menyetujui kredit dan instrumen keuangan lain.
  • Tuduhan: Menjaminkan atau menempatkan surat-surat berharga ke First Gulf Asian Holding, membeli obligasi bodong melalui PT Kuo Kapital Raharja, membuat pencatatan palsu pencairan kredit empat debitor bermasalah
  • Tuntutan: 6 tahun penjara, denda 50 miliar rupiah
  • Vonis: 9 tahun penjara, denda 100 miliar rupiah di tingkat kasasi

    Semula di pengadilan negeri hanya tiga tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

    Jaksa dinilai tidak konsisten menuntut terdakwa Bank Century. Inilah tuntutan jomplang itu.

    Linda Wangsa Dinata

  • Jabatan: Kepala Cabang Kantor Pusat Operasi Senayan
  • Tugas: Memberikan kredit sampai Rp 500 juta. Lebih dari itu harus disetujui direksi dan komisaris.
  • Tuduhan: Menyebabkan adanya pencatatan palsu pencairan kredit empat debitor bermasalah.
  • Vonis: 10 tahun penjara, denda 1 miliar rupiah di tingkat kasasi

    Arga Tirta Kirana

  • Jabatan: Kepala Divisi Legal
  • Tugas: Memeriksa dan membuat surat perjanjian kredit
  • Tuduhan: Menyebabkan adanya pencatatan palsu pencairan kredit empat debitor bermasalah.
  • Vonis: 10 tahun penjara, denda 1 miliar rupiah di tingkat kasasi
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus