Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERBALUT blus putih yang dipadu jaket abu-abu, Angel Pfaff mendatangi kantor Sa tuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum di Jalan Vete ran, Jakarta. Selasa pekan lalu, penyanyi pop pada 1980-an itu bukan hendak berdandan di sana. Dia datang menemani suaminya, Yohanes Waworuntu, terpidana kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Direktorat Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Didampingi pula pengacaranya, Alvin Suherman, hari itu Yohanes melaporkan dugaan adanya mafia hukum dalam kasusnya. Tiga anggota Satgas, Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein, menyimak laporan Yohanes. Di pengujung acara, Yohanes menyerahkan satu tas berisi berbagai dokumen kepada Denny. ”Saya ini dikorbankan,” kata Yohanes kepada Tempo seusai pertemuan itu.
Yohanes dihukum karena perannya sebagai Direktur Utama PT Sarana Re katama Dinamika, penyedia dan pe nge lola aplikasi online Sisminbakum sejak Januari 2001. Proyek kerja sama Ko perasi Pegawai Kehakiman dan PT Sarana itu dibuat untuk melayani pendaftaran nama perusahaan, pendirian, dan perubahan badan hukum. Sembilan puluh persen pendapatannya melesat ke kantong Sarana. Sisanya baru ke kope rasi.
Belakangan proyek ini ditengarai sarat korupsi. Kejaksaan Agung, yang pada 2008 mulai mengusut kasus itu, menetapkan lima tersangka pejabat dan mantan pejabat yang dinilai terlibat dalam korupsi proyek ini. Sebagian di antaranya sudah divonis pengadilan, termasuk bekas Dirjen Administrasi Hukum Umum Romli Atmasasmita. Akibat kontraknya dihentikan, pada Januari 2009, PT Sarana berhenti beroperasi.
Dalam kasus yang diduga membuat negara rugi Rp 420 miliar itu, Yohanes divonis empat tahun. Ia juga diganjar denda Rp 200 juta dan harus mengganti duit negara Rp 3,5 miliar. Di tingkat banding, hukumannya menjadi dua tahun ditambah denda Rp 200 juta tanpa keharusan mengganti kerugian korupsi. Kejaksaan mengajukan kasasi. Yohanes sendiri, lantaran memiliki penyakit jantung akut, sejak Februari lalu, berstatus tahanan kota.
Pada 12 Mei lalu kabar buruk datang dari Mahkamah Agung. Majelis hakim yang diketuai Artijo Alkostar, dengan anggota Imam Haryadi dan Mansyur Kertayasa, memperberat hukumannya menjadi lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Yang membuat Yohanes terkesiap, dia diharuskan membayar duit ganti rugi Rp 378 miliar. ”Saya tak menikmati sepeser pun uang itu,” kata Yohanes. ”Sampai tujuh turunan, saya tak akan mampu membayarnya.”
Tak hanya menyiapkan upaya pe ninjauan kembali, ayah tiga anak itu kemudian ”bergerilya” ke sejumlah lembaga untuk mengadukan nasibnya. Selain mengadu ke Satgas, ia melapor ke Panitia Kerja Penegakan Hukum Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Dia juga meminta Komisi Yudisial menelaah putusan kasusnya.
Yohanes mengaku dirinya ditipu dan dikorbankan bosnya di PT Sarana, Hartono Tanoesoedibjo. Jaksa menganggap dirinya pendiri dan pemilik Sarana. Dasarnya, akta perusahaan pada 30 Juni, yang menyatakan posisinya sebagai direktur utama. Padahal, menurut Yohanes, ia bergabung dengan PT Sarana pada 2 September 2000. Kepada Tempo, Yohanes menunjukkan fotokopi surat pengangkatannya yang ditandatangani Hartono. ”Saya baru tahu soal akta itu setelah diperiksa kejaksaan,” katanya.
Sarana, kata Yohanes, sudah berope rasi sebelum ia di sana. Buktinya, menurut dia, pada 18 Juli 2000 ada pembayaran Rp 128 juta untuk dana awal proyek Sisminbakum. Kendati lalu menjadi orang ”nomor satu”, Yohanes mengaku sekadar boneka. Perusahaan sepenuhnya dikendalikan Hartono, pemilik mayoritas saham, termasuk dalam pengambilan uang.
Yang membuat Yohanes heran, jaksa kemudian menghilangkan nama Hartono dalam tuntutannya. Padahal sebelumnya, dalam dakwaan, Hartono disebut saksi yang turut serta bersama-sama melakukan tindak pidana dalam perkara itu. ”Ini ajaib, kejaksaan seperti mati suri,” ujarnya.
Satuan Tugas menyatakan akan menindaklanjuti laporan Yohanes. Menurut Mas Achmad, Satgas segera berkoordinasi dengan kejaksaan untuk membahas kasus Yohanes. ”Kami juga mencium kejanggalan,” katanya. Adapun soal vonis Yohanes, Satuan Tugas akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial.
Pengaduan Yohanes juga ditanggapi di DPR. Rabu pekan lalu, enam anggota Panitia Kerja Komisi Hukum bertemu dengan Jaksa Agung. Panitia meminta izin untuk memanggil koordinator jaksa penyidik kasus itu, Faried Harianto, yang kini menjabat Direktur Penuntutan Pidana Khusus. Pemanggilan serupa juga dilayangkan ke Hartono Tanoesoedibjo. Kamis pekan lalu keduanya diminta datang ke DPR. Tapi belakangan Panitia Kerja membatalkan acara pemeriksaan itu dengan alasan sejumlah anggotanya sibuk. ”Secepatnya kami akan memanggil kembali, termasuk pihak lain yang dianggap bertanggung jawab,” kata anggota Panitia Kerja, Syarifuddin Suding.
Sumber Tempo di kejaksaan membisikkan, nama Hartono sebenarnya sudah diajukan ke petinggi kejaksaan untuk ditetapkan sebagai tersangka. ”Sampai saat ini, berkas belum diteken,” katanya. Tapi, kepada Tempo, Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Arminsyah membantah hal itu. ”Buktinya belum meyakinkan,” katanya. Jaksa Agung Hendarman Supandji berjanji lembaganya tak akan menutup kasus ini. ”Semua sama di mata hukum.”
Hartono sendiri tak bisa dimintai keterangan tentang tudingan Yohanes. Ketika Tempo menyambangi kantornya di lantai 5 Menara Kebon Sirih, seorang anggota stafnya, Tia, mengatakan Hartono sudah jarang ke kantor. ”Memang di sini, tapi sudah jarang datang,” katanya.
Sebelumnya, saat menjadi saksi dalam persidangan Syamsuddin Manan Sinaga pada 26 Juni tahun lalu, Hartono membantah semua tudingan Yohanes. Dia mengaku tak pernah terlibat membahas proyek itu, mendirikan PT Sarana, dan menunjuk Yohanes sebagai Direktur Utama Sarana.
Anton Aprianto
Belum Juga ke Pucuk
DIBUAT untuk mengerem praktek korupsi, proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) ternyata sarat patgulipat. Setelah lima tersangka terjerat, kasusnya kini jalan di tempat.
Februari 2000. Romli Atmasasmita (Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum) meminta John Sarodja Saleh (Direktur PT Visual Teknindo) merancang sistem komputerisasi kenotariatan, cikal-bakal Sisminbakum.
Juni 2000. Romli memperkenalkan John dengan Hartono Tanoesoedibjo (PT Bhakti Investama). John diminta bekerja sama dengan PT Bhakti untuk proyek itu. Hartono membentuk PT Sarana Rekatama Dinamika, anak usaha PT Bhakti.
2 September 2000. Yohanes Waworuntu dimutasikan dari PT Bhakti ke PT Sarana menjadi direktur utama.
4 Oktober 2000. Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan Surat Keputusan Pemberlakuan Sisminbakum.
10 Oktober 2000. Yusril menunjuk Koperasi dan PT Sarana sebagai pengelola dan pelaksana Sisminbakum tanpa lelang terbuka.
8 November 2000. Koperasi dan PT Sarana mengikat kontrak kerja sama 10 tahun yang mengatur jatah perolehan: 10 persen untuk Koperasi dan 90 persen untuk PT Sarana.
25 April 2003. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menyimpulkan proyek Sisminbakum melanggar ketentuan penerimaan negara.
24 Oktober 2008. Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Syamsuddin Manan Sinaga dan Zulkarnain Yunus menjadi tersangka. Satu bulan kemudian, Romli dan Yohanes menjadi tersangka.
November 2008. Yusril dua kali diperiksa kejaksaan sebagai saksi.
24 Desember 2008. Mantan Ketua Koperasi Pengayoman Ali Amran Djanah menjadi tersangka.
Februari 2009. Hartono diperiksa sebagai saksi.
30 April 2009. Pengadilan kasus Sisminbakum digelar.
Terjerat
Ali Amran Djanah
Status: Belum diadili karena sakit.
Peran: Menandatangani kerja sama dengan PT Sarana.
Romli Atmasasmita
Status: Terpidana. Divonis dua tahun penjara oleh pengadilan negeri. Di tingkat banding, hukuman diturunkan jadi satu tahun. Kini proses kasasi.
Peran: Konseptor Sisminbakum dan menentukan pembagian jatah untuk Direktorat dan Koperasi.
Zulkarnain Yunus
Status: Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Peran: Membuat perjanjian dengan Koperasi untuk membagikan dana ke pejabat Direktorat.
Syamsuddin Manan Sinaga
Status: Terpidana. Divonis hukuman dua tahun enam bulan penjara oleh pengadilan negeri. Di tingkat banding, hukumannya diturunkan menjadi satu tahun. Kini proses kasasi.
Peran: Melanggengkan pungutan Sisminbakum.
Yohanes Waworuntu
Status: Terpidana. Divonis lima tahun oleh Mahkamah Agung dan didenda Rp 378 miliar. Di pengadilan negeri, vonisnya hanya empat tahun. Di pengadilan tinggi, berkurang menjadi dua tahun.
Peran: Rekanan Koperasi.
Disebut-sebut
Yusril Ihza Mahendra
Dakwaan jaksa: Saksi yang turut serta bersama-sama melakukan tindak pidana.
Peran: Mengeluarkan keputusan pemberlakuan Sisminbakum dan menunjuk Koperasi dan PT Sarana.
Hartono Tanoesoedibjo
Dakwaan: Saksi yang turut serta bersama-sama melakukan tindak pidana.
Peran: Membuat dan memaraf draf kerja sama PT Sarana dan Koperasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo