Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INSPIRASI itu datang dari Li Xiaojuan. Di pabrik Honda Automotive Components di Foshan, Provinsi Guangdong, akhir bulan lalu, pe rempuan itu tidak sekadar mogok kerja. Melalui surat terbuka, ia mele tupkan unek-uneknya dalam aksi yang menyebabkan raksasa otomotif asal Jepang itu tidak beroperasi seminggu penuh. ”Keuntungan pabrik ini adalah hasil kerja keras kami yang pahit,” kata Li, mewakili 16 karyawan yang dipilih untuk bernegosiasi dengan manajemen.
Perjuangan Li tidak hanya menyangkut kepentingan 1.800 buruh yang diwakilinya. ”Kami juga peduli terhadap hak dan kepentingan semua buruh di Cina,” ujarnya. Ia salah satu dari segelintir pekerja Honda yang berani menyatakan sikap di depan publik. Di usianya yang baru menginjak 20 tahun, Li menjadi bintang dalam aksi itu.
Aksi mogok kerja dan unjuk rasa buruh pecah di provinsi yang terletak di selatan Cina itu setelah sebelas buruh pabrik Foxconn Technology Group di Shenzhen bunuh diri gara-gara tekanan ekonomi, akhir Mei lalu. Terry Gou, bos Foxconn, buru-buru terbang dari Taiwan ke lokasi pabrik untuk menenangkan kemarahan 270 ribu pekerja. Perusahaan perakitan elektronik buat Dell, Sony, Apple, Hewlett-Packard, dan Panasonic ini berjanji menaikkan upah dua kali lipat bagi pekerja yang berhasil melewati masa percobaan tiga bulan.
Seorang pengusaha asal Hong Kong yang pernah berkunjung ke dalam pabrik Foxconn mengisahkan, tempat bekerja para buruh itu ibarat barak militer yang menakutkan. Menanggapi cerita itu, Terry Gou berjanji menanamkan budaya perusahaan yang ramah. ”Para pekerja tidak lagi harus bekerja berjam-jam hingga lembur demi mendapatkan upah layak,” katanya.
Kenaikan upah buruh di Foxconn diikuti Honda di Foshan. Upah pokok Li Xiaojuan dan koleganya naik 25 persen menjadi 1.900 yuan (sekitar US$ 280 atau Rp 2,5 juta). Keberhasilan ini memicu buruh Honda lainnya melakukan aksi serupa di pabrik yang berbeda di provinsi itu. Jumat dua pekan lalu, giliran buruh Honda Lock Co. di Kota Zhongshan mogok kerja. Di pabrik pemasok sistem kunci, gagang pintu, dan sensor buat Honda ini, para pekerja meminta kenaikan upah 72 persen menjadi 2.040 yuan atau sekitar Rp 2,55 juta per bulan, plus uang lembur lebih tinggi.
Para pekerja mengancam akan kembali mogok bila mereka tidak menerima penawaran yang menggiurkan. Pada Jumat malam pekan lalu, negosiasi antara manajemen Honda Lock dan serikat buruh menemui titik temu. ”Para pekerja setuju dengan tawaran Honda Lock,” kata Takayuki Fujii, juru bicara Honda di Beijing. Aksi serupa dilakukan buruh Tianjin Star Light Rubber and Plastic Co., pemasok komponen Toyota lainnya. Menurut Zhu Hai Feng, juru bicara Tianjin Star, mogok kerja berakhir setelah perusahaan menawarkan kenaikan upah.
Akibat tekanan serikat buruh lokal, Kentucky Fried Chicken, perusahaan makanan cepat saji asal Amerika Serikat, juga setuju mendongkrak upah karyawan di Shenyang, kawasan timur laut Cina. Kantor berita Xinhua melansir, kesepakatan yang diteken Kamis pekan lalu itu merupakan kontrak kolektif pertama di Cina, yang mencakup 2.000 karyawan di kota tersebut.
Ekonom Universitas Tsinghua, Patrick Chovanec, mengatakan perusahaan multinasional sengaja dijadikan target pemogokan. ”Para buruh merasa mendapat perhatian bila mendemo pabrikan asing,” ujar Chovanec. Model perusahaan seperti ini, kata dia, sangat peduli dengan citranya, baik di dalam negeri maupun di dunia. Dengan begitu, para pekerja berharap perusahaan asing itu mau memenuhi tuntutan mereka. ”Sementara subkontraktor pembuat sabun lokal mungkin tidak peduli dengan apa yang dunia pikirkan tentang tuntutan para buruh,” Chovanec menambahkan.
Para pekerja juga mafhum bahwa pejabat pemerintah Cina mendukung aksi mendemo perusahaan asing ketimbang perusahaan domestik. ”Karena pemilik perusahaan lokal memiliki koneksi dengan pegawai pemerintah Cina,” kata Geoffrey Crothall, juru bicara China Labour Bulletin di Hong Kong.
Pemberitaan media lokal terfokus pada perselisihan antara buruh dan pabrik-pabrik milik investor asing, sehingga memberikan kesan tak ada masalah dengan pabrik yang dimiliki penduduk Cina. ”Maka banyak yang terjadi di pabrik-pabrik lokal yang kami tak tahu,” Crothall menambahkan.
Toh, gelombang aksi itu tetap mendapat apresiasi. ”Saya senang melihat pekerja lebih tahu bagaimana melindungi diri sendiri dan cukup berani mengekspresikan diri,” kata Huang Weimu, mahasiswa fakultas hukum di Foshan. Huang selama ini diam-diam mendokumentasikan beragam pelanggaran di pabrik-pabrik lokal.
Liu Feiyue, aktivis lain, menambahkan, kebanyakan pekerja di Guangdong memperoleh penghasilan 1.000 yuan per bulan. ”Gaji itu tak cukup menutup kebutuhan akibat inflasi,” katanya. Hampir seperempat pekerja Cina tak menikmati kenaikan gaji hampir lima tahun. Sedangkan pejabat pemerintah memperoleh kenaikan gaji tiap tahun.
Aksi yang dilakoni Li dan ribuan buruh ini bisa menjadi mimpi buruk buat pemodal asing di negeri yang dipimpin Wen Jiabao itu. Apalagi keberhasilan aksi mogok di Foshan memberikan sinyal kepada para pekerja untuk terus memperjuangkan kenaikan upah hingga dua digit. Boleh jadi investor asing tidak bisa lagi mempekerjakan tenaga kerja murah. Hal ini memicu pertanyaan, apakah margin yang diperoleh pemodal asing—yang selama ini ditopang oleh melimpahnya pasokan tenaga kerja murah—bakal terkuras.
Coba simak hitung-hitungan Goldman Sachs Group. Serangkaian pemogokan yang melumpuhkan tiga pabrik Honda Motor itu akan memangkas laba operasi hingga 10 miliar yen (sekitar US$ 109 juta atau Rp 996 miliar). Kota Yuzawa, analis Goldman Sachs di Tokyo, menambahkan, konsesi kenaikan upah yang ditawarkan Honda bisa mengurangi laba bersih perusahaan otomotif nomor dua di Negeri Matahari Terbit itu hingga lima persen.
Dalam laporannya pekan lalu, Vincent Chan, analis Credit Suisse, memaparkan, biaya buruh di Guangqi Honda Automobile Co. kini setara dengan enam persen pendapatan pabrikan itu tahun lalu. Adapun kenaikan upah 20 persen, kata dia, bisa meruntuhkan laba Guangqi Honda hingga 13 persen.
”Dalam jangka pendek, kenaikan upah ini sesuatu yang negatif,” kata Hideo Arimura, analis Mizuho Asset Ma nagement Co. di Tokyo. Tapi bisa menjadi positif dalam jangka menengah dan jangka panjang. ”Bila upah naik, orang akan lebih banyak lagi membelanjakan uangnya,” ujar Hideo. Ujung-ujungnya, gelontoran uang itu akan menguntungkan perusahaan.
Koichi Ogawa, Kepala Manajer Portofolio Daiwa SB Investments Ltd. di Tokyo, mengatakan kenaikan upah tidak akan membuat perusahaan manu faktur hengkang dari Cina. ”Perusahaan Jepang pergi ke Cina bukan untuk mencari tenaga murah,” katanya. ”Tapi ada pasar besar di sana yang berkembang dengan cepat.” Perusahaan besar, kata Koichi, tetap bercokol memproduksi barang di Cina demi menyiasati pemberlakuan tarif.
Aksi mogok di Cina tidak mengganggu proyeksi penjualan Honda Motor. Mulai beroperasi di Cina pada 1992, Honda berencana memproduksi 830 ribu kendaraan per tahun di negeri panda itu pada semester kedua 2012. Chief Executive Officer Honda Motor Takanobu Ito mengatakan perusahaannya tahun ini punya target: menaikkan penjualan di Cina hingga 9 persen menjadi 630 ribu kendaraan. Penjualan kendaraan di Cina—yang menyalip Amerika dan menjadi pasar otomotif terbesar di dunia sejak tahun lalu—diperkirakan tumbuh 17 persen menjadi 16 juta kendaraan tahun ini.
Gelombang mogok yang dimotori buruh-buruh muda ini menunjukkan bahwa mereka lebih sengit memperjuangkan haknya ketimbang generasi sebelum mereka. Itu sebabnya Ji Shao, ahli perburuhan dari Capital University di Beijing, mengingatkan para pemimpin Cina agar mendengar tuntutan generasi baru para pekerja ini. ”Itu semua bergantung pada sikap pemimpin negeri ini,” kata Liu Linping, ahli perburuhan di Zhongshan University di Guangzhou.
Beberapa pemimpin Cina sudah menunjukkan kesan mereka respek terhadap aksi para buruh muda ini. Muncul di stasiun televisi milik pemerintah, Perdana Menteri Wen Jiabao mengatakan kekayaan dan pencakar langit di Cina dibangun oleh keringat para buruh. ”Buruh migran pedesaan adalah tentara utama dari tenaga kerja industri kontemporer Cina,” katanya.
Yandhrie Arvian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo