Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Blok tahanan kasus korupsi di lantai dua Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, mendadak gaduh. Sore itu bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno tiba-tiba berteriak-teriak. Ia berjalan hilir-mudik, menyuruh semua tahanan keluar dari sel. Saat itu memang waktu para tahanan diizinkan keluar sejenak dari kamar tahanan untuk berbaur dengan tahanan lain.
Tidak ada yang menggubris, Hari mengamuk. Pria 66 tahun yang ditahan karena menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran ini lantas menggedor-gedor jeruji sel. Sore tiga pekan lalu itu adalah hari kesepuluh pensiunan jenderal bintang tiga ini ditahan. Inilah puncak keanehan Hari. ”Awalnya kami pikir ia bercanda,” kata Kepala Rumah Tahanan Cipinang Edi Kurniadi kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Keganjilan sikap menteri di era Presiden Megawati itu, kata Edi, semakin jelas ketika para sipir melihat Hari mondar-mandir sembari bicara sendiri tak keruan.
Petugas dengan cepat menggiring Hari ke dalam selnya, yang bersebelahan dengan sel bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, terpidana kasus pengadaan sapi dan mesin jahit di Departemen Sosial. Karena di dalam sel ia terus saja berteriak-teriak, malamnya sejumlah sipir begadang menjaga bekas Ketua Fraksi TNI di Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Kepada Tempo, beberapa tahanan bercerita, sore itu Hari juga sempat mendatangi sel Bachtiar. Ia masuk dan mencium kaki Bachtiar sembari menangis. Ia menyatakan dirinya tak pantas dipenjara seperti ini. Hari memang pernah satu sel dengan Bachtiar. Hanya satu malam karena saat itu semua sel penuh. Rupanya Hari cocok dengan Bachtiar. Sejak itulah keduanya akrab.
Pengacara Bachtiar, Djufri Taufik, tak mau berkomentar tentang cerita sejumlah tahanan yang menyebut Hari bersimpuh di kaki Bachtiar. Tapi soal kedekatan Hari dan Bachtiar ia membenarkan. Boby Suhardiman, anggota Fraksi Golkar yang ditahan karena kasus cek pelawat, mengaku melihat kegaduhan yang diterbitkan. ”Tapi, soal dia begitu, saya tidak tahu.”
Esoknya para sipir mendapati kondisi tubuh Hari lemas. Ia diperiksa dokter rumah tahanan. Di situlah sang dokter menyimpulkan Hari depresi. Edi mengaku tak menyangka tahanan barunya ini tertekan. ”Karena sebelumnya ia terlihat sehat dan aktif berolahraga.” Hari Sabarno, kata Edi, juga tak mengeluh saat ditunjukkan kamar tahanannya yang berukuran sekitar 20 meter persegi dan dilengkapi kamar mandi kecil. Kepada Edi ia menyatakan kamar semacam itu biasa bagi dia. ”Saya prajurit, sudah biasa seperti itu,” kata Hari, seperti dikutip Edi.
Setelah dokter Komisi Pemberantasan Korupsi datang ke Cipinang dan memeriksa Hari, hari itu juga penyidik KPK merujuk Hari untuk dirawat di Rumah Sakit Gatot Soebroto. Di rumah sakit milik Angkatan Darat ini Hari berdiam di Paviliun Kartika di lantai dua. Empat hari di paviliun, kondisinya kini membaik. Sumber Tempo yang kerap mengunjungi Hari mengatakan, pada hari pertama di rumah sakit, Hari tidak mengenali tamu yang berkunjung. ”Dia kerap berteriak-teriak memanggil ajudannya,” kata sumber ini.
Kamis pekan lalu, Tempo mendatangi paviliun itu. Sejumlah polisi terlihat berjaga di depan paviliun. Polisi melarang Tempo menjenguk Hari. ”Ia sedang istirahat karena baru saja jalan-jalan di selasar.” Selain depresi, dari laporan medis rumah sakit, Hari diketahui mengidap penyakit diabetes melitus. Belum jelas sampai kapan Hari akan dirawat di sana. Wakil KPK Chandra Hamzah menegaskan, pihaknya akan segera menahan Hari kembali kalau ia sudah dinyatakan sehat. ”Karena sakit, penahanannya dibantarkan,” kata Chandra.
Dugaan keterlibatan Hari Sabarno dalam perkara korupsi pengadaan branwir pertama kali terungkap berkat kesaksian Chenny Kolondam. Chenny adalah istri Hengky Samuel Daud, rekanan proyek itu. Kepada penyidik, pada Juli 2007, Chenny mengatakan pernah disuruh suaminya mentransfer uang Rp 396 juta ke rekening Hari untuk pembayaran rumah.
Ketika itu penyidik KPK baru saja mengusut perkara tersebut. Bau bacin proyek itu terendus Komisi dari kejanggalan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2002-2006. Setelah diusut, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 76,2 miliar. Sejumlah kepala daerah pun jadi tersangka. Beberapa di antaranya kini sudah selesai menjalani hukuman. Mereka, antara lain, Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula, bekas Gubernur Riau Saleh Djasit, dan bekas Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan.
Di persidangan, sejumlah terdakwa menegaskan, adanya proyek pengadaan itu karena terbitnya radiogram dari Departemen Dalam Negeri pada 13 Desember 2002. Berlabel ”amat segera”, radiogram tersebut berisi perintah pengadaan branwir dengan spesifikasi yang, ternyata, hanya dimiliki perusahaan Hengky, PT Istana Sarana Jaya dan PT Satal Nusantara. Sebanyak 22 pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota meneken pembelian dengan Hengky. Di persidangan para terdakwa juga menyebut perihal kedekatan Hari dan Hengky.
Di persidangan Baso Amiruddin Maula pada Januari 2008, jaksa Sarjono Turin jelas-jelas menunjuk keterlibatan Hari. Sarjono juga menguatkan kesaksian Chenny. Sarjono mengatakan penyidik KPK menemukan bukti transfer uang dari Hengky ke Hari. Duit itu dipakai membayar rumah Hari di Kota Wisata Cibubur.
Karena indikasi keterlibatan pejabat Departemen Dalam Negeri kuat, penyidik menelisik penerbitan radiogram itu. Namun bukan Hari yang pertama kali dijerat, melainkan Oentarto Sindung Mawardi. Oentarto yang meneken radiogram itu ketika menjabat Direktur Jenderal Otonomi Daerah. Kepada penyidik, Oentarto mengatakan Hari yang menyuruh membuat radiogram itu. Oentarto belakangan divonis tiga tahun penjara. Pada 27 Februari lalu ia menjalani masa bebas bersyarat.
Keterlibatan Hari makin terang tatkala pengadilan Hengky digelar. Hengky sempat buron dua tahun, sebelum akhirnya ditangkap di Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada akhir Juni 2009. Saat pembacaan putusan Hengky pada Februari 2010, hakim I Made Hendra menyebut Hari mendapat uang dari Hengky berkaitan dengan proyek mobil pemadam. Hengky divonis 15 tahun penjara. Ia meninggal pada Juni 2010 karena komplikasi penyakit jantung dan hati.
Sebelumnya, kepada Tempo, Hari membantah jika dikatakan melakukan korupsi dalam proyek ini. Ia menyatakan tak pernah memerintahkan pengiriman radiogram dan menerima duit dari Hengky Samuel.
Kasus Hari terus bergulir. Akhir September 2010, KPK menetapkan Hari sebagai tersangka. Penyidik KPK mendapat temuan baru, yakni peran Hari dalam pembebasan bea masuk delapan branwir dan adanya aliran dana Rp 800 juta ke Hari dari Hengky melalui rekening istrinya, sehubungan dengan proyek itu.
Duit itu dibelanjakan Hari untuk membeli satu mobil Volvo hitam metalik tipe XC9016 keluaran 2005. Pada 31 Maret lalu mobil itu disita penyidik. Hari dijerat pasal korupsi dan gratifikasi dengan ancaman maksimal hukuman seumur hidup. ”Karena berkasnya segera ke penuntutan, ia kami tahan,” kata juru bicara KPK, Johan Budi.
Kepada Tempo, Chenny membantah aliran duit ke Hari berasal dari rekeningnya. Menurut Chenny, bukti-bukti aliran berupa tanda bukti setoran dan rekening koran dari sebuah bank itu ditemukan penyidik di kantor suaminya. ”Bantahan itu sudah saya sampaikan ke penyidik,” katanya.
Badan Pembinaan Hukum TNI, yang kini tengah menyiapkan pengacara untuk Hari Sabarno, tak bersedia menanggapi kasus Hari. ”Tanya ke Pusat Penerangan Umum TNI,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Mayor Jenderal Supriatna.
Dihubungi Tempo, Kepala Pusat Penerangan Hukum TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya perkara yang melilit Hari ini ke proses hukum.
Anton Aprianto, Sandy Indra Pratama, Mustafa Silalahi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo