Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJENAK I Nyoman Susrama berbisik-bisik dengan pengacaranya. Wajahnya terlihat tegang. Lalu pria 48 tahun itu mendekatkan wajahnya ke mikrofon di depannya. ”Saya banding. Saya tidak melakukan pembunuhan itu,” katanya.
Senin pekan lalu, Pengadilan Negeri Denpasar memvonis Susrama hukuman seumur hidup. Ketua majelis hakim Djumain menyatakan dia terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Anak Agung Gede Bagus Narendra Prabangsa, wartawan Radar Bali. Prabangsa, 40 tahun, ditemukan tewas di perairan Teluk Bungsil, Karangasem, 16 Februari 2009. ”Pembunuhan yang dilakukan terdakwa sangat keji,” ujar Djumain.
Hukuman itu lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa Lalu Saifudin, dalam dakwaannya akhir Januari lalu, menuntut Susrama hukuman mati. Menurut Saifudin, Susrama otak pembunuhan Prabangsa. Eksekusi Prabangsa dilakukan di rumah Susrama di Desa Bebalang, Bangli, sekitar 40 kilometer dari Denpasar.
Menurut Saifudin, Susrama geram karena berita yang muncul di Radar Bali pada 3, 8, dan 9 Desember 2008. Berita itu tulisan Prabangsa. Wartawan senior ini menyoroti proyek pembangunan TK dan SD bertaraf internasional yang dinilai menyalahi aturan Dinas Pendidikan. Nah, ketua komite pembangunan proyek ini adalah Susrama.
Bersama delapan anak buahnya, ujar jaksa, Susrama lantas berencana menghabisi Prabangsa. Mereka, I Komang Gde S.T., I Nyoman Wiradnyana (Rencana), Komang Gde Wardana (Mangde), Dewa Gede Mulya Antara (Dewa Sumbawa), Wayan Suecita (Maong), Ida Bagus Made Adnyana Narbawa (Gus Oblong), Endy Mashuri (Endy), dan Daryanto (Jampes). Pembunuhan direncanakan pada 8 Februari 2009.
Tapi tanggal yang ditentukan meleset. Baru pada 11 Februari, ujar jaksa, Mangde, Sumbawa, Komang Gde, dan Rencana berhasil mengajak Prabangsa ke rumah Susrama. Di kediaman aktivis PDI Perjuangan itu, Prabangsa mereka aniaya beramai-ramai. Susrama, ujar jaksa, juga ikut menggebuki Prabangsa dengan balok. Sore itu, mayat Prabangsa mereka buang ke Pantai Belatung dan lima hari kemudian ditemukan nelayan di perairan Teluk Bungsil.
Di persidangan Susrama membantah dakwaan jaksa. Ia menuduh jaksa mengada-ada. ”Saya tidak akan menyatakan penyesalan karena saya tak pernah melakukan pembunuhan itu,” katanya. Sebelumnya, saat bersaksi di persidangan, tujuh dari delapan anak buah Susrama yang juga ikut didakwa terlibat pembunuhan ini mencabut berita acara pemeriksaan mereka di kepolisian. Mereka membantah melakukan pembunuhan tersebut. Tapi hakim menilai pencabutan itu tanpa alasan yang jelas.
Satu-satunya kesaksian yang menohok Susrama datang dari Gus Oblong. Ia mengaku terlibat pembunuhan tersebut dan menunjuk di rumah Susrama penganiayaan dilakukan. Dalam putusannya, selain berdasarkan pengakuan Oblong, hakim tetap mengutip sejumlah pengakuan saksi yang tertera dalam berita acara pemeriksaan.
Anak buah Susrama sudah lebih dulu dijatuhi hukuman. Rencana dan Komang divonis 20 tahun penjara. Dewa Sumbawa dan Maong 8 tahun, dan Gus Oblong 5 tahun. Adapun Endy dan Jampes kini tengah menunggu putusan hakim.
Sugeng Teguh Santoso, pengacara Susrama, mempersoalkan tindakan hakim yang menggunakan berita acara pemeriksaan yang telah dicabut. ”Ini tidak benar, hakim telah bertindak menjadi jaksa,” ujarnya. Menurut Sugeng, dengan fakta di persidangan, jelas kliennya tidak terbukti melakukan pembunuhan.
Para wartawan di Denpasar menyambut vonis Susrama itu dengan lega. ”Kami puas,” ujar Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Ni Komang Erviani. AJI salah satu organisasi wartawan yang sejak awal yakin tewasnya Prabangsa berkaitan dengan pemberitaan.
Di ruang sidang, Anak Agung Sagung Mas Prihantini, istri Prabangsa, terisak-isak ketika hakim menyatakan Susrama otak pembunuhan suaminya. Ia tak banyak bicara ketika puluhan wartawan bertanya, adakah ia puas dengan besarnya vonis hakim itu. ”Puas atau tidak, tidak ada artinya,” ujar ibu dua anak ini. ”Kalaupun puas, suami saya tak akan bisa kembali....”
Erwin Dariyanto (Jakarta), Rofiki Hasan (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo