Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Koalisi Masyarakat Sipil mengungkap sejumlah kejanggalan vonis bebas pengusaha sawit Suheri Terta.
Suheri pernah berstatus buron selama 4 tahun setelah divonis bersalah dalam kasus pembakaran hutan.
Ia berstatus tersangka bersama pemilik PT Darmex Argo, Surya Darmadi, yang kini buron.
TIGA perwakilan organisasi sipil mendatangi kantor perwakilan Komisi Yudisial di Pekanbaru, Riau, Rabu, 30 September lalu. Koordinator Umum Senarai, Jeffri Sianturi; Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Andi Wijaya; dan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pekanbaru, Fandi, membawa surat laporan dan segepok dokumen lain. “Kami melaporkan kejanggalan vonis Suheri Terta,” kata Jeffri, Jumat, 9 Oktober lalu.
Mereka mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Korupsi dan Peradilan Bersih. Koalisi menganggap putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru terhadap Suheri Terta berpotensi melanggar kode etik. Laporan itu sedang memasuki tahap verifikasi di Jakarta. “Nanti akan kami cek,” kata Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus, Sabtu, 10 Oktober lalu.
Pengadilan Tipikor Pekanbaru memvonis bebas pengusaha kebun sawit Suheri Terta pada Rabu, 9 September lalu. Ia didakwa menyuap Gubernur Riau periode Februari-September 2014, Annas Maamun, sebesar Rp 3 miliar dalam mata uang dolar Singapura. Uang itu diduga bagian dari Rp 8 miliar yang dijanjikan sebagai “jatah” Annas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi alih fungsi hutan di Riau, Gulat Medali Emas Manurung, menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 29 Januari 2015./TEMPO/STR/Eko Siswono Toyudho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu dan beranggotakan Sarudi dan Darlina Darwis menganggap dakwaan pasal penyuapan Suheri tak tepat. Hakim menyimpulkan Suheri tak terbukti menyerahkan uang Rp 3 miliar itu lewat Gulat Medali Emas Manurung, orang kepercayaan Annas. “Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua,” demikian bunyi putusan tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Suheri Terta tersangka penyuap Annas Maamun pada Juni tahun lalu. Penetapan ini merupakan pengembangan penyidikan operasi tangkap tangan Annas dan Gulat Manurung di Cibubur, Jakarta Timur, 25 September 2014.
Penyidik menemukan berbagai bukti dan kesaksian suap Suheri. Bersama Gulat Manurung, ia pernah bertamu ke rumah dinas Annas Maamun pada 20 Agustus 2014.
Dalam pertemuan itu, Suheri menyampaikan keinginan perusahaannya memperoleh rekomendasi pelepasan 30 ribu hektare kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Ia menjabat Legal Manager PT Duta Palma, anak perusahaan PT Darmex Agro.
PT Duta Palma memiliki empat anak perusahaan yang sedang berjuang mendapatkan izin kebun sawit di sana. Suheri menjabat komisaris di empat anak perusahaan itu.
Pengadilan sudah menghukum Annas dan Gulat Manurung masing-masing 7 dan 3 tahun penjara. Keduanya sudah menghirup udara bebas. Dalam putusan inkracht Annas dan Gulat, kata Jeffri, peran Suheri terlihat terang-benderang. Annas dan Gulat menyebut nama Suheri sebagai pemberi suap.
Keterangan yang sama kembali diutarakan Annas dan Gulat saat bersaksi di Pengadilan Suheri. Itu sebabnya, Koalisi Masyarakat Sipil menganggap ganjil vonis Suheri. “Aneh jika penerima suap divonis bersalah, pemberinya bebas,” kata Jeffri.
Dalam salinan putusan, majelis hakim mempermasalahkan perbedaan hari penyerahan uang suap dari keterangan Annas dan Gulat. Kesaksian Annas juga sering berubah. Hakim menduga Annas memiliki masalah dengan ingatannya.
Annas Maamun kini 80 tahun. Ia tercatat sebagai gubernur paling uzur saat menjabat. Dengan alasan sering sakit-sakitan, Presiden Joko Widodo memotong hukuman penjara Annas menjadi 6 tahun penjara pada Oktober 2019 lewat grasi.
Jeffri meragukan daya ingat Annas Maamun yang menurun. Setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung pada 21 September lalu, Annas mampu berinteraksi dengan normal.
Annas menghadiri rapat paripurna istimewa perayaan hari jadi Kabupaten Rokan Hilir di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada 4 Oktober lalu. “Ia bisa mengingat peristiwa masa lalu dengan baik,” kata dia.
Gubernur Riau nonaktif, Annas Maamun, menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap terkait revisi surat keputusan (SK) alih fungsi hutan dengan terdakwa Gulat Medali Emas Manurung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 19 Januari 2015./TEMPO/STR/Eko Siswono Toyudho
Salah satu akun di laman Facebook mengunggah potongan rekaman yang memperlihatkan kondisi terbaru Annas pada 5 Oktober lalu. Dalam video itu, Annas mengenang peran leluhurnya saat melawan penjajah. Mantan guru itu juga membandingkan penyusutan anggaran Kabupaten Rokan Hilir. “Bagaimana mungkin hakim menganggap dia pelupa?” kata Jeffri.
Sementara itu, Suheri memiliki catatan hitam di bisnis perkebunan sawit. Ia menyandang status terpidana kasus kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Pelawan, Riau, pada 2009. Mahkamah Agung dalam putusan kasasi menghukum Suheri 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, pada 2015. Ia buron setelah vonis itu. Kejaksaan Tinggi Riau menangkap Suheri pada Mei 2019.
Ia diduga kabur berbarengan dengan pemilik PT Darmex Agro, Surya Darmadi. KPK turut menetapkan taipan kebun sawit ini sebagai tersangka penyuap Annas Maamun. Duit suap Rp 3 miliar diduga berasal dari Surya. Ia juga pernah menemui Menteri Kehutanan kala itu, Zulkifli Hasan. Dalam persidangan Suheri, Zulkifli mengaku bertemu Surya dan menyinggung soal izin pelepasan kawasan hutan di Riau.
Komisi antirasuah turut bereaksi atas putusan bebas Suheri. Jaksa melayangkan surat permohonan kasasi ke Mahkamah Agung pada 2 Oktober lalu. Surat itu berisi kajian atas putusan hakim. “Pimpinan KPK seluruhnya sepakat dengan kajian jaksa penuntut. Kami meminta hakim agung memeriksa kembali putusan itu,” ujar juru bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri, Sabtu, 10 Oktober 2020.
KPK, kata Ali, melawan putusan itu lantaran vonis Suheri dinilai janggal. “Hakim tidak mempertimbangkan fakta sidang dari putusan kasus-kasus sebelumnya,” ujar Ali. Putusan Mahkamah Agung terhadap Annas, misalnya, dengan gamblang mencantumkan uang berasal dari PT Duta Palma.
Jaksa juga sudah menyerahkan ke pengadilan bukti keterlibatan Suheri berupa surat, rekaman penyadapan, serta petunjuk lain yang membuktikan rencana pemberian suap. Bukti-bukti ini pula yang menyeret Annas dan Gulat ke penjara.
Juru bicara Pengadilan Negeri Pekanbaru, Mangapul, enggan menanggapi laporan Koalisi Masyarakat Sipil ke Komisi Yudisial. Menurut dia, majelis hakim yang menangani perkara Suheri sudah menjatuhkan putusan sesuai dengan fakta sidang. “Lihat saja pertimbangan kami. Itu sudah jelas putusannya,” katanya.
Noviar Irianto, penasihat hukum Suheri Tirta, menilai putusan majelis hakim sudah tepat. Menurut dia, vonis bebas Suheri mendobrak stigma bahwa terdakwa korupsi pasti bersalah. Seorang terdakwa menang, ujarnya, biasanya karena jaksa tak mampu menunjukkan bukti yang jelas di persidangan. “Kami berharap Mahkamah Agung konsisten menilai prinsip pembuktian perkara,” ucapnya.
Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo, menilai Suheri tak layak dibebaskan. Sebab, anak-anak perusahaan yang terlibat skandal suap Annas Maamun masih beroperasi di Kabupaten Rokan Hulu. Mereka diduga menanam sawit tanpa izin. “Hasil kajian kami, aktivitas mereka merugikan negara sekitar Rp 75 miliar per tahun,” kata dia.
Riky Ferdianto, Wilingga (Pekanbaru)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo