Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Wakil Bupati Indramayu Lucky Hakim selesai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai saksi terkait dugaan penistaan agama dengan terlapor Panji Gumilang pada Jumat malam, 14 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan aktor ini dicecar 10 pertanyaan lebih oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum selama pemeriksaan 11 jam. Lucky diperiksa terkait kehadirannya dalam video bersama Panji Gumilang, pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dua hari itu tanggal 29 dan 30 Juli 2022 terakhir bertemu,” kata Lucky.
Lucky mengatakan pertama kali bertemu dengan Panji ketika ia diundang ke Al Zaytun. Saat itu ia masih menjabat Wakil Bupati Indramayu dan penasaran dengan Al Zaytun. Undangan itu muncul setelah Lucky mengirimi surat ke Al Zaytun dan berniat untuk silaturahmi. Surat berbalas dan ia diundang Panji Gumilang pada 29 Juli 2022.
Lucky kembali diundang pada 30 Juli atau keesokan harinya. Namun setelah itu ia tidak pernah bertemu lagi, namun Panji sempat mengajaknya untuk salat Jumat di sana.
Lucky mengatakan sempat diperlihatkan beberapa video oleh penyidik. Ia mengatakan tidak bisa menentukan apakah video tersebut menista agama atau tidak. Ia hanya merasa ada beberapa video yang tidak lazim menurutnya.
“Tapi saya tidak bisa menghakimi itu benar atau salah karena bukan ranahnya,” kata dia.
Lucky membantah ia menyokong atau mendonasikan apa pun kepada Panji Gumilang. Ia mengatakan hubungan dengan Panji Gumilang hubungan formal ketika dia masih menjabat wakil bupati.
“Kalau secara formal setahu saya pun tidak ada terhadap Pemda Indramayu, selain hubungannya mungkin bayar pajak, PBB, dan lain-lain, atau retribusi yang memang sudah seharusnya,” kata Lucky Hakim.
Panji Gumilang saat ini terancam pidana penistaan agama dan penyebaran hoaks setelah pernyataannya dan praktik di pondok pesantren miliknya yang kontroversial viral. Praktik keagamaan itu dianggap menyimpang oleh Majelis Ulama Indonesia.