Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Agus Pindah Kamar

Agus sugiharto, yang ditembak sewaktu terjadi pembunuhan serda syafei, dipindahkan ke kamar 1-b rs pirng adi. suhud, ayah agus, gagal mempraperadilankan polisi. versi lain: yang menusuk syafei, bukan agus.(krim)

26 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPAYA Suhud mengembalikan anaknya ke kamar 1-B gagal. Juga tuntutan ganti rugi Rp 3 juta dari Kapoltabes Medan. Pasalnya, pengajuan praperadilan oleh pemilik CV Fajar Deli - yang berisi dua tuntutan tersebut - Jumat pekan lalu ditolak Pengadilan Negeri Medan. Suhud mengajukan tuntutan praperadilan tersebut bermula dari dipindahkannya Agus Suiharto, anaknya yan sedang dirawat di RSU Pirngadi, Medan, dari kamar 1-B ke kamar nomor 8. Bapak tujuh anak itu tentu saja keberatan. Sebab, orang yang dirawat di kamar nomor 8 itu berarti ia tahanan polisi Poltabes. Padahal, Agus, sejak masuk rumah sakit itu, akhir Februari lalu, tak diberi "surat penangkapan dan penahanan", kata Syaiful Jalil Hasibuan dan Faisal Oloan Nasution, penasihat hukum Agus. Agus Sugiharto, mahasiswa Fakultas Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, tampaknya memang penting bagi Poltabes Medan. Pemuda ini luka darah oleh peluru polisi sewaktu terjadi pembunuhan terhadap Serda Syafei Sama Panjaitan, anggota intel Poltabes. Jalannya peristiwa itu sendiri, berdasar pengusutan sementara oleh pihak kepolisian, memang mendudukkan pemuda itu di tempat tak menguntungkan. Ketika Syafei yang berpakaian preman mencoba melerai keributan yang terjadi di Grand Diskotik Hotel Granada, 26 Februari malam, ia terpaksa melepaskan tembakan - setelah upayanya tak diacuhkan, dan dalam keributan jatuh seorang korban. Pemuda-pemuda yang baku hantam memang lalu cerai-berai. Tapi Agus, dengan pisau belatinya, malahan mendekati Syafei, dan kemudian menghunjamkan belati itu ke anggota intel tersebut. Sebelum rubuh Syafei sempat melepaskan tembakan yang juga membuat Agus tersungkur. Serda itu tak tertolong, sedangkan Agus ternyata sempat diselamatkan, meski hingga pekan lalu tetap masih harus dirawat serius. Diskotik di hotel itu konon dicurigai polisi sebagai sarang narkotik. Dan Syafei memang ditugasi menongkrongi tempat ajojing itu (TEMPO 15 Maret). Maka, mudah orang mengira bahwa Agus memang ditahan polisi. Bahkan ketika Suhud hendak kembali memindahkan anaknya dari kamar 8 ke 1-B, dihalangi oleh Dokter Raharjo, Kepala RSU Pirngadi. "Dia tangkapan polisi, dan kalau sudah sembuh harus dikembalikan kepada polisi," kata dokter itu menurut Suhud. Tapi kemudian, setelah Suhud melalui dua penasihat hukum mengajukan tuntutan praperadilan, karena penahanan Suhud tanpa surat, cerita jadi berbeda. Pihak Poltabes, diwakili oleh Serka Elliah Norman Tampubolon, mengelak. Agus bukan tahanan polisi, kata Norman di depan sidang praperadilan pertama, 14 April lalu. Bahkan, meski sudah ada saksi yang mengatakan ia menikam polisi, Agus belum diperiksa. Sebab, "kondisi fisiknya belum memungkinkan untuk diperiksa," kata Norman yang pernah belajar kuliah di Fakultas Hukum USU itu. Juga tak ada surat dari Kapoltabes ke pihak RSU Pirngadi, yang menyatakan Agus tahanan polisi. Suhud, agaknya, memang berniat mematuhi hukum. Bila memang anaknya ditahan,mestinya ada surat penahanan. Bila tidak, ya jangan dimasukkan kamar 8. Meski, menurut hakim yang menolak tuntutan praperadilan Suhud, "kamar nomor 8 bukan rumah tahanan." Dan bila hakim sudah menyatakan Agus tak ditahan, tentunya ia boleh memindahkan kembali anaknya ke kamar 1-B. Tapi bukankah, sebagaimana dikatakan oleh Serka Norman, bila terdakwa tertangkap basah tak diperlukan surat penahanan? Di sinilah justru yang kini jadi pembicaraan masyarakat Medan. Ada versi lain, tentang peristiwa di Grand Diskotik - bukan Agus yang menusuk Syafei. Siapa? Tak jelas. Dari sumber TEMPO di Poltabes, diperoleh penjelasan, ada yang mengatakan Agus bukan ditembak oleh seorang berpakaian preman (harap diingat, waktu itu Syafei tak berseragam), tapi oleh seorang berseragam polisi lengkap. Mengapa hal ini tak diungkapkan dengan, misalnya, mencocokkan peluru yang menembus Agus dengan pistol Syafei? Adalah sidang pengadilan nanti, tentu, yang wajib memutuskan perkara yang banyak simpangannya ini. Sepertinya, perkara-perkara yang menyangkut narkotik selalu menjadi ruwet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus