Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Akibat Teler, Dor

Stevie Devi Pa'at, 17, murid kelas II SMA, tewas kepalanya tertembak di kamarnya sendiri. Temannya Rachmat, 19, membantah dituduh menembak, tapi ia mengaku kejadian itu gara-gara teler. (krim)

2 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN rintik-rintik. Musik rock mengentak dari kaset. Agak sore - entah siapa yang memutar - suara kaset mengeras, memekakkan. Lalu, suara letusan terdengar, dan Stevi Devi Pa'at, 17, tergeletak di kamarnya sendiri, pekan lalu. Darah mengucur dari kepala. Ternyata, Stevi mati. Dua kawannya yang datang dengan becak di Jalan Senopati, Jakarta Selatan, itu - menurut ibu korban Hideko - tampak tenang. Bahkan mereka sempat mengatakan bahwa luka di kepala Stevi kena pecahan botol yang sedang dimainkan sendiri, sebelum salah satunya, Rachmat, 19, pergi dengan bajaj. Malah, kata Hideko, "mereka berusaha membawa Stevi keluar", yang segera dihentikan setelah sang nenek menegur. Dokter berhasil mengeluarkan sebutir peluru dari kepala. Polisi, yang memeriksa kamar, juga menemukan satu peluru jenis yang sama, kaliber 38 mm, menancap di tembok. Eko Purnomo, yang saat kejadian juga berada di kamar itu, langsung ditahan. Begitu pula Rachmat yang sempat menghindar. Rachmat mengaku tidak bermaksud membunuh. "Saya cuma becanda," ujarnya sambil menunduk. Katanya, ia datang ke rumah Stevi karena diajak Eko yang akrab dengan korban. Di kamar, ketiganya duduk santai mendengarkan musik, sambil mengisap ganja bergantian. Pada saat teler itu Rachmat iseng, pistol dinas milik ayahnya, yang katanya diambil dari lemari "untuk main-main", ditodongkannya ke pelipis Stevi. Kemudian diisi peluru. Dalam main todong-menodong berikutnya, ternyata pistol meletus, dan Stevi roboh. "Saya berusaha merangkul dengan tangan kiri, tapi pistol meletus lagi," ujarnya. Di sekolahnya, di SMA 24, reputasi Rachmat kurang bagus. "Kayaknya ia menutup diri dalam pergaulan," kata Kohar, guru pembina OSIS. Jarang 'ngobrol, jarang bercanda. Hal terburuk adalah kebiasaannya teler. Pernah juga Rachmat ditangkap polisi karena zig-zag dengan mobil dalam keadaan dipengaruhi obat bius. Stevi, yang juga kelas dua di sekolah yang sama dan se-kelas dengan Eko, tabiatnya jauh berbeda dengan penembaknya. Kabarnya, ia periang. Di sekolah, sifat Stevi yang menonjol, adalah sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang selalu tepat. Bagaimanapun Hideko tak percaya bahwa anaknya mati tanpa kesengajaan penembaknya. Sebelum kejadian, Stevi pernah mengeluh minta pindah sekolah, karena diancam temannya. Malah, baru saja ia dikeroyok beberapa teman sekolah. Namun, Rachmat membantah tuduhan itu. "Semua itu karena saya lagi teler. Saya tidak punya dendam apa pun pada Stevi," katanya. Zaim Uchrowi Laporan: Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus