INI terjadi di Kebumen. Tiga gadis cilik - satu anak TK dan dua lainnya murid SD kakak beradik - menjadi korban perkosaan. Yang membuat orang geleng kepala, karena si pelaku bukanlah remaja atau orang dewasa, melainkan seorang anak kelas IV SD yang boleh dibilang masih bau kencur. Anak itu, Mulyawan (bukan nama sebenarnya), Kamis pekan lalu dijatuhi hukuman 6 bulan penjara segera masuk oleh Pengadilan Negeri Kebumen di Jawa Tengah. Ia dipersalahkan menodai anak tetangganya, setelah korban dibujuk, dirayu, dan kemudian diancam serta dibekap mulutnya. "Perbuatan itu jelas merupakan perbuatan amoral yang diakibatkan oleh akhlak yang buruk," vonis majelis hakim pimpinan A. Ramelan, yang bersidang secara tertutup dan tanpa memakai toga. Karena diperintahkan segera masuk, hari itu juga Mulyawap, 14, dibawa ke penjara khusus anak-anak di Kutoarjo. Di sana, anak ketiga dari lima bersaudara itu akan "dididik" sekitar empat bulan, karena ia sudah menjalani masa penahanan selama 67 hari. Perkosaan anak-anak oleh anak-anak itu terungkap April lalu. Widagdo, ayah sembilan anak, mulanya heran ketika memandikan dua anak gadisnya yang masih kecil, Wati, 9, dan Ida, 7, (keduanya bukan nama sebenarnya). Ketika pangkal paha anaknya tersentuh, Wati dan Ida meringis kesakitan. Widagdo bertambah curiga ketika memeriksa celana dalam kedua anak wanita yang sangat dicintainya itu. Di sana, tampak seperti ada bercak darah. Setelah dibujuk-bujuk, keduanya mengaku telah dipaksa berbuat sesuatu oleh Mulyawan. Widagdo seperti kena setrum. Wati dan Ida dibawa ke Dokter Kamal Barok, ahli kandungan. Dan benar. Berdasar pemeriksaan, diketahui bahwa selaput dara kedua gadis kecil itu telah terkoyak. Tanpa menanti lama-lama, Mulyawan diadukan ke polisi. Saat diperiksa, Mulyawan mengaku bahwa selain Wati dan Ida, ada gadis cilik lain, Enny, (sebut saja begitu namanya) 5, murid TK. Ketiganya dinodai sekitar Maret dan April lalu. Cara yang ditempuh Mulyawan sama saja. Mula-mula gadis kecil itu ia belikan kue, lalu diajak main-main ke pekuburan yang tak terlalu jauh dari rumah mereka. Di sanalah Mulyawan melampiaskan hasrat. Tak terlalu sulit baginya menguasai korban yang coba berteriak dan memberontak. Ia membekap mulut korban, dan mengancam akan menyakiti bila korban mencoba berteriak. Usai menundukkan korban, ia menghadiahkan sebungkus permen. Berbeda dengan Wati dan Ida, korban ketiga - Enny - bernasib lebih baik. Berdasar pemeriksaan dokter, gadis cilik itu hanya mengalami memar di bagian luar. Selaputnya sendiri masih utuh. Menurut pengakuan terdakwa, ia memang agak kesulitan saat hendak menodai anak yang masih kelewat kecil itu. Hakim Ramelan tak menyembunyikan keheranan atas kasus ini. "Mulyawan, yang masih anak-anak itu, bisa membujuk, merayu, dan mengancam korban. Perbuatan itu umumnya hanya bisa dilakukan orang dewasa," katanya kepada E.H. Kartanegara dari TEMPO. Mulyawan, menurut Zuber Djajadi, anggota majelis hakim, ternyata juga pintar berbelit-belit. Selama sidang, ia tetap tenang seperti orang tak bersalah, dan bahkan berani menatap tajam kepada hakim dan jaksa. Suprapto, ayah Mulyawan, yang bekerja sebagai kernet bis, mengaku kurang memperhatikan anaknya. Sehingga, anak itu sering sekali keluyuran malam, dan tak jarang mengunjungi tempat pelacuran. Selain itu, Mulyawan mengaku pernah melihat kedua orangtuanya bersanggama, sehingga nafsu seksnya kian tak terbendung. Tapi, Suprapto tetap tak yakin Mulyawan sudah begitu jauh melangkah. "Ini pelajaran buat saya untuk lebih memperhatikan anak-anak," katanya. Mulyawan sendiri, meski sempat menangis mendengar vonis hakim, kelihatan tetap tegar. Ia tidak kelewat terpukul diberhentikan dari sekolah. Sekeluar dari LPK anak-anak, "Saya ingin bekerja supaya punya uang," katanya singkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini