Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang aktivis lingkungan, Muhammad Sandi, menjadi tersangka pencemaran nama baik karena mengadvokasi kerusakan lingkungan yang menimpa ratusan warga di enam desa, wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sandi dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dengan ancaman tiga tahun penjara," kata Juru Bicara Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan (Ampuh) Ketapang, Hendi, kepada Tempo, Kamis, 28 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandi dilaporkan oleh sebuah perusahaan sawit pada 15 Mei dengan tuduhan mencemarkan nama baik. Sebelum dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik, Sandi juga telah dibui karena dugaan tindak pidana penipuan.
Hendi menceritakan kasus bermula ketika Sandi selaku Ketua DPC Ampuh mengadvokasi pencemaran air sungai akibat limbah pabrik perkebunan sawit dan pertambangan di sejumlah desa di Kecamatan Sandai dan Delta, Kabupaten Ketapang. Di sana ada sekitar 300 warga yang terserang penyakit kulit. Pada Januari lalu, warga juga melaporkan temuan ini ke Dinas Kesehatan setempat.
Organisasi Ampuh kemudian menggugat dua perusahaan sawit karena melakukan perusakan lingkungan di wilayah yang beririsan dengan zona merah atau zona inti hutan lindung dan areal pemukiman warga. Kedua perusahaan diduga mengalirkan limbah ke sungai Kediuk yang menjadi sumber penghidupan warga di enam desa.
Pada 21 Agustus Sandi ditangkap oleh polisi atas laporan kasus penipuan. Kasus itu bermula ketika ia membantu mediasi adik kawannya yang terlibat perkelahian dengan seseorang. Karena menemui jalan buntu, Sandi justru dilaporkan ke polisi karena dituding melakukan penipuan.
Saat menjalani masa penahanan, pada 19 September, Sandi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh salah satu perusahaan.
Sandi dituding melakukan pencemaran nama baik perusahaan melalui akun Facebook. Dia sempat mengadukan kasus yang menjeratnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, karena diduga penuh kejanggalan.
Menurut dia, seharusnya setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dituntut pidana maupun perdata sesuai dengan Pasal 66 Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sandi beranggapan bahwa ia sedang dikriminalisasi oleh perusahaan karena mengkritik perusakan lingkungan yang terjadi di Kecamatan Sandai dan Delta. Menurut dia, tindakannya membantu pengawasan demi menjaga kelestarian lingkungan tidak dapat dipidanakan. "Apakah pasal yang memperjuangkan hak atas lingkungan sekarang sudah tidak berlaku," kata Sandi secara tertulis kepada Tempo.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ketapang, Ajun Komisaris Eko Madianto, menampik telah melakukan kriminalisasi atau menjerat Sandi dengan UU ITE. Kata dia, selama ini Sandi hanya dijerat dengan KUHP karena kepolisian telah memiliki bukti keterlibatannya dalam kasus penipuan. "Kasusnya terkait masalah penipuan. Dia minta uang ke masyarakat Rp 50 juta, katanya dengan uang itu bisa mengurus perkara perkelahian di kepolisian dan kejaksaan," ucap dia.