SIAPA tak kenal Perguruan Islam Al-Azhar? Nama perguruan Islam itu, yang berpusat di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, sudah begitu tenar. Hingga kini diperkirakan ada 19 buah sekolah Islam Al-Azhar, dengan hampir 5.000 murid, di Jakarta, Cirebon, dan Sukabumi. Tak heran jika pada 1988, menurut Ketua Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar -- pengelola perguruan tersebut -- K.H. Hasan Basri, ada orang akan membangun kampus Universitas Al-Azhar. Dikabarkan, kampus bernilai Rp 100 milyar itu bakal berdiri di areal seluas 40 ha. Rencana besar itu ditentang YPI. Sebab, kata Hasan Basri, selain kampus itu tanpa izin, juga tak punya hubungan apa pun dengan YPI. Belum hilang benar kasus itu, pekan-pekan ini YPI sibuk mengurus perkara nama Al-Azhar itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kali ini gara-gara Yayasan Syifa Budi (YSB), pengelola perguruan Islam di Kemang, Jakarta Selatan. YPI menuding YSB telah menggunakan nama Al-Azhar tanpa hak. Semula, pada 1978, YSB bekerja sama dengan YPI. Ketika itu YPI -- yayasan yang dibentuk almarhum Buya Hamka pada 1952 -- mengalami ledakan jumlah murid. Maka, sekitar 200 murid pun ditampung di YSB. Sejak itu, YSB resmi mengelola Perguruan Islam Al-Azhar Filial Kemang. Belakangan, pada 1982, kerja sama itu putus. Sebab, kata Sekretaris Umum YPI, Rusjdi Hamka, YSB tak kunjung melaporkan audit keuangan serta melaksanakan pembagian keuntungan. Berdasarkan itu YSB tak boleh lagi menggunakan embel-embel Al-Azhar. Ternyata, YSB tetap saja memakai nama Al-Azhar, dengan menghilangkan kata-kata "Filial" saja. Bahkan YSB, yang kini punya sekitar 1.600 siswa dari TK hingga SLTA, mengembangkan cabang di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akhirnya, YPI pun menggugat YSB. Menurut YPI, tindakan YSB itu merupakan perbuatan melawan hukum. Sebab nama Al-Azhar -- dengan logo kubah dan menara masjid -- sudah terdaftar di Direktorat Paten dan Hak Cipta, pada Oktober 1988. Sebelumnya, pada 1963, YPI telah memperoleh persetujuan dari rektor Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, untuk menggunakan nama Al-Azhar. Menariknya, YPI cuma menuntut ganti rugi Rp 1.000. "Yang penting, agar mereka menghargai hak cipta orang lain," kata Pengacara YPI, Abdul Rahman Saleh dan Tuty Hutagalung. Sayangnya, baik Ketua YSB, Maulwi Saelan, maupun pengacaranya, Nyonya Nurbani Yusuf, enggan menjelaskan persoalan itu. "Tak usah ribut-ribut, deh. Toh kami sama-sama melakukan syiar Islam," ujar Maulwi Saelan. Keduanya hanya menandaskan, pihaknya kini masih mengupayakan perdamaian. Menurut sumber TEMPO di Jakarta, tudingan YPI itu tidak pada tempatnya. Sebab, katanya, dalam kerja sama YPI-YSB pada 1978, masalah keuangan tak disinggung-singgung. Artinya, audit keuangan dilakukan YSB sendiri. Kecuali itu, kata sumber itu, putusnya hubungan YPI-YSB bukan karena soal bagi hasil, tapi semata-mata YSB sudah dianggap mampu berdiri sendiri. Sumber itu juga menambahkan, hak cipta YSB atas nama Al-Azhar -- dengan logo "Al Azhar Kemang Jakarta" -- sudah terdaftar di Direktorat Paten dan Hak Cipta, pada Desember 1989. Selain itu, sumber di atas juga heran kenapa hanya YSB yang digugat. Padahal, kini ada 10 perguruan yang memakai nama Al-Azhar. Di antaranya, perguruan Al Azhar di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Salah seorang pengurus Yayasan Siti Khadijah (Perguruan Islam Al-Azhar Cabang Cirebon), Zainal Masduki, menyatakan sebaiknya kedua pihak sejauh mungkin tak menempuh jalur hukum. Demi Ukhuwah Islamiyah, tulis Zainal kepada TEMPO, berdamailah. Hp.S., Priyono B.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini