HARI-HARI Yadi, 25 tahun, dan enam rekannya sebagai tukang becak bukan hanya sudah berakhir. Mereka, mungkin tanpa disadari sebelumnya, kini juga terpaksa mendekam di sel Rutan Salemba, Jakarta. Bahkan pada Rabu pekan lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Yadi dan tiga rekannya antara 1 tahun 6 bulan dan 5 tahun penjara. Sementara itu, tiga tukang becak lainnya, hingga pekan ini, masih diadili secara terpisah. Menurut majelis hakim, yang diketuai James Pardede, Yadi dan kawan-kawan terbukti telah mengeroyok para hansip yang sedang menjalankan tugas di daerah Pinangsia, Jakarta Barat, pada 4 Januari 1990. Akibat eksekusi itu, seorang hansip, Arifin alias Ong Lie, 27 tahun, meninggal dunia, sedangkan seorang hansip lainnya, Machruf, 39 tahun, luka berat. Kasus ini agaknya salah satu ekses operasi penertiban becak di Jakarta. Di pagi hari kejadian itu, Machruf, Arifin, dan tiga hansip lainnya bertugas mengamankan instruksi lisan Lurah Pinangsia. Yakni, melarang becak-becak melintasi jalur rel kereta api yang memotong Jalan Pinangsia. Jalur kereta api itu merupakan pembatas wilayah Jakarta Barat dan Utara. Nah, pelarangan tersebut, tutur Machruf, untuk menghadang arus becak dari Jakarta Barat ke Jakarta Utara, atau sebaliknya. Dengan begitu, ruang gerak becak dipersempit sehingga memudahkan tugas tibum Pemda DKI Jakarta untuk menjalankan operasi penggarukan becak. Sekitar dua jam, Machruf cs. menjalankan tugasnya dengan lancar. Tapi pada pukul 10.30, sekitar 40 orang tukang becak tiba-tiba berhamburan turun dari sebuah truk diesel yang mereka peroleh dengan mencegat di tengah jalan. Mereka ramai-ramai menyerang kelima hansip tadi, sambil berteriak, "Ayo, serbu." Tiga hansip segera melarikan diri. Tapi Arifin dan Machruf sial. Bertubi-tubi pukulan dan tendangan mendarat di sekujur tubuh keduanya. Begitu juga timpukan batu, botol, pukulan kayu, dan besi silih berganti menerjang kedua korban. Machruf memang bisa lolos dari kepungan. Ayah seorang anak itu masih sempat meneriaki rekannya, "Pin, lari, Pin." Namun, Arifin, yang agak pendiam dan agak pengkor, menjadi bulan-bulanan. Para pengeroyok baru kabur serentak, begitu korban roboh. Arifin dibawa ke rumah sakit, tapi sore harinya ia meninggal. Setelah kejadian, Yadi alias Hadi Suwito dan keenam rekannya pun dibekuk. Sampai akhirnya, majelis hakim yang dipimpin James Pardede memvonis Yadi dan kawan-kawan. Yadi kena 5 tahun penjara, kata Hakim James Pardede, karena terbukti menjadi otak pengeroyokan. Yadilah yang mengumpulkan tukang becak dari Pademangan, sedangkan Waluyo -- masih diadili -- mengumpulkan tukang becak daerah Kebon Sayur. Bagi James Pardede, hukuman itu sudah cukup setimpal dengan perbuatan para terdakwa. Toh hakim itu mengaku tak melihat adanya unsur balas dendam dalam kasus itu. "Mereka hanya menyerang gara-gara becak-becak dilarang melintasi jalan di lokasi kejadian," kata James. Atas keputusan itu, Yadi dkk. naik banding. Pengacara mereka, Iskandar Dewantara dan Almuzfar, mengaku tidak puas atas unsur "merencanakan terlebih dahulu", yang dianggap terbukti oleh majelis hakim. Sebab, kata Iskandar, perbuatan klien mereka itu semata-mata manifestasi rasa solidaritas yang terbentuk, begitu mendengar ada penggarukan becak di lokasi kejadian. Lagi pula, sambung Almuzfar, tak jelas apakah sebelum kejadian memang ada pengarahan dari para terdakwa. "Kalau memang direncanakan, apakah semua tukang becak yang mengeroyok itu mengetahui rencana itu. Dan, apakah memang korban tewas karena perbuatan para terdakwa saja. Bagaimana dengan para tukang becak lainnya?" tambah Almuzfar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini