VONIS hakim, dalam kasus pembantaian keluarga Yubagio, di Pengadilan Negeri Surabaya langsung diprotes terdakwa. "Saya tidak terima putusan ini," teriak terdakwa Amir, begitu Hakim Soelaeman memvonisnya 7 tahun penjara, Sahtu pekan lalu. Rekannya, Tony Winarko juga melakukan protes serupa ketika divonis 20 tahun, dua hari sebelumnya. Bahkan terdakwa Hamka Djumadi -- yang divonis bebas -- pun ikut memprotes. Semula mereka dituduh membantai istri Yubagio, Nyonya Sri Suwahyuni, 27 tahun, dan dua anaknya -- Riska Yuniar, 7 tahun, dan Hendra Kurnia, 3 tahun. Pembunuhan di rumah korban, Jalan Manukan Tama 15, Tandes, pada 7 November tahun lalu, sempal menggegerkan Surabaya. Sebal, pembunuhan itu tergolong sadistis. Ketika Yubagio -- sopir kepala di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur -- pulang ke rumahnya, ia hanya bisa melolong histeris. Di kamar mandi, ia menyaksikan istrinya kaku terbenam dalam bak air. Sedangkan anak sulungnya, Riska, 7 tahun, hanya kakinya yang kelihatan mencuat dari dalam bak. Anak bungsunya, Hendra, 3 tahun, tewas tertelungkup di kamar tidur. Polisi menduga bahwa motif pembantaian ini adalah perampokan, karena uang Rp 400 ribu di lemari dan kalung serta gelang emas di tubuh Sri raib. Menurut saksi mata, sore itu dua orang bersepeda motor mondar-mandir di sekitar rumah korban. Dari Yubagio, polisi mendapat informasi, sekitar tiga bulan lalu keluarganya kedatangan tamu, Tony Winarko alias Wiwin, 24 tahun. Berdasarkan cerita ini, polisi menyambangi rumah Abdulmanan, orangtua Tony, dan menemukan sepeda motor seperti yang mirip cerita saksi. Dari sini, Tony dan dua temannya sesama awak kapal KM Sumber Maju diseret ke pengadilan yang dimulai akhir Maret lalu. Di persidangan, jaksa menuduh Tony sebagai otak pembunuhan. Kebetulan, pada 7 November itu kapal mereka merapat di pelabuhan Gresik. Sorenya, mereka turun ke Surabaya untuk berjalan-jalan. Di kota kediamannya, Tony mengajak Amir dan Hamka raun-raun dan meminum bir bercampur pil BK. Ketika akan kembali ke Gresik, Tony mendapat ide mencari uang dengan merampok keluarga Sri Suwahyuni karena, masih menurut jaksa, Tony menyimpan dendam karena nyonya muda itu pernah menolak cintanya. Sedangkan Hamka, yang semula menolak ikut serta, belakangan mengikuti dari belakang. Di sore itu, masih menurut jaksa, Nyonya rumah menyambut tamu yang sudah dikenalnya itu dengan ramah. Tak disangka, ketika Sri menuju dapur, Tony menyergap dan memiting, Amir memukulkan pipa besi ke kepala korban. Hamka -- yang datang menyusul -- ikut membantu. Si kecil Hendra, yang meraung-raung melihat ibunya, diserang dan dicekik kawanan itu hingga mati. Begitu pula Riska, yang sore itu tanpa curiga pulang sekolah, disambut dengan cekikan dan benturan. Mayatnya direndam di bak mandi, menyusul ibunya. Tapi, di persidangan, ketiga terdakwa sejak awal mencabut keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Mereka mengaku, ketika kejadian terjadi, mereka berada di tempat lain (alibi). "Siksaan selama pemeriksaan terlalu berat," Tony mengungkapkan. Ketika pembunuhan terjadi -- menurut perkiraan dokter terjadi antara pukul 14.30 dan 16.30 -- ketiga terdakwa mengaku masih di atas kapal, mereka meninggalkan kapal pada pukul 17.00. Setelah putar-putar di Kota Pahlawan, pada pukul 23.00 mereka berpisah. Tony kembali ke rumah Amir ke lokalisasi WTS, sedangkan Hamka kembali ke kapal. Dini hari itu juga, ketiganya diciduk polisi. Tapi, hakim tidak mempercayai alibi mereka. Sebab, saksi-saksi yang dihadapkan adalah teman terdakwa. Cerita kakak Tony, bahwa sepeda motornya dipakai pukul 18.00, juga tidak digubris. Hakim tetap pada keyakinannya bahwa Tony dan Amir bersalah. Diah Purnomowati dan Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini